Makna Kecerdasan Spiritual Dalam Kitab Pengkhotbah

by: Simon Mangatur Tampubolon

Kitab Pengkhotbah berisi catatan-catatan Pengkhotbah dalam melihat, menikmati, mengkritik dan memaknai kehidupan. Catatan  tersebut menjadi dasar pegangan bagi kita untuk apa yang disebut di zaman ini sebagai “Kecerdasan Spiritual”

Danah Zohar dan Ian Marshall, yang dikenal sebagai pencetus istilah Spiritual Intellegence  atau kecerdasan spiritual mendefinisikannya sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.[1]

Dari definisi tersebut dapat dimengerti bahwa kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan dalam memberi atau menangkap makna atas sebuah persoalan dengan wawasan yang luas dan mengejahwantahkan makna tersebut dalam suatu tindakan atau jalan hidup yang bernilai.

Richard A. Bowell mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang digunakan untuk mengembangkan tingkatan diri, untuk mengintegrasikan konflik dan menjadi lebih daripada diri kita.[2]  Definisi ini senada dengan penjelasan Michael Levin, bahwa: Kecerdasan spiritual, dengan pemahaman perseptual yang lebih luas, akan memungkinkan kita melihat dan mengetahui apa yang tidak mampu kita lihat atau ketahui – sampai sekarang.[3]  

Definisi definisi kecerdasan spiritual di atas menunjukkan bahwa kercerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menemukan perspektif yang benar dalam melihat dan memaknai berbagai hal dalam kehidupan ini. Dan bila itu dikaitkan dengan iman, maka kecerdasan spiritual adalah kemampuan seseorang untuk mengejawantahkan iman dalam hidup setiap hari.[4]

Mengejawantahkan iman dalam kehidupan sehari-hari adalah proses menjalani hidup di bawah Matahari atau di bawah langit dengan melihat, menikmati dan mengevaluasinya dalam prespektif di atas Matahari atau langit dengan tujuan untuk memperoleh kepuasaan  sejati dari kehidupan di dunia yang sudah jatuh dalam dosa ini dan untuk menyiapkan diri menuju kehidupan di atas Matahari atau langit.

Dalam tiga ayat Pengkhotbah yang menggunakan kata “di bawah langit” ini:

Pkh 1:13  Aku membulatkan hatiku untuk memeriksa dan menyelidiki dengan hikmat segala yang terjadi di bawah langit. Itu pekerjaan yang menyusahkan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan diri.

Pkh 2:3 Aku menyelidiki diriku dengan menyegarkan tubuhku dengan anggur,  —  sedang akal budiku tetap memimpin dengan hikmat  — , dan dengan memperoleh kebebalan, sampai aku mengetahui apa yang baik bagi anak-anak manusia untuk dilakukan di bawah langit selama hidup mereka yang pendek itu.

Pkh 3:1  Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya.

kita diajar untuk membulatkan diri kita dalam rangka memeriksa dan menyelidiki hidup ini dalam batas waktu yang pendek dan misterius.  Kata memeriksa dan menyelidiki mengandung makna untuk menemukan akar-akar suatu masalah yang ada pada diri kita dan lingkungan kita.

            Tentu memeriksa dan menyelidiki ini adalah pekerjaan yang melelahkan, sebagaimana dikatakan sendiri oleh Pengkhotbah (Pkh.2:3) karena memang ini pekerjaan yang tidak mudah. Untungnya, Pengkhotbah menunjukkan bagi kita bagaimana melakukannya dengan Tuhan yang tidak selalu berbuat seusai dengan harapan kita.


[1] Danah Zohar dan Ian Marshall. Kecerdasan Spiritual (Bandung: Mizan 2007), 4

[2] Richard A. Bowell. The 7 Steps of Spiritual Ouotient (Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2004), 10.

[3] Michael Levin. Spritual Intelligence ; Membangkitkan Kekuatan Spiritual dan Intuisi Anda (Jakarta: Gramedia, 2005), 30.

[4] Alan E. Nelson. Spiritual Intelligence (Yogyakarta: Andi, 2011), 6.