Merawat Kearifan Lokal Ekologis Masyarakat Gunung Mutis NTT

Empowering the society merupakan salah satu misi Universitas Bina Nusantara. Untuk mewujudkan misi tersebut, Character Building Development Center (CBDC), salah satu pusat pengembangan pendidikan karakater di lingkungan Universitas Bina Nusantara mengembangkan program penguatan budaya lokal (local culture).

Dalam rangka penguatan budaya lokal tersebut, CBDC mengadakan FGD secara daring pada Rabu (3/2) dengan topik, “Diskursus Merawat Kearifan Lokal Ekologis Masyarakat Mutis, NTT. Tujuan FGD ini adalah untuk mendapatkan perspektif dan masukan dari masyarakat terkait isu penurunan status gunung Mutis di Timor Barat NTT menjadi Kawasan Wisata oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. FGD ini diikuti oleh 53 perserta. Sebagian besar peserta adalah tokok masyarakat yang berasal dari sekitar gunung Mutis.

FGD menghasilkan beberapa pemikiran yang selengkapnya dituangkan dalam notulensi sebagai dasar untuk melakukan pendampingan terhadap masyarakat lokal yang tinggal disekitar gunung Mutis, Timor-NTT.

Gunung Mutis adalah pusat dari segala aspek kehidupan masyarakat Timor. Gunung Mutis adalah sumber kehidupan dan sekaligus menunjukkan keunikan tatanan masyarakat Timor. Gunung Mutis adalah jantung sejarah masyarakat Timor. Hal ini telah diletakkan di dalam hati nurani dan memori bersama masyarakat Timor. Sejarah mencatat bahwa selama masa penjajahan, upaya untuk mengatasi dan mengubah tatanan hidup masyarakat Mutis selalu menemui kegagalan. Bangsa penjajah hanya dapat memahami keunikan dan kesatuan masyarakat Mutis yang solid. Inilah faktor penting yang menjadi pemikat dan pendorong untuk selalu menjaga dan merawat Gunung Mutis, masyarakat dan kelangsungan hidupnya dari generasi ke generasi.

Berbicara tentang status gunung Mutis kini sebagai cagar alam dan nanti jika berubah menjadi taman nasional, menyentak kita dan mengingatkan pada realitas krisis yang terjadi di sana antara lain krisis kerusakan alam dan krisis kekeringan yang berdampak pada kekurangan air. Ingatlah akan keunikan dalam sistem kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi yang telah menjadi tatanan nilai orientasi pada kebaikan masyarakat bersama, bonum communae, tanpa intervensi yang bernuansa eksploitasi.

Karena itu, beberapa harapan yang muncul dalam diskursus ini antara lain; Pertama, wilayah kawasan Mutis yang begitu luas dan besar harus dibaringi dengan kebijakan besar bagi masyarakat lokal yang orientasi pada kepentingan kehidupan dan kesejahteraan. Kedua, di balik diskursus ini terdapat pemikiran besar dari setiap bidang keilmuan yang jarang terungkap dan publikasi. Diskursus ini harus mampu menemukan solusi terbaik bagi kelangsungan hidup gunung Mutis dan masyarakat sekitar serta masyarakat Timor seluruhnya.  Ketiga, gunung Mutis dalam sejarah kontemporer tetap menjadi pusat kehidupan masyarakat lokal, pemerintah setempat serta pemerhati, pemikir, dan cendekiawan. Komponen tersebut diharapkan terlibat langsung dalam mengatasi problematika kontemporer. Semoga diskursus ini menghasilkan pemikiran pragmatis dalam rangka merawat kearifal lokal ekologis masyarakat Mutis, masyarakat Timor.

Rekomendasi:

  1. Eksistensi Gunung Mutis sebagai cagar alam dan cagar budaya tetap dijaga dan dirawat. Karena itu perlu revitalisasi masyarakat adat dan desa adat demi menjaga dan merawat gunung Mutis.
  2. Masyarakat lokal menjadi penentu utama Status Gunung Mutis entah dinaikkan atau diturunkan.
  3. Kebijakan pemerintah setempat adalah membangun dan bekerja demi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat lokal.
  4. Kebijakan pemerintah terarah pada pemberdayaan dan edukasi masyarakat lokal demi peningkatan kualitas hidup dan kesejahtaraan.
  5. Mengadakan pertemuan besar antara jajaran pimpinan daerah kabupaten TTU, TTS, Malaka, Kupang dan Distrik Oecussi Timor-Leste bersama tokoh adat masyarakat Mutis, aktivis lingkungan serta Grup Peduli Mutis.

“Gunung Mutis adalah misteri kehidupan masyarakat Timor. Sebagai misteri, ia hanya dapat didekati dan dipeluk sebagai sumber kehidupan sejak dulu kala, kini, dan sepanjang masa.”