Salut Terhadap Para Pekerja Medis Dalam Melawan Corona

Oleh: Harı Sriyanto, S.Sos.,M.M

Sejak Kamis, 5 Agustus yang lalu saya dirawat di IGD RS Pelni Jakarta, setelah hasil test antigen  menunjukkan positif terkena virus  covid 19. Lalu mulai malam, 6 Agustus saya dipindahkan ke ruang isolasi, karena hasil observasi yang dilakukan dokter menunjukkan perkembangan yang membaik pada kesehatan saya. 

Saat berada di ruang IGD, awalnya perasaan saya campur aduk, antara ngeri, takut, cemas, waswas dan sebagainya, semuanya menjadi satu.Untuk mengilangkan perasaan-perasaan negatif tersebut, saya mencoba aktif di media sosial, dengan menceritakan apa yang sedang terjadi. Kabar dan chat yang saya posting ternyata mendapat banyak respon positif dari teman-teman. Umumnya mereka memberi doa dan  support. Banyak masukan yang diberikan teman-teman, untuk membuat saya sabar, diantaranya lebih mendekatkan diri kepada-Nya, dan selalu berpikir positif. Masukan-masukan itu sangat berharga,  karena memuat hati lebih tenang, berlapang dada dan optimis. Saya menjadi teringat lagu lama “That’s what friend are for” dari Dionne Warwick.  Terima kasih teman-teman atas apa yang sudah anda berikan. Doa yang terbaik saya panjatkan untuk anda semua.

Dalam dua hari dirawat di IGD, saya juga melihat dan merasakan  totalitas kerja yang luar biasa  dilakukan tim medis IGD RS Pelni Jakarta. Selama 24 jam mereka melakukan tugasnya dengan baik dan profesional. Dengan mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) yang tampilannya seperti robot dan panas, mereka melakukan tugasnya dengan sabar tanpa mengeluh. Saya menjadi saksi, saat terbangun dini hari, melihat perawat-perawat memonitor perkembangan para pasien, terutama yang berada di zona merah yang kondisinya berat. Tiap 10 – 15 menit sekali, mereka mendatangi tempat tidur pasien, guna melihat kondisi perkembangannya. 

Secara pribadi saya mengucapkan terimakasih dan salut atas perawatan yang luar biasa tersebut. Saya tidak bisa membalas apa yang telah mereka semua lakukan. Namun saya yakin Yang Di Atas Sana, sudah mencatat semua dedikasi, jasa dan perjuangan kemanusiaan yang sudah mereka semua lakukan.

Sebelum pindah ke ruang Isolasi, saya sempat sedikit bicara dengan dokter (tidak bersedia disebutkan namanya) untuk mengucapkan terima kasih dan rasa salut saya.  Sebagai mantan penyiar, saya masih sering gatal untuk mengutarakan apa yang ada dalam pikiran saya. Setelah dokter berbicara tentang rencana pindah ruangan, saya langsung berkata: “Dok saya mengucapkan terima kasih atas pelayanan yang baik dan sangat profesional. Selama di IGD saya diperlakukan dengan sangat baik, demikian juga pasien-pasien lainnya. Sungguh luar biasa Dok” 

Dokter-pun dengan ramah menjawab: “Terima kasih juga Pak untuk apresiasinya. Maaf kalau ada kekurangan”. 

“Oh semua baik-baik saja Dok. Profesional dan tanpa pamrih. Meski harus menghadapi berbagai tipe pasien yang beragam, ada yang lembut, sopan, namun ada yang bawel, ketus, galak atau arogan tapi para dokter dan perawat tetap melayani dengan sabar,” jawab saya.

Dokter pun menimpali kata-kata saya ; “Kalau itu kami maklumi Pak, mengingat para pasien dalam kondisi tidak sehat hingga perilakunya bisa berbagai macam.”

“Oh begitu ya Dok ?” Tanya saya untuk memastikan.

 “Iya Pak. Dengan kondisi badannya yang tidak sehat pasien menjadi pribadi yang berbeda dan tidak normal. Kami maklumi itu. Tapi yang agak susah dimaklumi adalah pihak-pihak yang kadang tidak puas dengan palayanan sebuah RS.” Kata dokter.

Saya jadi tambah penasaran : “Mereka itu siapa Dok ?

“Yah contohnya ada pihak keluarga pasien yang tidak puas dengan pelayanan sebuah RS, setelah terjadi hal yang tidak diinginkan terhadap si pasien  mereka marah-marah dan menyebut RS tidak profesional, atau dianggap melakukan mal paktek. Itukan banyak terjadi di era pandemi ini Pak”. Jelas dokter.

“Oh iya bener juga ya Dok. Beritanya menjadi headline di berbagai media ya”. Tandas saya.

“Iya benar Pak. Apalagi diawal pandemi kami seakan dikucilkan oleh masyarakat, karena dianggap bisa menjadi penyebar corona. Itu awal bulan-bulan Pandemi. Tapi maaf Pak, saya masih ada pasien lain yang harus dilayani. Semoga Pak Hari segera pulih kembali seperti semula.” Kata dokter.

“Oh Ok. Sekali lagi terima kasih ya Dok. Salam Sehat”. Jawab saya. Dokter itupun pergi untuk melayani pasien lainnya.

Percakapan saya dengan dokter tadi semakin membuat saya salut dan respek atas apa yang sudah dilakukan para  tenaga medis. Mereka melakukan tugasnya tanpa pamrih meski penuh resiko. Nyawa bahkan menjadi taruhannya. Di masa pandemi seperti ini,  para tenaga medis merupakan ujung tombak terdepan dalam memerangi covid 19. Meski begitu masih ada sebagian pihak yang tidak menghargai perjuangan dan pengorbanan mereka.

Sungguh sangat disayangkan perilaku tersebut. Bahkan hingga saat ini masih ada sebagian pihak yang tidak percaya jika  Covid 19 itu ada. Di lain pihak ada yang menjadikan pandemi ini sebagai alat untuk tujuan politik. Pihak-pihak inilah yang memiliki syahwat politik dengan menghalalkan segala cara.

Kita seharusnya sadar, bahwa saat ini ada musuh besar yang harus kita perangi bersama  yakni Corona. Kita bisa menang perang terhadap corona bila kebersamaan dikedepankan, dan mengesampingkan ego sektoral. Ujung terdepan perang melawan corona adalah para tenaga tenaga medis. Maka sudah seharusnya kita dukung mereka.

Saya adalah saksi bagaimana para medis menjadi garda terdepan perang melawan Corona ini. Tanpa rasa takut siang malam mereka berjibaku menghadapi ganasnya Corona. Saya dukung para tenaga medis. Saya dukung dokter, suster, dan para medis lainnya. Saya hormat, saya angkat topi untuk perjuangan para medis dalam melawan Corona di seluruh dunia. Salut! GBU All. (Hari Sriyanto S.Sos MM – Dosen Character Building Binus University).

Hari Sriyanto S.Sos MM - Dosen Character Building Universitas Bina Nusantara,Jakarta