Tukang Sampah Cantik

Oleh: Christian Siregar

Tukang sampah cantik, begitulah saya menggelari istri saya, Nur. Julukan itu saya berikan bukan tanpa alasan. Segala sampah dia kumpulkan di rumah. Plastik bekas, kertas bekas, kaleng bekas, pakaian dalam bekas dan sebagainya. Akibatnya pekarangan rumah kami kadang mirip tempat pembuangan sampah mini.

Awalnya saya sering komplain. Kotor amat nih rumah, keluh saya. Padahal sebenarnya sih tidak demikian, karena istri saya menata bagian per bagian dengan rapih. Tapi hanya karena tidak suka, saya kerap mengeluhkan hal-hal yang terkait dengan pengadaan stok sampah di rumah kami.

Tetapi sekarang saya tidak punya lagi alasan untuk mengeluh, karena istri saya telah membuktikan sampah-sampah itu berguna sangat di rumah. Banyak hiasan dibuat dari sampah itu, pohon natal, pot bunga, kotak tissue, tikar, taplak meja, pigura foto dan sebagainya. Semuanya tampak seperti hiasan berkelas dan mahal.  Wow. Bahkan bekerjasama dengan pemuda NU lokal mereka sempat berkolaborasi dalam workshop pemuda lintas-agama dan kemudian hasilnya dijual di sebuah galeri benda seni.

Dalam bab “Mengenal Tuhan melalui Alam” CB Agama dikatakan bahwa alam, biotik dan abiotik, memiliki hak yang setara dan sama dengan manusia. Termasuk sampah, memiliki nilai intrinsik pada dirinya sendiri. Sampah juga memiliki hak untuk diberikan perhatian, bukan hanya dibuang ke tong sampah.

Ada banyak gerakan peduli lingkungan, termasuk sampah, seperti Reduce, Reuse, Repair (3M), gerakan minimalis (pembatasi penggunaan AC, air, kantong plastik, dll). Semuanya itu adalah wujud cinta kita kepada Tuhan yang telah menciptakan alam. Semoga gerakan cinta lingkungan, sebagai tanda cinta kita kepada Tuhan menjadi gerakan yang makin luas di masyarakat. Butuh kesadaran dan pertobatan ekologis sebagai gerakan bersama di tengah.masyarakat.

Christian Siregar (Dosen Character Building, Universitas Bina Nusantara, Jakarta)