Dobrak Zona Nyaman Demi Transformasi
Dr. Arcadius Benawa
Bahaya zona nyaman adalah kemandegan, bahkan mandul, tanpa hasil. Oleh karena itu perlu mendobrak zona nyama demi transformasi yang membawa hasil yang berlimpah. Tesis ini bisa kita angkat dari kisah Petrus yang tidak berhasil mendapatkan seekor ikan pun meski sudah menjala ikan semalam-malaman. Melihat fakta itu Yesus tak hanya diam dan ikut bersedih atas kegagalan murid-Nya dalam menjala ikan meski sudah semalam-malaman. Yesus justru menantang Petrus untuk meninggalkan zona nyamannya itu dengan berani pergi ke tempat yang lebih dalam demi mendapatkan hasil yg berkelimpahan. Syukurlah bahwa kepercayaan akan daya sabda Gurunya membuat Petrus mau meninggalkan kompetensinya dalam menjala ikan dan lebih mengandalkan anjuran Gurunya.
Jujur harus kita akui zona nyaman sesuai dengan istilahnya kerap menggoda kita untuk suka tinggal di dalamnya. Misalnya, sekadar untuk beli makanan pun kita cenderung nyaman ke warung atau rumah makan yang sudah lama menjadi langganan kita, sampai pemilik atau pelayan di situ pun sudah hafal makanan dan minuman kesukaan kita, meski kita belum memesannya. Demikianpun dalam persahabatan ataupun bekerja atau bahkan bepergian. Bersama orang-orang yang sudah kita kenal, kita akan jauh merasa nyaman untuk berbicara dan bercanda, tidak perlu adaptasi pikiran dan menjaga perasaan karena sudah ada chemestri yang sama. Demikianpun bekerja, di tempat yang sudah lama kita bekerja rasanya nyaman meski kalau jujur kita tidak mengalami banyak perubahan karena terlena pada kenyamanan di tempat kerja.
Namun kalau kita simak dalam Kitab Suci, Allah menghendaki kita untuk tidak terbuai dalam zona nyaman. Contoh, Abraham yang sudah nyaman di Ur tempat asalnya itu dipanggil Allah untuk pergi ke Tanah terjanji yang tidak jelas di mana lokasinya, kondisinya seperti apa. Abraham hanya mengandalkan kualitas yang memerintah dan menjanjikan. Demikian juga Israel diminta untuk meninggalkan zona nyaman di Mesir guna pergi ke Tanah terjanji yang harus ditempuh lama melewati padang gurun yg tak jelas batas akhirnya. Demikian pun Daud. Ia dipanggil dari zona nyamannya sebagai gembala domba ayahnya, untuk menjadi Raja Israel. Untuk itu Daud harus berani melawan Goliat. Sementara dalam Injil pun kita juga dapat membaca bagaimana Zakheus yang sudah aman nyaman sebagai Pemungut cukai. Ia dipanggil untuk mengikut Yesus dengan kondisi yang tidak jelas keterjaminannya. Petrus pun juga bukan tanpa ragu ketika harus meninggalkan kompetensinya dalam menjala ikan demi mengikuti perintah gurunya untuk bertolak ke tempat yang lebih dalam: duc in altum. Dan ternyata ia yang telah semalam-malaman menangkap ikan dan tidak mendapatkan seekorpun itu dapat memperoleh tangkapan berlimpah, sehingga ia harus memanggil teman-temannya yang di pinggir pantai untuk membantu mengambil hasil tangkapannya.
Maka marilah kita tidak terbelenggu atau membelenggu diri dengan hal-hal nyaman yang tidak produktif. Kita ikuti kehendak Allah untuk berani meninggalkan zona nyaman dengan berani menaklukkan tantangan dengan kerja yang lebih keras dan mendalam lagi demi memperoleh hasil tangkapan yang berlimpah. Dengan mendobrak zona nyaman, kita mentransformasi diri dengan totalitas dan kemendalaman demi efektivitas kerja dengan hasil yang berkelimpahan.
Pertanyaan untuk kita refleksikan: apa dan mana saja zona-zona nyaman kita yang bikin hidup kita tidak efektif, sehingga tidak maksimal hidup kita? Hasil yang tidak signifikan. Beranikah kita mentransformasi diri dengan meninggalkan zona nyaman, seperti Abraham, Umat Israel, Daud, Zakheus dan Petrus dalam menghadapi dan menaklukkan tantangan demi memperoleh tangkapan yang berlimpah???