Belajar dari Pesinden Mimin dan Apri

Oleh: Harı Sriyanto, S.Sos.,M.M

Mimin – Apri adalah  Pesinden (penyanyi dalam gamelan gending jawa) yang berjenis kelamin pria. Biasanya yang menjadi  Pesinden adalah wanita. Oleh karena itu, Mimin dan Apri menjadi unik dalam dunia Pesindenan. Keduanya memiliki talenta yang saling melengkapi. Mimin memiliki kemampuan verbal yang lucu, sementara Apri memiliki suara yang sangat bagus.

Mimin yang terlahir dengan nama asli Sukimin memiliki bakat oral. Ia padai memainkan kata-kata. Banyolannya yang segar membuat para penonton menjadi terhibur. Di sela-sela banyolan segar itu Mimin menyisipkan pesan-pesan mendidik atau petuah-petuah kehidupan, namun terkesan tidak menggurui siapapun. Dengan demikian, penontonpu dapat menerima aksi panggungnya.

Berbeda dengan Mimin, Apri yang bernama sebenarnya Panut Wibisono mempunyai talenta olah suara yang merdu. Bahkan, ia dapat nengalahkan suara perempuan. Saat men-gending (melantunkan lagu jawa), penonton akan terpesona dengan suaranya yang tinggi dan indah. 

Saat ini, keduanya dapat dikategorikan sebagai Pesinden fenomenal. Kehadiran mereka selalu ditunggu banyak orang. Dalam beberapa kesempatan, mereka diundang untuk mengisi acara televisi nasional.

Keduanya pernah memecahkan record dengan jumlah viewer terbanyak saat tampil live steaming di youtube.  Para fans mereka tidak hanya orang Indonesia yang sedang berada di tanah air. Orang Indonesia yang sedang merantau jauh di luar negeripun turut menantikan pertunjukkan mereka. 

Pernah ada anggota pasukan TNI yang kemudian merindukan tanah air usai menonton aksi mereka. Anggota TNI tersebut kebetulan sedang bertugas sebagai anggota tentara Perdaiman PBB di Sudan.

Penampilan Mimin dan Apri sanggup membuat kesenian wayang kulit digemari juga oleh kaum milenial dan anak-anak. Selama ini, biasanya kesenian wayang kulit hanya digemari oleh kalangan   berusia tua.  Mimin dan Samin bisa memadukan selera lintas generasi. Dalam dunia kesenian lokal (tradional), bisa melakukan hal itu merupakan sesuatu sulit, dan tidak semua  bisa melakukannya.

Apa yang  diraih Sukimin alias Mimin dan Panut Wibisono alias Apri merupakan buah dari proses panjang yang mereka lalui dengan tekun, penuh dedikasi dan cinta. 

Mimin memulainya dari pengamen jalanan. Selama bertahun-tahun ia menjadi pengamen jalanan. Kadang-kadang ia juga diundang menjadi MC pada acara di kampung. dengan honor berkulisar Rp. 50.000 – Rp. 75.00.-

Mimin tidak pernah patah semangat meski dengan upah yang kecil. Bahkan ia pernah tidak mendapat uang sama sekali saat mengamen. Namun, tanpa putus asa, Mimin tetap berkesenian. 

Berbeda dengan Mimin, Apri mulai menyanyi gending (lagu) jawa sejak berusia kelas 6 SD. Usai menamaptkan pendidikan dasar, Apri melanjutkan ke SMKI (Sekolah Menengah Kerawitan Indonesia) di Surakarta, Namun sayang. Ia tidak dapat menyelesaikan SMKI-nya. Namun,  meski selesai, ia tetap tekun berlatih vocal. 

Menginjak usia dewasa, Apri pernah kesulitan dengan pita suaranya. Tiba-tiba, suaranya  menjadi membesar. Ia tidak putus harapan. Ia tetap berlatih. Buah dari ketekunannya, ia memperoleh suara yang merdu melengking seperti suara perempuan. 

Pada masa awal karir mereka, masyarakat cedenderung menyepelekan mereka. Bahkan mereka sering mendapat cibirab orang. Mereka dibully banci, waria karena dandangan mereka yang feminim. Tetapi, terhadap cemoohan masyarakat keduanya tidak marah atau tersinggung. Mereka tetap berkesenian.  Bagi mereka cemoohan orang adalah adalah bentuk dukungan terhadap mereka dalam bentuk lain, meski tidak menyenangkan. Dari situlah mereka terus memelihara asa untuk menjadi professional.

Sekarang bekat kerja keras, penuh didikasi, tidak putus asa, keduanya menuai hasil yang membanggakan. Sebelum pandemi, jadwal panggung mereka bisa tiga kali sehari, pagi dan sore maggung dihajatan pernikahan, sementara malam hari di acara pagelaran wayang kulit. 

Pundi-pundi rupiah mereka terus terisi penuh menyertai panggung-panggung hiburan yang mereka isi. Bahkan keduanya telah memiliki usaha, sebagai investasi masa depan. Mereka  sadar dalam berkenian itu tidak abadi karena regenersi pasti akan terjadi.

Mimin alias Sukimin dan Apri alias Panut Wibisono adalah pribadi-pribadi yang luar biasa. Berbagai mereka dapat melewati halangan dan rintangan hidup mereka dengan sabar  tekun dan penuh cinta.

Perjuangan mereka kini tidak hanya membuahkan hasil secara finansil, tetapi juga secara sosial. Mereka menjadi special di mata masyarakat, mereka diterima, dihargai dan dihormati. Secara tidak langsung perjuangan mereka membuktikan eksistensi mereka telah turut membawa perubahan tentang cara pada masyarakat tentang. Sekurang-kurangnya tentang mereka dan dunia kehidupan mereka.  Masyarakat selalu menunggu kehadiran mereka setiap kali ada kesempatan untuk manggung. Mimin dan Apri juga menjadi pionir,  dengan hadirnya sinden-sinden pria.

Dari Mimin dan Apri kita semua dapat belajar bahwa soal kesuksesan dalam bidang apa saja tidak mengenal jenis kelamin, tidak mengenal orientasi seksual, tidak mengenal ras, tidak mengenal suku bangsa, tidak mengenal agama, dan juga tidak mengenal status sosial.

Sebab kesuksesan itu selalu tersedia bagi semua orang, bagi semua individu yang  penuh dedikasi, kesabaran, ketekuan dan cinta pada talenta yang Tuhan telah anugerahkan dalam diri setiap orang.

Harı Sriyanto, S.Sos.,M.M. Dosen Character Building, Universitas Bina Nusantara, Jakarta