Mari perangi Korupsi

Oleh: Hari Sriyanto, S.Sos.,M.M (Dosen Character Universitas Bina Nusantara, Jakarta)

DATA yang dikeluarkan Transparency International Indonesia (TII) tahun 2020 menunujukkan,  Indeks Persepsi Korupsi Indonesia, berada di peringkat ke-102 dari 180 negara. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia merosot dari skor 40 (skala 0-100) pada 2019 menjadi 37 pada 2020. Rasa-rasanya sulit sekali untuk membersihkan, atau paling tidak meminimalisasi korupsi di negeri ini. Jumlah pengungkapan kasus korupsi terus meningkat, dengan modus dan jenis pelaku kian beragam.

Berbicara tentang korupsi, patut disadari bahwa penanganannya bukan hanya merupakan tanggung jawab Komisi Pemberantasan Korupsi dan penegak hukum saja, tetapi juga memerlukan peran serta masyarakat. Menghadapi masalah korupsi yang sudah mengakar di negara kita, maysrakat tidak boleh hanya berdiam diri. Seperti yang diakatakan Napoleon Bonaparte  ; “The world suffers a lot. Not because of the violence of bad people but because the silence of good people”. Bahwa, dunia sudah banyak menderita. Bukan karena tindakan dari orang-orang jahat, melainkan karena orang-orang baik yang hanya diam.

Harus diakui, sikap pesimisif, skeptis dan apatis pada perbuatan korupsi, menyebabkan korupsi tumbuh subur di negara ini.  Masyarakat yang apatis menyebabkan kebutaan akan hak-haknya serta bersikap menyerah pada penyalahgunaan yang dilakukan oleh pejabat, sementara pejabat pemerintahan yang tidak berprinsip hanya akan mengikuti arus dominan yang ada di lingkungan kerjanya tanpa bisa berpikir kritis dalam memahami dan melaksanakan hak dan kewajibannya.

Peran serta masyarakat yang baik sangat penting mengingat bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi tidak memiliki perwakilan di daerah, maka cukup sulit untuk Komisi Pemberantasan Korupsi dalam mengawasi tindak pidana korupsi di seluruh Indonesia. Dengan adanya partisipasi masyarakat di daerah, maka akan membantu Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menjalankan tugasnya untuk memberantas tindak pidana korupsi.

Kita ketahui bersama bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga negara yang bersifat independen dan dalam menjalankan tugasnya bebas dari kekuasaan manapun.  Oleh karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi tidak bisa bekerja sendirian untuk memberantas korupsi. Peran serta masyarakat dibutuhkan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi , dalam pasal 41 ayat (5) dan pasal 42 ayat (5) diatur mengenai hak dan peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Peran serta masyarakat diwujudkan dalam bentuk antara lain, mencari, memperoleh, memberikan data, atau informasi terkait tindak pidana korupsi. Masyarakat juga memiliki hak untuk menyampaikan saran dan pendapat serta melaporkan dugaan tindak pidana korupsi. Peran serta masyarakat ini paling tidak harus memenuhi tiga esensi yaitu, perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat, kebebasan yang bertanggungjawab bagi masyarakat untuk menggunakan haknya, dan penciptaan ruang yang leluasa bagi masyarakat untuk berperan serta. Untuk itulah, sebagai warga negara yang baik, sudah seyogyanya kita turut aktif dalam memberantas korupsi. Sikap skeptida dan apatis hendaknya kita hilangkan, dan rasa optimis serta mendukung peneggakan hukum untuk pemberantasan korupsi harus kita kedepankan.