Bumi ini milik Anak Cucu Kita
Oleh: Hari Sriyanto, S.Sos.,M.M (Dosen Character Universitas Bina Nusantara, Jakarta)
Setiap tanggal 22 April kita memperingati Hari Bumi, yang dimaksudkan untuk mengapresiasi lingkungan di planet ini dan meningkatkan kesadaran publik tentang polusi.
Gagasan munculnya Hari Bumi pertama kali digalakkan oleh pengajar lingkungan Amerika Serikat Gaylord Nelson pada 1970. Tepatnya pada 1969, Nelson mulai tergerak setelah melihat kerusakan lingkungan akibat tumpahan minyak besar-besaran di Santa Barbara, California. Ia kemudian terinspirasi untuk mengorganisir melakukan pengajaran secara nasional yang berfokus pada mendidik masyarakat tentang lingkungan.
Gagasan Nelson tersebut ternyata mendapat dukungan dari berbagai pihak di selutuh dunia. Kondisi bumi yang semakin hari semakin mengkhawatirkan, menjadi alasannya. Kerusakan lingkungan mungkin masih dipandang sebelah mata oleh banyak orang. Hanya apabila dibiarkan, bisa berakibat pada kepunahan.
Meningginya permukaan air akibat pemanasan global, masifnya sampah plastik di lautan hingga hilangnya area hijau, merupakan sebagian ancaman yang tengah dihadapi oleh bumi kita dewasa ini.
Tugas kita sebagai manusia pun tak bisa dipandang modah, yakni untuk menjaganya. Namun faktanya, manusia dianggap sebagai salah satu pemeran utama yang bertanggung jawab akan rusaknya alam. Manusia telah mengganggu keseimbangan alam dan, sebagai akibatnya, dunia menghadapi tingkat kepunahan terbesar sejak kita kehilangan dinosaurus lebih dari 60 juta tahun yang lalu. Tetapi tidak seperti nasib dinosaurus, kepunahan spesies di dunia kita saat ini adalah hasil dari aktivitas manusia.
Kementrian Lingkungan Hidup mencatat, penghancuran global yang belum pernah terjadi sebelumnya dan pengurangan yang cepat dari populasi tumbuhan dan satwa liar secara langsung terkait dengan penyebab yang didorong oleh aktivitas manusia. Hal itu dapat dilihat antara lain terkait perubahan iklim, deforestasi, hilangnya habitat, perdagangan manusia dan perburuan, pertanian yang tidak berkelanjutan, polusi dan pestisida.
Menyikapi fakta itersebut, ada baiknya kita untuk melkaukan instropeksi, dan tidak hanya menyalahkan pidak lain. Kita bertanya pada diri sendir apa yang telah kita perbuat untuk menjaga bumi ini. Sudahkah kita menjadi warga dunia yang baik ? Benarkah kita menjaga lingkingan kita ? Sudahkah kita membuang sampah pada tenpatnya, menggunakan energi listri secukupnya ? Dalam kenyataannya, negara maupun dunia sekali pun tidak dapat berbuat banyak untuk menjaga alam, apabila kita tidak memulainya dari hal kecil yang kita lakukan sehari-hari. Marilah kita berubah berubah demi Bumi yang lebih baik, dan tentunya untuk anak cucu kita di masa depan. Karena sejatinya bimu ini bukan milik kita, tapi milik anak cucu kita yang dititipkan pada kita. Hingga sudah selayaknya kalua kita harus merawat bumi ini sebaik-sebaik-baiknya.