Mengenal Sistem Pertahanan Indonesia dan Nasionalisme Dalam Negara Modern
Oleh: Isna Fachrur Rozi M.Han
Sistem pertahanan Indonesia seperti yang tertuang dalam UUD 1945 Pasal 30 merupakan sebuah upaya pertahanan dan keamanan negara yang dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata)(UUD 1945, n.d.). Sistem ini memposisikan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung. Tidak hanya itu, Sishankamrata merupakan sebuah doktrin dan strategi pertahanan negara yang mengandung unsur militer dan non militer.
Sishankamrata sendiri merupakan sebuah strategi penangkalan yang bersifat kerakyatan, kewilayahan dan kesemestaan untuk menjamin kepentingan keamanan nasional. Dari hal tersebut secara jelas dapat terlihat bahwa dalam upaya mengusung pertahanan negara, utilisasi terhadap semua elemen yang dimiliki dalam konsep kenegaraan dimanfaatkan dengan maksimal, yang mana salah satu diantaranya adalah kerakyatan. Kerakyatan yang dimaksud disini adalah masyarakat, dimana nasionalisme merupakan salah satu unsur penting yang wajib dimiliki guna terselangaranya pertahanan negara yang handal.
Ide terkait nasionalisme dan negara modern lahir pada akhir abad ke delapan belas, dan beberapa pengamat melihat kemunculan dua hal tersbut sebagai produk dari Revolusi Perancis pada tahun 1789(Kedourie, 1966). Pada saat itu sebuah negara merupakan bagian dari kerajaan, dimana penduduk dari kerajaan tersebut merupakan subjek dari identitas politik yang terbentuk melalui kesetian terhadap penguasa dan bukan merupakan bentukan dari identitas nasional atau patriotisme. Hingga munculnya revolusi di Perancis, masyarakat menyadari bahwa mereka bukan sekedar subjek dari penguasa, namun merupakan bagian penting dari negara itu sendiri, sebagai warga negara. Dari hal ini dapat dilihat bahwa bergantinya rezim pemerintahan yang berkuasa tidak akan mempengaruhi status mereka sebagai warga negara.
Namun perlu disadari bahwa nasionalisme sendiri adalah hal yang kompleks dalam cakupan tertentu yang melibatkan beragam faktor dan merupakan fenomena politik yang terkontestasi terutama dalam era globalisasi saat ini dimana negara – negara mengalami transisi menjadi tidak berbatas (borderless world) seiring dengan berkembangnya teknologi.
Berdasarkan data sensus bps tahun 2010 yang dilansir oleh indonesia.go.id, Indonesia memiliki lebih dari 300 kelompok suku bangsa(Indonesia.go.id). Lalu bagaimana kita dapat
melihat nasionalisme yang ada di dalam masyarakat Indonesia dalam keberagaman tersebut. Jonathan Hearn, dalam bukunya Rethinking Nationalism: A Critical Introduction menyampaikan dua pandangan dalam melihat nasionalisme yaitu primordialism dan modernist (Hearn, 2006). Dalam pandangan primordialism identitas nasional memiliki hubungan yang erat dengan sejarah, baik itu dari persamaan kebudayaan, bahasa, dan atau keinginan untuk memerdekakan diri.
Primordialsim melihat bahwa manusia adalah mahkluk yang punya tendensi untuk mengelompokan diri, dan bangsa merupakan manifestasi dari hal tersebut. Identitas nasional sendiri dibangun melalui tiga factor utama yaitu, kesamaan keturunan, rasa kepemilikan terhadap wilayah yang sama, dan kesamaan Bahasa. Dalam pandangan primordialism, bangsa merupakan sebuah entitas sejarah yang berevolusi dari komunitas etnis sederhana. Dan nasionalisme sendiri dapat dikarakteristikan sebagai hubungan emosional mendalam seperti hubungan kekeluargaan. Sementara itu modernist melihat identitas sebuah bangsa dibentuk sebagai jawaban dari perubahan kondisi sosial dan sejarah.
Modernist melihat kebangkitan industrialisme dan ekonomi kapitalis melemahkan hubungan sosial dan menciptakan ketegangan sosial yang baru, untuk mencagah hal tersebut, identitas nasional perlu dibangun. Dalam pandangan modernist negara memiliki peranan penting dalam membentuk identitas nasional, dimana negara memiliki rasa untuk membentuk sebuah bangsa. Disamping itu perkembangan literasi dan akses terhadap Pendidikan memiliki kontribusi penting bagi masyarakat dalam membentuk identitas nasional.
Melalui pandangan – pandangan terkait nasionalisme tersebut, Nasionalisme dan pembentukan identitas nasional bangsa memainkan peranan yang penting dalam sejarah Indonesia hingga saat ini. Kebangkitan nasionalisme di Indonesia sendiri paling signifikan dapat kita lihat dalam upaya kemerdekaan Indonesia pada masa kolonialisme. Berangkat dari kejayaan masa lampau dimana Kerajaan Majapahit menguasai daerah nusantara, dan Kerjaan Sriwijaya yang memiliki kekuatan maritim yang kuat.
Munculnya generasi – generasi cendikiawan yang sadar akan pentingnya identitas nasional guna menanggulangi penindasan kolonial dan tekad untuk berdiri di atas kaki sendiri menjadi cikal bakal pembentukan nasionalisme di Indonesia, yang sebelumnya masih terkotak – kotak atas kedaerahanya masing – masing. Hal tersebut membawa kepada beberapa peristiwa penting salah satunya, Sumpah Pemuda 27 – 28 Oktober 1928. Di dalam peristiwa itu, kita dapat meilhat manifestasi kesatuan identitas nasional yang terdiri dari, wilayah / teritori, bangsa, dan bahasa. Semboyan Negara Republik Indonesia sendiri berbunyi Bhineka Tunggal Ika yang menyiratkan persatuan dalam perbedaan menjadi bentukan identitas nasional yang sampai saat ini relevan digunakan untuk menunjukan ide nasionalisme Indonesia.
Sistem Pertahanan Indonesia yang mengandalkan elemen kerakyatan di dalamnya tidak akan pernah lepas dari kegiatan pemupukan Nasionalisme dan penyadaran akan identitas nasional di dalam wilayah Negara Kedaulatan Republik Indonesia. Di tengah arus globalisasi yang membuat batas negara hilang serta transisi yang terus berjalan dari nation state (negara bangsa) menuju ke modern state (negara modern) dimana ada perbedaan bahasa, budaya, dan tradisi hidup secara berdampingan di bawah satu kekuasaan dan wewenang. Nasionalisme memainkan peranan penting untuk tetap menjaga pertahanan Bangsa Indonesia dari pengaruh negative yang masuk, serta memelihara dan memperkenalkan identitas Bangsa Indonesia sebagai wujud eksistensi Indonesia di mata internasional.
Referensi
Hearn, J. (2006). Rethinking Nationalism: A Critical Introduction. Rethinking Nationalism: A Critical Introduction, 1–272.
UUD 1945, Pub. L. No. Pasal 30.
Kedourie, E. (1966). Nationalism (4th exp). Blackw