Calistung: Membaca, Menulis, Berhitung

Oleh: Arcadius Benawa

Calistung adalah istilah dari rangkaian kata MEMBACA, MENULIS, BERHITUNG. Untuk anak-2 tentu Calistung itu berarti hurufiah. Artinya, membaca itu ya sekadar membunyikan huruf-huruf yang terangkai. Misalnya, ini ibu Budi. Menulis ya berarti menuliskan huruf-huruf sehingga menjadi kata, kalimat, paragraf, dst. Misalnya, ini ibu budi. Ibu Budi sakit gigi. Berhitung ya berarti menambah (1+1= 2), mengali yang mengalikan (2×2= 4), membagi ya sekadar membagi (4:4= 1), dan seterusnya.

Namun CALISTUNG untuk orang dewasa apakah cuma dimaknai seperti itu? Tidaklah. Makin dewasa kita perlu bisa membaca artikel menangkap inti gagasan artikel yang kita baca. Membaca buku lalu menyaripatikan isi buku tersebut. Membaca situasi, sejauh mana kondusif untuk melakukan ini dan itu. Membaca keadaan diri apakah siap menghadapi new normal dalam pembelajaran tatap muka terbatas. Membaca orang lain, sejauh mana layak diajak Kerjasama atau tidak. Membaca tanda-tanda zaman berdasarkan fenomena-fenomena alam, kehidupan social, ekonomi, politik, budaya, dan lain sebagainya.

Menulis tentu juga bukan sekadar merangkai huruf dengan huruf, melainkan menuliskan suatu gagasan yang bermanfaat untuk diri dan sesama serta semesta. Intinya menuliskan kualitas hidup diri dan keluarga, masyarakat serta bangsa dan negara agar makin maju, berkualitas, berbobot, bukan malah menuliskan sesuatu yang mengempeskan kualitas diri, keluarga, masyarakat, serta bangsa dan negara. Kata orang bijak, dengan menuliskan gagasan sebenarnya kita juga mengabadikannya. Maka, akankah kita mengabadikan gagasan yang tidak berkualitas? Tentu yang bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

Demikianpun berhitung. Makin dewasa kita juga harus makin bisa menghitung untung rugi atas suatu sikap, perkataan maupun perbuatan yang kita ambil. Memperhitungkan bermanfaat tidaknya, baik buruknya, prospektif tidaknya sikap, perkataan, dan perbuatan kita untuk diri, keluarga, masyarakat, serta bangsa dan negara.

Akan tetapi, godaan atau penyakit yang kerap bikin kita tidak mau membaca, menulis dan berhitung adalah MALAS. Malas membaca, malas menulis, malas berhitung. Akibatnya mudah ditebak, yakni PENYESALAN. Karena kita malas membaca situasi jadi sia-sialah gagasan yang cemerlang sekalipun. Karena, bagaimanapun hebatnya ide atau gagasan kita kalau kita sampaikan tidak dalam situasi yang pas bisa sia-sia, karena orang kurang memedulikan gagasan kita sehingga gagasan yang cemerlang sekalipun tidak ditangkap atau disadari. Kesadaran selalu datang terlambat entah untuk merawat diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Karena kemalasan membaca situasi itulah tahu-tahu kita mengalami kebakaran jenggot. Demikianpun dalam menulis. Ketika kita malas menuliskan dalam kehidupan kita apa-apa yang baik dan benar serta bermanfaat bagi diri, sesama, masyarakat, bangsa dan negara sering berujung penyesalan dengan ungkapan yang naif. Ah, kalau cuma menulis begitu mah saya bisa. Namun nyatanya mana tulisan kita? Demikianpun berhitung. Gara-gara malas berhitung kita tak mustahil menjadi penuh penyesalan karena merasa salah perhitunganlah atau merasa tidak teliti dalam memperhitungkan risiko dari suatu perkataan, sikap atau perbuatan kita. Akibatnya, rusak susu sebelanga. Itulah yang kerap kali terjadi bila kita malas berhitung.

Jadi, marilah kita galakkan CALISTUNG. Membaca, menulis, dan berhitung demi peningkatan kualitas diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Mari kita refleksi diri! Dari ketiga hal itu mana yang kuat dan mana yang lemah? Dalam membacakah? Dalam menuliskah? Atau dalam berhitung? Selamat bertekun dalam membaca, menulis, dan berhitung.

Arcadius Benawa