Panggilan Etis Merawat Alam: Membaca buku ‘Posisi dan Peran Manusia dalam Alam Menurut Deep Ecology Arne Naess (Tanggapan Atas Kritik Al Gore)’ karya Romo Dr. Barnabas Ohoiwutun

Oleh: Petrus Lakonawa, S.S., M.TH

Pengajar Character Building: Agama- BINUS University, Jakarta, Indonesia

Buku Posisi dan Peran Manusia Dalam Alam Menurut Deep Ecology Arne Naess (Tanggapan Atas Kritik Al Gore)ditulis oleh Romo Dr. Barnabas Ohoiwutun, seorang imam Katolik dari tarekat MSC yang mengajar di Seminari Tinggi Pineleng, Manado, Sulawesi Utara. Buku ini adalah hasil racikan dari disertasi S3-nya di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Jakarta yang berupaya merangkum pokok-pokok pemikiran Arne Naess tentang posisi dan peran manusia dalam alam.

Petrus Lakonawa 2

Arne Naess, sebagaimana ditafsir dan disajikan oleh Romo Dr. Barnabas Ohoiwutun dalam buku ini, berusaha melampaui cara pandang umum kebanyakan orang zaman ini yang berupaya merawat alam namun masih dibelenggu oleh kepentingan manusia. Cara pandang kebanyakan tersebut dinilai oleh Arne Naess sebagai cara pandang Shallow Ecology(Ekologi Dangkal) yakni suatu paradigma dan upaya untuk melestarikan alam (misalnya melalui usaha melawan pencemaran dan perusakan alam) semata-mata demi kepentingan manusia semata. Ekologi dangkal ini, menurutnya, masih terpenjara oleh cara pandang manusia modern yang antroposentris (dari kata Yunani ἄνθρωπος, ánthrōpos=manusia dan κέντρον, kéntron, atau dalam bahasa Inggris center=pusat) yang melihat manusia sebagai pusat atau prioritas di alam ini. Ekologi Dangkal dan Antroposentrisme melihat manusia sebagai terpisah dari alam dan merupakan makhluk superior di alam raya ini. Dengan kata lain, alam semesta dimengerti sebagai diperuntukan bagi kepentingan manusia.

Berbeda dengan pandangan tersebut, Arne Naess mengusung paradigma yang disebut Deep Ecology(Ekologi Dalam). Paradigma dan gerakan ini menolak antroposentrisme dan sebaliknya menganut egalitarianisme ekosfer, menganut juga prinsip keanekaragaman dan simbiosis, anti-kelas, berjuang melawan penceraman dan penipisan sumber daya alam DEMI ALAM ITU SENDIRI.

Bertolak dari pemahaman itu, Naess menyimpulkan bahwa alam itu hidup, luhur, baik, suci, kreatif, inklusif, sempurna dan bernilai pada dirinya serta patut menjadi tujuan dalam dirinya sendiri. Di dalam alam, semua adalah satu kesatuan yang saling terhubung dan saling memengaruhi. Semuanya memiliki hak yang setara untuk hidup dan berkembang serta memiliki kesempatan yang sama untuk mewujudkan dirinya. 

Dalam konteks seperti itu, Arne Naess memandang bahwa manusia itu merupakan bagian integral dari alam, terjalin erat dan menjadi satu kesatuan, satu keluarga dengan alam. Kendati demikian, sebagaimana disimpulkan oleh Romo Dr. Barnabas Ohoiwutun dari pembacaannya atas pemikiran Arne Naess, manusia juga memiliki keunikan dan keunggulan yang tersendiri baik dari sisi fisik biologis yang nampak pada otot dan otaknya maupun dari sisi filosofis yang tampil dalam kemampuan untuk berpikir dan kebebasannya. Karena keunikan dan keunggulan tersebutlah maka manusia mengemban tanggung jawab etis yang lebih jauh dibanding makhluk lain, yakni ia terpanggil untuk mengembangkan diri menjadi pribadi yang ekologis yaitu untuk menjaga, merawat dan memelihara alam semesta ini karena hanya manusialah yang sanggup melakukan hal-hal tersebut.

Romo Dr. Barnabas Ohoiwutun dalam buku ini merangkum 5 prinsip etis yang menjadi intisari pandangan Arne Naess:

Pertama, prinsip non-antroposentrisme: yang menjadi fokus dalam alam bukan manusia, melainkan ekosfer. Manusia hanyalah satu bagian dari ekosfer. Karena itu, manusia harus mengupayakan keselarasan hidup dengan alam dan makhluk lain.

Kedua, prinsip kesetaraan ekosfer. Setiap makhluk menyandang status yang setara, yakni sebagai bagian dari ekosfer. Di balik pengakuan ini, tampak jelas adanya sikap hormat terhadap makhluk lain, karena semua makhluk memiliki hak yang sama hidup dan berkembang.

Ketiga, prinsip realisasi diri. Mengingat setiap makhluk memiliki hak yang sama untuk hidup, maka semua makhluk memiliki kewajiban merealisasikan dirinya/tujuannya. 

Keempat, prinsip non-violence. Manusia adalah satu kesatuan dengan alam, maka tidak dibenarkan untuk membunuh makhluk lain. Karena membunuh atau mencederai makhluk lain selain merusak kesatuan, juga menghambat realisasi dirinya.

Kelima, prinsip pengakuan dan hormat akan kekayaan dan keanekaragaman hidup dalam hubungan symbiosis yaitu hubungan dalam kebersamaan yang saling memengaruhi dan menguntungkan. Oleh karena semua makhluk bernilai dan berkontribusi bagi kekayaan dan keanekaragaman hidup, maka setiap makhluk perlu dihargai dan dihormati.

Prinsip-prinsip etis ini dalam platform deep ecologydiarahkan untuk menjadi gerakan bersama secara global guna menghidupi gaya hidup ekologis yakni pola hidup yang sederhana, mengutamakan sikap berbagi, saling merawat dan memelihara, melestarikan dan mempromosikan kehidupan.

Buku Posisi dan Peran Manusia Dalam Alam Menurut Deep Ecology Arne Naess (Tanggapan Atas Kritik Al Gore)yang diterbitkan oleh Penerbit Kanisius, Yogyakarta pada tahun 2020 ini ditulis secara bernas, jernih, terpilah-pilah dan akan sangat memperkaya diskursus kuliah Character Building: Agama di BINUS University teristimewa dalam kaitan dengan topik Recognizing God by Nature(Mengenal Allah melalui Alam).#

Petrus Lakonawa, S.S., M.TH (Dosen Character Building, Universitas Bina Nusantara, Jakarta)