Tidak Ada Sukses Tanpa Kerja Keras – Proficiat 40 Tahun Binus

Oleh: Arcadius Benawa

Belum lama kita merayakan 40 tahun Binus. Kita terharu dan kagum, bagaimana bisa dari garasi tempat bimbel dengan kapasitas 15 orang bisa berkembang sedemikian hebat seperti Binus sekarang ini dengan segudang prestasi. Jujur sebagai binusian saya speechless dan hanya terlontar satu kata: dahsyat! Kedahsyatan itu kalau kita menyimak pidato Bapak Bernard Gunawan dan Bapak Carmellus, keduanya sepakat bahwa semua sukses Binus itu tak luput dari campur tangan Tuhan yang luar biasa. Namun saya juga melihat dan ikut merasakan bahwa sukses Binus tentu tidak instant. Ada kerja keras yang luar biasa. Melalui target capaian yang terumus dalam visi misi Binus mencermintkan adanya komitmen untuk kerja keras dari setiap Binusian. Dalam sekala sederhana saya implementasikan pada pengalaman saya. Kalau saya mau minta uang saku untuk sekolah, saya harus bekerja membantu orang tua lebih dahulu. Setiap hari Sabtu adalah jadwal olahraga di sekolah. Jauh-jauh hari saya sudah membantu orang tua. Entah menimba air untuk mengisi bak mandi, mencuci piring, menyapu kebun, atau sulak-sulak meja kursi.

Untuk minta sesuatu kepada orang tua, kami harus  membantu atau mengerjakan sesuatu dahulu, baru nanti akan diberi apa yang diminta. Bapak mengajari kami untuk berusaha atau bekerja dulu, tidak boleh hanya “krida lumahing asta” alias ngemis atau menadahkan kedua telapak tangan semata. Tidak ada hasil tanpa kerja keras.

Sikap dua Kepala rumah ibadah dan perempuan yang 12 tahun mengalami pendarahan yang memohon kesembuhan pada Yesus memberi gambaran jelas bagaimana iman diwujudkan dalam sikap rendah hati, percaya dan berupaya sekuat tenaga meski hambatan menghadang di depan.

 Sikap kerendahan hati terwujud bagaimana Yairus sebagai kepala rumah ibadah mau tersungkur di depan kaki Yesus. Ia harus menanggalkan jaim atau jaga gengsi sebagai pejabat public demi kesembuhan putrinya. Juga wanita yang sudah 12 tahun sakit pendarahan itu pun harus berani menerjang sinisme mayoritas yang menganggap perempuan yang sakit pendarahan sebagai orang najis.

Yairus dan wanita itu percaya bahwa Yesus dapat menyembuhkan mereka. Yairus berkata kepada Yesus demi putrinya yang sakit, “Letakkanlah tangan-Mu atasnya supaya ia selamat dan tetap hidup.” Bahkan wanita yang sakit pendarahan 12 tahun itu punya keyakinan kuat: “Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh.”

Yesus pun menanggapi mereka dengan berkata, “Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu.” Kepada Yairus, Ia juga memberi peneguhan, “Jangan takut, percayalah saja.”

Iman terwujud dalam upaya kita meretas segala hambatan dan tantangan. Seperti orangtua yang mendidik anak-anaknya untuk bekerja, membantu tugas orang tua, begitu pun Allah menghendaki kita selalu berupaya untuk meretas segala rintangan dan tantangan untuk maju dan berkembang.

Walaupun dihalang-halangi orang banyak, wanita itu berusaha menjamah jubah-Nya. Walaupun dicemooh orang banyak yang berkata, “Anakmu sudah mati, apa perlunya lagi menyusahkan Guru?”, tetapi Yairus tetap berupaya sekuat tenaga.  Mereka berdua pun sukses mendapat keselamatan.

Iman kita wujudkan dalam sikap kerendahan hati dan upaya, kerja keras sampai Allah mengabulkan permohonan kita. Percaya kepada Yesus, kita  tidak pernah akan gagal. Kiranya spirit itu pula yang telah dan akan terus mewarnai perjalanan dan perjuangan Binus menuju ke pesta emas Binus bahkan pesta intan Binus. Rintangan dan tantangan tidak akan mengecil tetapi seiring itu pula mesti kita perkuat keyakinan akan penyertaan Tuhan dalam kerja keras kita menuju sukses sukses yang lebih sukses di masa-masa mendatang. Tuhan selalu beserta kita. Immanuel. Semoga Ia yang telah memulai karya baik itu berkenan menyelesaikannya juga (Fil 1: 16)

Hati-hati dengan corona

Hindari kerumunan dimana aja

Kalau kita mau berusaha

Tuhan akan menyempurnakannya.