Jalan Dalam Kemuliaan Tuhan

Oleh: Simon Mangatur Tampubolon, S.Th., S.Pdk., M.A

Kitab Yohanes dibagi dalam dua bagian besar, dimana pasal 1-12 sering dinamai sebagai kitab “tanda-tanda” atau kitab “karya Yesus”, dan pasal 13-21 dinamai kitab “kemuliaan” atau “Waktu Yesus”. Kisah penyataan kemuliaan atau waktu Tuhan dimulai dengan kisah pembasuhan kaki para murid yang dilakukan oleh Yesus. Jalan dan waktu kemuliaan Yesus itu justru dimulai dengan menunjukan sikap dan teladan yang menujukkan sikap dan teladan seorang hamba.

Menjadi hamba adalah berjalan dalam kemuliaan dan bukan jalan yang menunjukkan kerapuhan atau kefanaan. Kerap kita berpikir ketika kita menjadi hamba atau melayani orang lain, maka kita sedang menunjukkan kelemahan dan kerapuhan atau ketakutan kita. Sesungguhnya tidaklah demikian, dalam pandangan Alkitab menghambakan diri adalah jalan menuju dan menunjukan kemuliaan, kebesaran dan ketermukaan Tuhan melalui diri kita.

Dengan menghambakan diri kepada Tuhan melalui melayani sesama, maka kita menjadikan hidup kita berarti. Galatia 6:2-3 menyatakan: “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus. Sebab kalau seseorang menyangka, bahwa ia berarti, padahal ia sama sekali tidak berarti, ia menipu dirinya sendiri.” Ayat ini mengajarkan kepada kita bahwa keberartian hidup kita bergantung kepada eksistensi kita di tengah-tengah sesama kita yang kita wujudkan dengan menolong sesama.

Keberartian hidup kita nyata melalui melayani adalah karena melalui pelayanan yang kita lakukan kita memuliakan Allah, dan itu adalah tujuan hidup manusia yaitu untuk memuliakan Allah. Bukankah firman-Nya berkata: “….. semua orang yang disebutkan dengan namaKu, yang Kuciptakan untuk kemuliaanKu,…..” (Yesaya 43:7)

Kita pada diri kita sendiri tidaklah memiliki kemuliaan, namun ketika Allah ada di dalam kita, maka kita memiliki kemuliaan ilahi, namun kemuliaan itu hanya bisa terpancar kembali ketika kita menyatakan keberadaan kita di tengah-tengah kehidupan ini dengan melayani sesama kita.

Kata kemuliaan dalam bahasa Ibrani yang berakar dari kata “kavod” memiliki ide keakraban yang mengacu pada bobot dan nilai dari apa yang dimuliakan, hal ini menunjukkan penyataan diri, sifat dan kehadiran dari apa yang dimuliakan. Dunia dimana kita tinggal ini membutuhkan kemuliaan yang demikian, dunia ini membutuhkan keakraban yang berbobot dan bernilai, dunia ini butuh penyataan diri, sifat dan kehadiran Allah. Hamba Tuhan ada untuk menggenapi kebutuhan dunia yang telah jatuh dalam dosa ini.

Namun, sebelum seorang hamba Tuhan pergi berjalan dalam kemuliaan itu, ia harus terlebih dahulu mengecap kemuliaan itu. Seorang hamba Tuhan harus mengalami keakraban bersama Tuhan, mengalami penyataan kehadiranTuhan dengan segala sifat-Nya secara pribadi. Mengapa?

Hamba Tuhan adalah sebuah panggilan yang menguasai semua aspek kehidupan seseorang, jiwa,pikiran dan rohnya akan dikuasai oleh panggilan itu. Dan panggilan itu hanya bisa ditangkap dan mengubahkan seseorang secara radikal, jika ia sudah mengalami perjumpaan pribadi dengan Sang Tuan yang termulia di dalam Kristus Yesus. Di dalam Yesus Kristus, karena Dia adalah Tuhan, penebus dari perhambaan dosa dan teladan dari hamba yang sejati.

Seorang hamba Tuhan yang sudah mengalami perjumpaan pribadi dengan Yesus pasti akan mengalami perubahan radikal, selayaknya Paulus. Di dalam dirinya ia berkata: “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan….apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus,” (Flp.1:21; 3:7-8)

Pribadi seseoarang yang mengalami perjumpaan dengan Kristus adalah pribadi yang menyadari bahwa tidak ada yang lebih mulia daripada Kristus, oleh karena itu ia akan terus berjalan dalam Kristus dan memancarkan kemuliaan Yesus melalui hidupnya yang menghamba. Ia akan terus membangun keakraban dengan Yesus, sebagaimana Paulus berkata: “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya…” (Flp. 3:10-11).

Seorang hamba Tuhan yang berjalan dalam kemuliaan Allah dapat didefinisikan secara singkat dari apa yang dikatakan Paulus, yaitu seroang yang berkehendak terus mengenal Yesus, menyatakan kuasa kebangkitan Yesus dan menyerupai

Simon Mangatur Tampubolon, S.Th., S.Pdk., M.A