Don’t Judge the Book from the Cover

Oleh: Dr. Arcadius Benawa

Penulis adalah Dosen Character Building, Universitas Bina Nusantara, Jakarta

Pernahkah Anda mengalami bahwa usaha dan kebaikan Anda tidak dihargai?  Tentu tidak mudah melakukan kebaikan. Pasti ada banyak hambatan yang menghadang.  Kita bisa merasa sedih, kecewa, putus asa, marah, jengkel ketika usaha kita tidak diterima dan dihargai, bahkan disepelekan atau ditolak justru oleh orang yang Anda harapkan menjadi pendukung utama Anda.

Seorang istri yang dengan tulus bangun pagi-pagi membuat secangkir kopi untuk suami. Saking sibuknya sang suami langsung pergi, tak sempat menyentuh kopi buatan istri yang sudah disedikan di meja. Ucapan terimakasih pun tak sempat keluar dari mulut sang suami. Hati sang istri begitu kecewa merasakan tanda cinta dan perhatiannya dicuekkan sedemikian rupa. Ia merasa tak dihargai jerih payah dan pengorbanannya.

Seorang anak bisa depresi berat karena tidak pernah dipercaya oleh orangtuanya. Dia memutuskan minggat dari rumah karena merasa tidak dihargai. Ada lagi anak yang selalu melawan orang tuanya. Setelah ditelusuri, ternyata ketika masih di dalam kandungan, ibunya tidak mengharapkan kelahirannya. Ia merasa kalau tidak diterima.

Pengalaman ditolak, tidak dihargai pernah dialami oleh Yesus. Ketika Dia kembali ke kota asal-Nya, orang-orang di sana mempertanyakannya? Istilah Mgr. Anton Subianto, OSC, Uskup Bandung itulah contoh persahabatan itu justru menghinakan. Justru karena dekat, kenal orang malah tidak menghargai, bahkan cenderung menghina. Mungkin Anda juga pernah merasakannya. Orang lain sangat menghargai Anda, tetapi orang yang sangat dekat dengan Anda menyepelekan Anda, cenderung mem-bully Anda.

Itulah pula yang dialami Yesus. Orang-orang yang mengetahui asal-usul dan latar belakang keluarga-Nya cenderung mengejek dan berkata, “Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan, bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?”

Orang tidak melihat apa yang real dilakukan, tetapi malah terbelenggu pada asal-usul si pelaku. Kualitas real perbuatan Yesus diragukan. Ia tidak dipercaya mengingat tempat asal-usul-Nya adalah Nazareth. Sebuah desa yang jauh dari percakapan orang. Bahkan Natanael pun pernah berkata, “Adakah yang baik datang dari Nazareth?” Rupanya, kecenderungan orang-orang itu hanya melihat kulit luarnya, bukan pada esensinya. Itu sebabnya, mereka tidak mengerti siapa sebenarnya Yesus, karena terperangkap oleh pola pikirnya sendiri.

Oleh karena itu, tidak semestinyalah kita itu menilai sebuah buku hanya dari cover luarnya. Bacalah isi bukunya barulah kita akan tahu apa isi yang terkandung di dalam buku itu. Don’t judge the book from the cover, kata peribahasa.

Kita pun sering kurang bisa menghargai apa yang ada di lingkungan kita sendiri. Nilai-nilai luhur budaya Nusantara terlantar, tetapi budaya asing malahan dipuja-puja. Contohnya, busana daerah, tarian dan adat budaya. Tetapi nanti ketika giliran orang lain memblow-up hebatnya budaya kita, kita teriak-teriak. Teriakan yang mencerminkan kepicikan diri kita.

Kita masih ingat bagaimana kita sempat bikin demo-demo waktu Reog Ponorogo diklaim orang Malaysia. Kita suka kebakaran jenggot. Maka, mari hargailah hasil budaya sendiri, nanti orang lain juga akan menghargai kita.

Orang-orang Nasaret tidak bisa menghargai apa yang mereka miliki. Perlakuan terhadap Yesus itu sudah menunjukkan buktinya. Mereka ini hanya bisa mencela, melecehkan, menghina dan merendahkan. Tidak mau membuka hati terhadap kebaikan-kebaikan orang lain. Mestinya mereka bangga bahwa orang dari desanya bisa hebat seperti Yesu situ. Namun mereka telah termakan oleh paradigmanya sendiri bahwa dari Nasareth tak mungkin ada yang baik.

 Kehormatan seseorang akan tampak jika dia bisa menghargai orang lain, siapapun mereka lebih-lebih orang yang dekat dengan kita entah itu orang tua, suami/istri, anak, saudara, kerabat, teman ataupun sahabat kita.

Pergi ke Senayan membeli bakso.

Ke Gajahmada kita makan bakmi.

Belajarlah dari Elisha Orcarus Allaso.

Mencintai adat dan budaya pertiwi.