FENOMENA TEOLOGI KRISTEN PADA MASA COVID 19

by: Daulat Tambunan

I. Latar Belakang

Memasuki tahun 2020 ini, Indonesia memiliki banyak tantangan. Salah satu dari tantangan tersebut adalah masuknya wabah covid-19 yang disebabkan oleh virus corona, atau lengkapnya SARS-CoV-2. Wabah ini pertama kali teridentifikasi di Wuhan, Cina, pada Desember 2019. Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan wabah itu sebagai Kesehatan Masyarakat Darurat dari Kepedulian Internasional pada 30 Januari 2020.[1] Sebelum kita membahas lebih jauh, mungkin ada baiknya kita mengenal perbedaan istilah wabah, epidemi dan pandemi.Wabah merupakan istilah bagi sebuah kejadian dengan cangkupan geografis atau wilayah tertentu. Wabah bersifat kecil tapi luar biasa dampak yang ditimbulkan dalam hal ini bisa terjadi pada periode waktu, tempat, dan populasi tertentu. Peningkatan jumlah kasus masih tergolong kecil jika dibandingkan dengan jumlah ‘normal’ yang bisa diantisipasi. Wabah sendiri biasanya bisa dapat dikendalikan karena dengan cangkupan yang kecil setidaknya bisa diatasi hingga akhirnya wabah berakhir. Pada awalnya seperti yang kita ketahui Virus Corona (Virus Covid 19) menyerang beberapa orang di suatu tempat di Wuhan. Virus ini menjangkit beberapa orang sekaligus. Maka ini berarti corona telah menjadi wabah di Wuhan. Dalam hal ini kejadiannya adalah kejadian Wabah Ebola yang sempat menggencarkan Afrika, dikarenakan afrika merupakan salah satu wilayah yang terpencil dan aktifitas untuk keluar yang tidak banyak menyebahkan wabah ebola yang terjadi di afrika saat itu bisa dikendalikan dan tidak menyebar di seluruh dunia[2] Sedangkan epidemi merupakan skala yang lebih besar dan menyebar dibandingkan wabah. Epidemi lebih besar dan menyebar yang awalnya bermula pada 1 wilayah, sekarang bisa terjadi diluar dari wilayah tersebut. Singkatnya, ketika wabah telah menyebar pada area yang lebih luas, maka penyakit tersebut telah masuk dalam kategori epidemi. Oleh karena itu pada saat Virus Corona (Virus Covid 19) sudah keluar dari Wuhan dan ternyata ada kasus Virus Corona (Virus Covid 19) di wilayah selain wuhan maka Wabah Virus Corona (Virus Covid 19) yang semula di Wuhan menjadi Epidemi Virus Corona (Virus Covid 19) yang menyebar lebih luas lagi. Para ahli epidemiologi pun tahu bahwa wabah Virus Corona (Virus Covid 19) telah menyebar luas, yang menandakan bahwa upaya pengurungan tidaklah cukup atau sudah terlambat. Ada banyak upaya yang dilakukan pada fase ini salah satunya adalah melakukan lockdown untuk mencegah keluar masuknya kasus Virus Corona (Virus Covid 19) yang terjadi.

Pandemi sendiri adalah suatu wabah penyakit global. Menurut World Health Organization (WHO), pandemi dinyatakan ketika penyakit baru menyebar di seluruh dunia melampaui batas. Sedangkan istilah pandemi menurut KBBI dimaknai sebagai wabah yang berjangkit serempak di mana-mana meliputi daerah geografi yang luas. Pandemi juga dapat dimaknai dalam pengertian yang paling klasik, yaitu ketika sebuah epidemi menyebar ke beberapa negara atau wilayah dunia. Wabah penyakit yang masuk dalam kategori pandemi adalah penyakit menular dan memiliki garis infeksi berkelanjutan. Karena itulah ketika ada kasus epidemi yang terjadi di beberapa negara selain negara asalnya terjadi, akan tetap digolongkan sebagai pandemi.

Pandemi umumnya diklasifikasikan sebagai epidemi terlebih dahulu yang penyebaran penyakitnya cepat dari suatu wilayah ke wilayah tertentu. Contoh dari pandemi ini adalah wabah virus Zika dan HIV. Virus Zika dimulai di Brasil pada 2014 dan menyebar ke Karibia dan Amerika Latin, sedangkan HIV awalnya merupakan epidemi di Afrika Barat selama beberapa dekade, yang kemudian dianggap sebagai pandemik pada akhir abad ke-20.[3] Pandemi memang berada dalam tingkatan yang paling serius dibandingkan wabah dan epidemi. Hal terparah yang bisa terjadi adalah jika Status Pandemi ini akan keluar. Status ini akan keluar jika suatu kejadian berlangsung sudah meluas di berbagai wilayah yang ada didunia. Artinya dalam hal ini penyakit dikategorikan sebagai pandemi, yang merupakan kejadian luar biasa hingga menyebabkan banyak orang terjangkit bahkan meninggal dunia.Contoh kasus yang perlu kita ketahui untuk membedakan epidemi dan pandemi, contohnya jika seorang pelancong yang sakit dengan Virus Corona (Virus Covid 19) yang kembali ke AS dari Cina tidak membuat pandemi, tetapi begitu mereka menginfeksi beberapa anggota keluarga atau teman, ada beberapa perdebatan. Jika wabah lokal baru terjadi, ahli epidemiologi akan setuju bahwa upaya untuk mengendalikan penyebaran global telah gagal dan merujuk pada situasi yang muncul sebagai Status Pandemi.

Dari Wikipedia sendiri, melansirkan bahwa Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), suatu pandemi dikatakan terjadi bila ketiga syarat berikut telah terpenuhi:

  • Timbulnya penyakit bersangkutan merupakan suatu hal baru pada populasi bersangkutan,
  • Agen penyebab penyakit menginfeksi manusia dan menyebabkan sakit serius,
  • Agen penyebab penyakit menyebar dengan mudah dan berkelanjutan pada manusia.

COVID-19 dimulai sebagai epidemi di China sebelum menyebar ke seluruh dunia dalam hitungan bulan dan menjadi pandemi [4]

Selain pandemic covid 19 ini mempengaruhi sendi-sendi dalam kehidupan manusia, pandemi  ini juga mempengaruhi perubahan berteologi di dalam gereja dan hamba-hamba Tuhan yang berkecimpung di dalamnya.Dibahas lebih lanjut pada bagian kedua berikut

II. Fenomena Teologi Masa Covid 19

Berbagai fenomena teologi terjadi pada masa covid antara lain, pertama ibadah fisik ditutup selama hampir dua bulan ini, maka ini berdampak bagi banyak gereja, apalagi gereja-gereja besar. Kolekte-kolekte tidak terkumpul, apalagi persepuluhan krn tidak ada ibadah fisik. Tempat-tempat ibadah yang kontrak, otomatis dua bulan ini defisit habis, karena bayar sewa tetap tidak digunakan dan tidak ada pemasukan. Tempat-tempat yg sudah dibeli, maintenance-nya tetap harus dikerjakan, tetapi pemasukan berkurang habis. Ini lebih berdampak bagi gembala jika gembala hidup dari pemasukan gereja. Apalagi yang gaya hidupnya hedon. Karenanya, ada pendeta-pendeta yang hedon yang berkhotbah tentang persembahan dan persepuluhan, karena dua bulan tinggal di rumah ini berdampak besar bagi pemasukannya. Itu sebabnya berseliweran kotbah-khotbah tentang persepuluhan di lini massa.

Kedua, banyaknya video-video dan khotbah-khotbah tentang akhir zaman yang dihubungkan dengan pandemi covid sebagai tanda kedatangan Tuhan.

Ketiga, pertentangan antar tokoh gereja di media sosial mengenai kesembuhan ilahi.

Hal ini penulis memaparkan analisis Alkitab dan Sosial pada bagian ketiga dibawah ini.

III. Analisis Alkitab, Sosial dan Sains Terhadap Perubahan Teologi Masa Pandemi Covid 19

1. Analisis Alkitab

Alkitab dan kekristenan adalah sesuatu yang berjalan berdampingan. Kekristenan tanpa Alkitab adalah bukan kekristenan  sejati, begitu pula Alkitab tanpa kekristenan adalah hal yang mustahil karena hakekat kekristenan berada didalam Alkitab.  Alkitab memegang peranan penting dalam menjelaskan karya Allah terhadap manusia. “Segala sesuatu yang diberitakan dan dibuat oleh Gereja, haruslah diukur menurut kesaksian Alkitab.”[5] Hal ini kembali menerangkan bahwa kekristenan haruslah berdasarkan kepada Alkitab sebagai sumber sejati dari iman kekristenan itu sendiri. 

            Apabila hal ini benar adanya penting bagi orang percaya untuk mengenal Alkitab secara intim agar mengerti pentingnya pemahaman tentang doktrin Alkitab bagi praktek berteologi. Secara garis besar pengenalan Alkitab ini dibagi menjadi empat bagian, pertama pengenalan Alkitab secara garis besar, kedua  keselarasan tema didalam Alkitab, ketiga pengenalan akan Yesus dan karyaNya,  keempat penafsiran yang tepat akan Alkitab dan yang kelima kesimpulan.

Pengenalan Alkitab secara garis besar

“Manusia tidak pernah dapat menemukan Allah dengan pikirannya sendiri.”[6] Oleh karena itu Allah sebagai pencipta memberikan Wahyu kepada manusia agar manusia dapat mencari Allah. Manusia sendiri mempunyai tendensi secara tidak sadar untuk mencari penciptanya, karena secara alam dibawah sadarnya manusia mengakui bahwa dirinya sendiri tidak mungkin ada secara alami atau kebetulan. Hal ini yang disebutkan sebagai pewahyuan. Wahyu atau pewahyuan dari Allah kepada manusia terbagi menjadi dua yaitu wahyu umum dan wahyu khusus.

            “Wahyu umum disebut begitu karena penerimanya (semua orang) dan pokok permasalahannya (teologi secara luas).”[7] Wahyu umum ini bersifat universal dimana setiap orang dengan indera yang mereka punya dapat merasakan adanya Allah sang pencipta. Pada saat manusia melihat gunung yang tinggi, bunga yang bermekaran atau langit yang biru, manusia mengerti bahwa ada suatu kekuatan yang memegang kendali atas dunia dan seisinya. Dari pewahyuan umum ini kita dapat melihat banyaknya agama-agama atau kepercayaan yang lahir dari keinginan untuk merasakan kehadiran sang pencipta. Agama atau kepercayaan itu mencoba mencari eksistensi Allah dalam korelasinya dengan kehidupan manusia. Api sebagai kekuatan yang menghancurkan dianggap sebagai potret diri Allah atau air yang memberikan hidup dianggap sebagai sisi kebaikan Allah. Tetapi pewahyuan umum ini tidak memberikan pokok permasalahan yang ingin disampaikan Allah sang pencipta. Oleh karena itu berkembang agama atau kepercayaan yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan dengan alam semesta sebagai pokok pemikiran mereka, yang dianggap sebagai suatu keinginan Allah itu sendiri. Disini permasalahan yang muncul, setiap orang akhirnya dapat merasa mempunyai ide sendiri akan keinginan Allah.

            Bagian kedua dari pewahyuan adalah Wahyu khusus, dimana Allah berbicara dengan manusia. “Allah berbicara kepada umat-Nya melalu bermacam-macam cara (Ibr 1:1-3), yang mana pewahyuan itu kemudian dituliskan untuk kita.”[8] Penulisan ini dibukukan menjadi satu dan menjadi Alkitab yang kita punya sekarang. “Alkitab menceritakan peristiwa-peristiwa yang berhubungan erat dengan manusia dan tempat tertentu.”[9] Crampton dalam bukunya mengatakan bahwa pewahyuan Alkitab bersifat progresif, yang berarti Allah tidak mengungkapkan segalanya sekaligus tetapi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan manusia.[10] Dari jaman penciptaan bumi dan langit sampai mengenai akhir jaman tertulis didalam Alkitab yang kita punyai sekarang.

            Alkitab sebagai sebuah buku terbagi menjadi Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB). “Perjanjian Lama terdiri dari Taurat Musa, Kitab Nabi-nabi, dan Kitab Mazmur. Perjanjian Baru terdiri dari keempat Injil, yang mencatat pelayanan Yesus di Bumi. Kisah Para Rasul, yang menuliskan “pendirian” dan pertumbuhan gereja pertama, surat-surat dari rasul-rasul, yang memaparkan ajaran para rasul kepada gereja pertama, dan Kitab Wahyu”.[11] Secara total ada 66 kitab didalam PL dan PB, 39 kitab didalam PL dan 27 kitab didalam PB. “Menurut pandangan teologi yang baru Alkitab tidak persis sama dengan Firman Allah, akan tetapi Alkitab menyaksikan Firman Allah.”[12] Berdasarkan ini semua Nabi-nabi dan para Rasul adalah jalan bagi Allah dalam menerangkan diriNya sendiri.

            Coote dan Coote dalam bukunya berkata Perjanjian Lama atau sering disebut sebagai Kitab Suci Ibrani (karena ditulis dalam bahas Ibrani, dengan beberapa dalam Bahasa Aram) secara umum berbentuk sastra. Secara aslinya tidak terdapat dalam kitab-kitab yang terpisah seperti yang kita lihat sekarang tetapi berada didalam satu gulungan, tergantung Panjang pendeknya suatu tulisan. Tetapi pada saat kanonisasi Alkitab, pembagian dan pengurutan kitab-kitab dilakukan agar mempermudah pembacaan dan juga mempertajam nubuatan yang tertera didalamnya. Contoh pengurutan ini adalah Kitab Hosea sampai dengan Maleakhi yang menunjuk kepada kedatangan Juru Selamat.[13]

            Perjanjian Baru dimulai dari kelahiran Yesus Kristus di Bethlehem. Jarak antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah 400 tahun. PB berpusat pada karya Yesus didunia, meskipun begitu tidak berarti Yesus tidak mengindahkan PL, bahkan Yesus belajar dan mengenal ayat-ayat di PL. Lebih detail mengenai Yesus dan karyanya akan dijelaskan dibagian ketiga pada makalah ini.

            Alkitab seperti bentuk yang kita miliki sekarang adalah hasil kanonisasi di Konsili Karthago pada tahun 397 Masehi. “Ini tidak berarti bahwa Gereja (atau seseorang) mempunyai otoritas untuk menentukan apa yang termasuk dan apa yang bukan sungguh-sungguh Firman yang sempurna.”[14] Isi Alkitab sebenarnya sudah diakui oleh semua orang percaya pada waktu itu, kanonisasi hanyalah mengukuhkan Alkitab yang terdiri dari 66 kitab tersebut adalah Firman Allah, dan menolak tulisan-tulisan lain diluar itu. Kitab-kitab PL sebenarnya sudah lengkap pada tahun 400 SM dan isi PB sudah diterima pada tahun 70 M. Kanonisasi sebagai tongkat pengukur hanyalah sebagai pengesahan oleh Gereja akibat banyaknya tulisan-tulisan bidat diluar yang membingungkan umat.

Keselarasan tema didalam Alkitab

Alkitab sebagai bentuk pewahyuan khusus oleh Allah kepada manusia mempunyai tema yang selaras dari jaman PL ke jaman PB. Dari sejak awal di Kitab Kejadian kita bisa melihat karya Allah yang menciptakan langit dan bumi memberikan tempat khusus atau special kepada manusia yaitu Taman Eden, tetapi oleh perbuatan manusia yang tidak patuh kepada perintah Allah, manusia jatuh kedalam kedosaan dan keluar dari Taman Eden.

            Meskipun manusia sudah memberontak kepada Allah dan jatuh kedalam kedosaan, kita bias melihat bahwa Allah masih terus melindungi dan mendampingi manusia didalam sejarah kehidupan mereka. Mulai dari Adam dan keturunannya, Abraham dan keturunannya, sampai terbentuknya bangsa Israel yang merupakan keturunan Yusuf. Allah masih tetap mendampingi manusia dan menjaga manusia agar selamat dalam kehidupannya.

            Pada jaman Musa, barulah Allah memberikan suatu aturan tertulis dalam menjalani hidup mereka, dalam bentuk sepuluh perintah Allah. Hal ini tetap merupakan upaya Allah dalam menjaga manusia untuk mencapai keselamatan mereka.

            Nubuatan-nubuatan yang dilakukan para nabi-nabi di PL juga mengulangi tema keselamatan tersebut. Mereka semua menyuarakan seorang yang akan datang untuk membela manusia (dalam hal ini bangsa Israel) dan memberikan kemenangan. Seperti telah disebutkan dibagian sebelumnya Kitab Hosea sampai dengan Maleakhi mereka menyuarakan datangnya sang penebus.

            Perjanjian Baru dimulai dengan kelahiran Yesus, dalam kelahiranNya pun telah terlihat karya agung Allah. Kelahiran Yesus dari perawan Maria menunjukkan besarnya Allah dalam bekerja untuk menyelamatkan manusia. Kelahiran Yesus, pengajaran Yesus, penyaliban Yesus, kematian Yesus dan kebangkitan Yesus merupakan kerja Allah dalam memberikan upaya bagi manusia untuk diselamatkan. Karya ini pun telah dinubuatkan didalam PL oleh nabi-nabi terdahulu, sehingga Yesus adalah kulminasi atas PL. Begitu juga didalam PB Yesus pun tetap menggunakan kitab-kitab para nabi didalam pengajaranNya, Ia tidak membuang apa yang telah dituliskan didalam PL, melainkan Ia menggenapi apa yang telah dinubuatkan oleh para nabi-nabi terdahulu. “Yesus mengutip dari Perjanjian Lama sebagai sumber otorotatif. Ia menyebutnya “Firman Allah”. Ia percaya bahwa seluruhnya adalah pernyataan Allah yang diilhami oleh Roh Kudus dan karena itu berwenang.”[15] 

            Akhirnya kita bisa melihat bahwa sejak PL bahwa Allah terus bekerja memberikan manusia karya keselamatan melalui tulisan-tulisan para nabi dan akhirnya dikulminasikan dengan kedatanga Allah sendiri menjadi manusia didalam bentuk Yesus Kristus. Tema Alkitab selalu sama, yaitu keselamatan manusia, di PL diajarkan mengenai hukum Taurat dan bagaimana melakukan penebusan dosa manusia yang diberitakan melalui Musa  dan di PB dimana Yesus datang dan berkorban untuk penebusan manusia melalui penyaliban dan kematianNya.

Pengenalan akan Yesus dan karyaNya

Donald Guthrie didalam bukunya menyatakan bahwa pada jaman gereja awal, orang-orang tidak hanya tertarik kepada siapa Yesus itu melainkan juga pada pekerjaanNya. Kedua hal ini memang sangat berhubungan erat, sehingga kita akan melihat apa yang dilakukan Yesus dalam pekerjaanNya dan dampak yang terjadi kepada para muridNya yang terjadi kemudian.[16]

            Para murid-murid Yesus sebagai saksi mata akan pengajaran Yesus diinspirasikan oleh Roh Kudus dalam melanjutkan pewartaan kepada dunia. Para murid-murid Yesus bersedia mati untuk memberitakan kabar baik ini. Karena lewat kematian Yesus di kayu salib dan kebangkitanNya keselamatan manusia terjadi.

            Tetapi yang penting untuk dicamkan adalah kemauan Yesus untuk mengosongkan diriNya dan menerima cawan pahit yang harus Ia terima dalam menebus dosa manusia. Donald Guthrie menyimpulkan dalam bukunya mengenai pengorbanan Yesus sebagai berikut:

  • Yesus menghampiri kematian sebagai suatu tindakan sukarela
  • Kematian Yesus dihubungkan langsung dengan penghapusan dosa-dosa
  • Ada bukti bahwa Yesus mengerti kematianNya sebagai bersifat mewakili
  • Yesus menganggap Diri-Nya sebagai pengganti dalam arti bahwa Ia mengingatkan kepada dan menggenapi apa yang dikatakan dalam Yesaya tentang Hamba yang Menderita
  • Penderitaan Yesus mempunyai aspek eskatologis, suatu pendahuluanyang perlu bagi perwujudan penuh dari Kerajaan Allah.[17]

Penafsiran yang tepat akan Alkitab

Alkitab sebagai sumber yang terpercaya untuk mengerti Tuhan harus dibaca secara proporsional. PL tertulis didalam Bahasa Ibrani dan sebagian dalam Bahasa Aram, PB tertulis dalam Bahasa Yunani. Penerjemahan kepada bahasa ibu pembaca sudah banyak dilakukan, tetapi oleh karena alih bahasa ini sering kali arti yang tersirat tidak dapat mencapai pembacanya. Oleh karena itu pembaca Alkitab haruslah juga belajar untuk menafsirkan Alkitab dalam mempelajari Firman Tuhan dan apa yang ingin disampaikan oleh penulisnya.

            “Menafsir adalah kegiatan yang biasa kita sekalian lakukan setiap hari didalam hidup kita. Pada saat kita mendengar pernyataan lisan atau membaca pernyataan tertulis dan berusaha untuk memahaminya, kita sebenarnya melakukan penafsiran (eksegese).”[18]  Hal ini kita lakukan untuk benar-benar mengerti arti dan tujuan penulisan itu, dalam hal ini Alkitab. Ada beberapa poin atau urutan dalam menafsirkan Alkitab secara benar, yaitu Kritik Teks, Kritik Historis, Kritik Tata Bahasa, Kritik Sastra, Kritik Bentuk, Kritik Tradisi, Kritik Struktur, dan Kritik Kanonik.

Kritik Teks

Pada saat kita mulai membandingkan teks Alkitab dengan terjamahan bahasa lain, kita dapat menemukan susunan kata kata yang berlainan atau bacaan-bacaan yang bervariasi. “Hal ini terjadi karena tidak ada satupun naskah-naskah asli, atau autograf-autograf , dari tulisan alkitabiah yang masih terpelihara. Yang masih tertinggal adalah salinan-salinan dari salinan-salinan.”[19]

            Ada empat jenis variasi teks:

  1. Variasi diantara naskah-naskah dalam bahasa aslinya
  2. Variasi diantara naskah-naskah dalam terjemahan kuno
  3. Variasi diantara naskah-naskah tulisan kuno didalam bahasa aslinya dan naskah-naskah tulisan dari terjemahan kuno
  4. Variasi kutipan-kutipan didalam karya tulis Yahudi dan Kristen[20]

Oleh karena banyaknya variable yang mempengaruhi, seseorang tidak dapat melakukan kritik teks terhadap Alkitab secara keseluruhan, haruslah dipilih suatu permasalahan tertentu yang akan dilakukan kritik teks dan dari situ semua variable yang berbeda-beda diterjemahkan dan digabung menjadi penafsiran yang benar.

Kritik Historis

Kritik historis mendasarkan diri pada dua hal yaitu, sejarah didalam teks Alkitab itu dan sejarah teks Alkitab tersebu. Sebagai contoh, Kitab kejadian mengenai penciptaan langit dan bumi beserta manusia pertama bukanlah ditulis oleh Adam sendiri, melainkan oleh Musa ribuan tahun kemudian.

            “Semenjak berkembangnya kesadaran modern mengenai sejarah dan metodologi-metodologi yang dihasilkannya, maka dalam penafsiran tulisan-tulisan alkitabiah aspek-aspek historis tulisan-tulisan itu mulai mendapat perhatian lebih besar lagi dan benar-benar tidak dapat lagi diabaikan.”[21] Oleh karena itu penafsir Alkitab haruslah ikut serta dalam memasukkan dirinya kedalam jaman dan waktu dimana teks Alkitab itu tertulis, dan juga jaman dan waktu penulisnya menuliskan teks tersebut.

Kritik Tata Bahasa

Kritik tata bahasa berbeda dengan kritik teks, kritik tata bahasa mencari arti dari tatanan kata-kata yang digunakan didalam teks Alkitab. Hal ini penting karena frasa-frasa yang digunakan pada saat penulisan Alkitab sangat berbeda dengan frasa-frasa yang kita gunakan di abad ini, sehingga seringkali pembaca Alkitab tidak mengerti secara jelas maksud dan tujuan penulisan itu sendiri.

            Dalam melakukan kritik tata bahasa ada 5 pedoman yang harus pembaca pegang:

  1. Kata-kata asli dalam Alkitab (Ibrani, Aram dan Yunani) seringkali mempunyai arti yang beraneka ragam.
  2. Penulis dan tokoh Alkitabiah tidak lebih menyadari sejarah kata-kata atu ungkapan-ungkapan yang mereka pakai.
  3. Pada umumnya kata-kata atau frasa-frasa tidak mempunyai arti teologis yang khusus.
  4. Suatu konsep teologis dapat diungkapkan secara berlainan.
  5. Petunjuk terbaik adalah konteks penulisan tersebut.[22]

Kritik Sastra

“Kritik sastra menaruh perhatian pada topik-topik yang luas: struktur karangan dan karakter teks, teknik-teknik gaya bahasa, pemakaian gambar-gambar dan simbol-simbol oleh pengarang, efek-efek dramatis dan estetis yang ditimbulkan sebuah karya dan sebagainya.” [23] Penafsir Alkitab jaman sekarang sangat terbantu apabila mengerti pandangan yang diajukan oleh penulisnya untuk meyakinkan pembacanya akan hal yang disampaikannya.

Kritik Bentuk

“Kritik bentuk menekankan hubungan yang penting antara jenis sastra, lingkungan sosial dan kelembagaannya yang khusus serta latar belakang budayanya secara keseluruhan.”[24] Kitab Mazmur adalah salah satu Kitab yang paling berhasil di tafsirkan dengan menggunakan Kritik bentuk. Pola, nada dan struktur dari Kitab Mazmur adalah jelas, sehingga bisa dibagikan menjadi ratapan (baik perseorangan atau sebagai kelompok), ucapan syukur dan puji-pujian.

Kritik Tradisi

Kritik tradisi penting dalam memahami Alkitab karena dengan pengenalan akan tradisi kita yang hidup di abad sekarang dapat memahami apa yang terjadi atau apa yang ingin diungkapkan oleh penulis pada jaman mereka sendiri.

            Setiap kelompok kebudayaan mempunyai tradisi mereka sendiri dan itu akan memberikan petujuk mengenai tujuan dari warisan penulisan itu.  Penulis di PL maupun PB menggunakan petunjuk-petunjuk melalui tradisi yang mereka lakukan didala penulisan mereka. Haru diingat bahawa kritik tradisi sangat bergantung kepada kritik-kritik sebelumnya.

Kritik Redaksi

“Kritik redaksi menunjuk pada bentuk penafsiran yang memusatkan perhatian terutama pada satu atau sejumlah tahap penyuntingan yang bermuara pada atau yang pada akhirnya menghasilkan tulisan atau teks dalam bentuknya yang terakhir hingga satu atau sejumlah tahap terakhir dari tradisi yang nampak telah terkristalisasi dalam bentuk tulisan.”[25]

Berdasarkan kritik redaksi ini kita bisa melihat di PB bahwa Injil markus adalah yang merupakan sumber untuk Injil Matius dan Lukas. Hal ini bukan berarti bahwa kedua Injil yang lainnya adalah sebuah kopi dari Injil Markus, melainkan Injil Matius dan Injil Lukas menambahkan detail-detail yang belum tertulis didalam Injil Markus, sehingga membuat narasi yang diceritakan menjadi lebih lengkap.

Kritik Struktur

“Kritik struktur adalah metodologi yang dikembangkan untuk menganalisa setiap macam kenyataan sosial dan kegiatan-kegiatan manusia apapun.”[26] Contoh yang paling mudah dimengerti mengenai kritik struktur dia Alkitab adalah mengenai Perumpamaan Orang Samaria yang Baik Hati (Luk. 10:30-35), secara struktural seorang Imam adalah orang yang benar-benar beragama dan mengerti Allah dan orang Samaria adalah kebalikan dari itu. Tetapi dalam perumpamaan ini terlihat bahwa seseorang yang tidak mengerti Allah bahkan lebih beragama dari seorang Imam bangsa Yahudi.

Kritik Kanonik

Kritik kanonik adalah penafsiran teks-teks Alkitab sebagai Kitab suci yang punya suatu kewibawaan dan peranan khusus didalam umat beriman. Ada 5 hal yang harus diperhatikan dalam penafsiran dengan kritik kanonik:

  1. Sifatnya sinkronis, mengarahkan pembaca dengan teks
  2. Pembacaan teks-teks akan berbeda-beda tergantung pada umat beriman mana yang membaca, yang berarti pemahaman-pemahaman iman akan berbeda-beda.
  3. Kanonisasi membuat arti nas tidak bergantung pada pemakaian kata itu semula atau pemakaiannya dalam sejarahnya
  4. Menolak untuk menafsirkan teks secara sendiri-sendiri, yang berarti teks itu harus dibaca sebagai bagian dari Alkitab secara keseluruhan
  5. Pendekatan kanonik bersifat teologis[27]

2. Analisis Sosial dan Sains

Pertentangan antar tokoh Gereja yang marak di media sosial tak akan pernah bisa selesai jika mereka yang meramaikan konflik itu belum mampu memahami perbedaan pendapat, iman dan sains, dan menpatkannya pada posisi yang tepat.  Perdebatan atas iman yang tidak memiliki pembuktian adalah tidak produktif. Sebaliknya, Kristen Nusantara sepatutnya dapat hidup berdampingan dengan rukun dengan mereka yang berbeda iman untuk saling mendengarkan.

Sebagai masyarakat komunal, masyarakat Indonesia tidak pernah memaksakan pendapatnya, musyawarah mufakat menjadi ciri khasnya. Demikian juga terkait pengakuan iman individual atau kelompok agama tertentu , di negeri yang tersohor dengan toleransinya ini, setiap individu  atau kelompok agama bebas mengemukakan pandangannya, tentunya dengan cara-cara yang santun.

Keyakinan agama yang tidak memiliki pembuktian itu sejatinya tak perlu diperdebatkan. Menyerang keyakinan agama tertentu sama saja memancing perseteruan yang tidak ada habis-habisnya. Bahkan pertentangan yang terjadi dalam gereja tak pernah bisa selesai dengan cara saling menyesatkan.

Di Indonesia agama-agama mengakui pentingnya sains, pengetahuan yang memiliki kepastian dan pembuktian. Sains tidak perlu dipertentangkan dengan agama. Bahkan agama-agama mengakui ada persesuaian iman dengan ilmu pengetahuan. Kristen mengakui bahwa teologi (iman yang mencari pengetahuan) tidak bertentangan dengan sains. Meski riset teologi berbeda dengan riset empiris yang memerlukan pembuktian.

Kita tentu paham, pendapat adalah pengetahuan yang tidak pasti maupun terbukti. Jika kita ingin menulis opini atau pendapat, tentu saja kita akan melakukan riset sederhana untuk mengetahui dan memahami sebuah kejadian atau peristiwa. Data-data tentang kejadian itu kita kumpulkan sehingga kita memahami apa, mengapa dan bagaimana peritiwa itu bisa terjadi. Setelah itu berdasarkan sudut pandang yang kita ingin sampaikan dan didukung dengan bidang keahlian kita, maka kita memberikan pendapat atas kejadian atau peristiwa itu.

Riset pendapat atau opini yang kita lakukan bukanlah sebuah riset untuk membuktikan suatu kebenaran seperti ketika kita melakukan Penelitian empiris. Riset yang dilakukan untuk membuat sebuah pendapat itu hanya sampai pada perumusan sebuah hipotesis yang masih perlu dilakukan Penelitian lebih lanjut. Itulah sebabnya pendapat itu pengetahuan yang tidak pasti, dan juga belum memiliki pembuktian ilmiah. Tapi, kita perlu belajar mengemukakan pendapat untuk mengasah otak.

Berbeda dengan iman yang memiliki kepastian namun tidak dapat dibuktikan. Iman bahwa Allah menyatakan diri kepada manusia yang secara sempurna dinyatakan dalam kehidupan Kristus, dan yang kemudian dicatat dalam Alkitab adalah sebuah pengetahuan yang pasti. Mereka yang memegang iman terhadap Alkitab adalah Firman Allah tak pernah goyah di serang dengan cara pembuktian ilmiah apapun. Bahkan iman memiliki kepastian jauh lebih kuat dari sains. Banyak orang berani menderita bahkan mati demi imannya, tetapi sedikit orang yang memilih menderita atau mati untuk mempertahankan temuan sains. Itulah sebabnya konflik antar agama kerap meluas dengan melibatkan para pengikut tokoh agama itu.

Umat Kristen percaya Alkitab adalah Firman Tuhan, karena Allah yang benar yang mengatakannya. Sehingga dengan demikian dapat dipahami Alkitab adalah Firman Allah, karena Allah yang benar tidak mungkin berdusta. Jika pertanyaan lebih lanjut diutarakan, memang bisa saja ada jawaban dari mereka yang percaya Alkitab adalah Firman Allah, tapi jawaban itu bukan merupakan pembuktian. Namun,, tidak berarti iman itu tidak memiliki kepastian meskipun pembuktiannya terbatas, atau tak memiliki pembuktian.

Orang Kristen beriman Alkitab adalah Firman Allah, karena itu orang Kristen menggali Alkitab untuk mengenal Allah lebih dalam, dan pengetahuan tentang Allah yang digali dari dalam Alkitab dipercaya sebagai Firman Allah karena anugerah Tuhan, atau karya Roh Kudus.

Terkait dengan penyataan Allah dalam Alkitab setidaknya ada dua kelompok. Pertama mereka yang percaya Allah memberikan data-data atau fakta-fakta dalam Alkitab. Kemudian orang percaya menggali data-data tersebut, dan berdasarkan data-data tersebut dibuatlah sebuah hipotesis atau teori.

Kelompok yang kedua mengatakan bahwa Allah bukan hanya menyatakan data-data atau fakta-fakta tentang Allah, tetapi juga Allah secara langsung menjelaskan tentang fakta-fakta itu. Ambil contoh, fakta Injil dipaparkan dalam kitab Injil Matius, Markus dan Lukas. Kemudian kitab-kitab selanjutnya menjelaskan tentang fakta Injil itu.

Kedua pandangan tersebut hampir tak memiliki perbedaan, hanya saja pandangan kedua akan lebih rendah hati untuk tidak menjelaskan apa yang Alkitab tidak jelaskan. Sedang yang pertama akan selalu tergoda membuat hipotesis dari data-data yang dikumpulkan meski data-data Alkitab itu masih sangat sederhana. Ketika seseorang membangun sebuah hipotesis dari data yang sangat sederhana ini, maka pengetahuan itu bisa digolongkan pada pendapat bukan hasil rumusan teologi ilmiah.

Perdebatan yang terjadi biasanya bukan hanya pemahaman Alkitab yang terbatas, tetapi juga pemahaman peristiwa yang akan dikomentari juga terbatas. Pada kondisi ini kedua belah pihak yang berkonflik harus dengan rendah hati mengakui bahwa pendapatnya tidak memiliki kepastian dan juga tidak memiliki pembuktian. Pada tataran ini perbedaan pendapat tidak harus membawa kepada konflik.

Sains memiliki kepastian dan juga pembuktian. Berdasarkan riset ilmiah, virus corona dapat menyebar dari seorang yang positif corona kepada orang lain melalui hubungan dengan orang yang terinfeksi virus corona, bahkan orang yang terpapar virus corona meski tidak menunjukkan gejala-gejala sakit dapat menjadi media penyeberan virus corona.

Penyebaran virus corona menjadi sulit dikendalikan karena orang yang terpapar virus corona yang tidak menunjukkan gejela-gejala sakit, meski tidak disadari dapat menjadi media untuk menyebarkan virus corona. Bahkan, benda-benda yang disentuh oleh orang positif terinfeksi corona dapat menjadi media penyebaran virus corona. Itulah sebabnya penyebaran virus corona yang tidak berdampak besar itu dapat menular dengan cepat keberbagai penjuru dunia, dan mengakibatkan korban meninggal yang tidak sedikit.

Berdasarkan temuan sains itulah maka pemerintah memberikan imbauan sampai pada pelarangan untuk ibadah pada tempat ibadah yang membentuk sebuah perhimpunan yang dapat menjadi media penyebaran virus corona. Beberapa hamba Tuhan yang biasa melayani pelayanan mujizat  bertekad untuk meminta mujizat Tuhan untuk mengusir corona. Sebenarnya itu sah-sah saja, selama Hamba Tuhan itu tetap menjaga jarak fisik terhadap pasien terinfeksi virus corona.

Doa untuk mengusir virus corona dengan memohom mujizat Tuhan tidak salah, apalagi Alkitab melaporkan bahwa Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya melakukan banyak mujizat. Jadi pengetahuan tentang laporan-laporan Alkitab tentang mujizat membuat ada Hamba Tuhan yang beriman bahwa corona bisa diusir melalui doa-doa untuk memohon mujizat Tuhan.

Iman terhadap mujizat bagi beberapa hamba Tuhan itu sebuah kepastian, karena ada laporan Alkitab, dan memereka juga mengalami pengalaman langsung dengan mujizat. Terlepas benar atau tidak belum ada Penelitian yang mendalam, karena Ketika umat Kristen berdoa meminta mujizat, taka ada seorangpun yang tahu doa siapa yang dijawab Tuhan. Tapi, mereka percaya jika mujizat terjadi itu karena kemurahan Tuhan.

Perdebatan terjadi Ketika iman dikaitkan dengan pembuktian. Mereka yang percaya bahwa Tuhan sanggup mengusir corona kemudian diminta membuktikan keyakinan imannya. Itu tentu saja tidak tepat. Karena tanpa pembuktian iman memiliki kepastian. Maka perdebatan pembuktian atas iman merupakan perdebatan yang tidak produktif.

Umat Kristen  perlu belajar mendengar satu dengan yang lain. Mendengarkan keyakinan iman saudara-saudaranya yang berbeda secara arif. Para hamba Tuhan di Indonesia perlu rendah hati untuk saling mendengarkan. Mempromosikan keyakinan iman perlu dilakukan dengan cara-cara damai, seperti awal mulanya masuknya agama-agama di Indonesia. Karena iman mempunyai kepastian tapi tidak memiliki pembuktian. [28]

Umat Kristen perlu melaksanakan imbauan pemerintah Indonesia untuk menjaga jarak fisik atau phisical distancing. Ibadah di rumah sebagai penerapan menjaga jarak fisik bukan merupakan pengakuan bahwa Corona sukses mengalahkan kemahakuasaan Tuhan. Tapi, ibadah di rumah untuk sementara waktu merupakan wujud kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama manusia dengan bersatu seirama melawan wabah virus corona.

Wabah corona bukan dongeng isapan jempol, apalagi sekadar untuk  mengguncang iman umat beragama, sehingga tokoh-tokoh agama atau gereja perlu tampil menenangkan umat nya karena termakan dongeng corona. Kita tentu berharap jangan ada yang mendongengkan Covid-19 karena kita semua berharap badai Covid-19 akan segera berlalu.

Wabah virus corona yang penyebaran amat cepat dan saat ini sudah menjangkiti 200 negara di dunia, dan telah merenggut nyawa puluhan ribu manusia itu adalah realitas. Dengarkanlah ratapan mereka yang harus kehilangan anggota keluarganya karena direnggut virus corona. Wabah corona bukan dongeng.

Penelitian laboratorium modern membuktikan bahwa virus corona menyebar dengan cepat kepada siapapun tanpa kecuali. Ini adalah realitas, sebuah temuan empiris yang dapat dibuktikan oleh siapa saja. Hanya mereka yang buta sains yang berani mencoba-coba keganasan wabah corona.

Pengujian kecepatan penyebaran corona itu juga merupakan temuan penelitian eksperimen, ratunya penelitian empiris kuantitatif yang dapat digeneralisasikan. Artinya penularan corona yang amat cepat itu bisa terjadi dimana saja diseluruh belahan dunia ini.

Tidak peduli doktrin gereja apa yang  dipegang, semua orang tidak kebal terhadap penyebaran covid-19.  Kebenaran itu didukung penelitian kuantitatif eksperimen yang dapat di generalisasikan karena didukung data yang amat memadai. Penelitian itu membuktikan bahwa siapapun dapat terpapar corona tanpa terkecuali.

Penelitian lebih lanjut juga menjelaskan wabah corona dapat dihindari dengan menjaga diri untuk tidak tertular virus corona dan secara bersamaan juga melindungi orang lain dari penularan corona karena siapapun bisa jadi media penyebaran corona.

Kemampuan manusia membendung penyebaran virus corona melalui menjaga jarak fisik merupakan hasil penelitian eksperimen kuantitatif yang dapat digeneralisasikan. Artinya di wilayah manapun di dunia ini manusia yang memiliki komitmen untuk melindungi diri dari tertular virus corona, dan menjaga diri untuk tidak menjadi media penularan corona, yakni dengan menjaga jarak fisik, dapat membendung wabah corona di wilayahnya.

Berdasarkan penelitian itu dilakukanlah isolasi mandiri untuk memastikan apakah Orang Dalam Pemantauan itu bebas dari virus corona di rumah, untuk menghindari anggota keluarga tertular corona. Ada juga isolasi (karantina) di rumah sakit untuk Pasien Dalam Pemantauan, jika pasien dalam pemantauan itu perlu pemantauan dokter untuk dapat disembuhkan dari penyakit yang diidapnya, dan juga dikuatirkan akan menulari mereka yang belum terpapar virus corona.

Demikian juga ada karantina wilayah untuk melindungi sebuah wilayah dari penyebaran virus corona dari wilayah lain. Indonesia menerapkan Pembatasan sosial berskala besar untuk membendung virus corona. Pembatasan sosial berskala besar itu berarti bukan hanya membatasi transportasi umum, tapi juga dengan meliburkan sekolah, melakukan ibadah di rumah dan juga pembatasan operasional kantor-kantor dan pabrik-pabrik yang menimbulkan kerumunan.

Mengingat anti virus corona belum ditemukan, maka temuan para ahli untuk membendung penyebaran corona adalah menjaga jarak sosial atau menjaga jarak fisik. Orang yang positif terinfeksi corona bisa menulari orang lain, meski orang yang positif terinfeksi corona itu tak menyadari dirinya terinfeksi corona karena tidak merasa ada gejala-gejala sakit.

Memaksakan beribadah dengan alasan Tuhan akan melindungi peserta ibadah dari penularan virus corona sama saja menganggap wabah corona itu dongeng. Wabah virus corona yang telah ditetapkan Lembaga Kesehatan Dunia (WHO) sebagai pandemi. Karena itu memaksa diri untuk beribadah dalam rumah ibadah dalam bentuk perhimpunan yang dapat membahayakan peserta ibadah sama saja dengan menyangkali realitas wabah virus corona.

Orientasi beragama yang hanya untuk kepentingan individu atau kelompok akan berdampak buruk bagi agama itu sendiri. Politisasi agama yang menggunakan agama untuk kepentingan individu atau kelompok merupakan contoh orientasi beragama yang bukan untuk kemuliaan agama itu. Akibatnya, agamalah yang paling dirugikan dalam politisasi agama itu. Wajah garang agama kerap hadir dalam politisasi agama yang sejatinya bukan penampilan diri agama itu sendiri, tapi agama telah diperalat untuk kepentingan tertentu.

Orientasi beragama sejatinya tertuju untuk memuliakan Tuhan, bukan untuk kemuliaan individu atau kelompok tertentu. Dalam Kristen orientasi beragama yang benar harus tertuju pada kerinduan untuk mengasihi Allah dan mengasihi sesama.”Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”

Orientasi beragama yang memuliakan Tuhan itu terlihat pada praktik beragama yang memuliakan Tuhan dan mengasihi sesama. Pada praktiknya, mengasihi sesama manusia harus lebih dulu dilakukan, dan melalui tindakan mengasihi sesama itu seseorang akan tahu apakah dia mengasihi Allah atau tidak. Agama itu untuk manusia, maka pengetahuan akan Tuhan sejatinya akan membawa seorang Kristen mengasihi sesamanya.

Mengasihi sesama itu sendiri adalah sebuah tindakan aktif bukan pasif atau dengan menunggu untuk dikasihi. “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang  perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.”

Orang Kristen, mengasihi sesamanya karena Tuhan lebih dulu mengasihi manusia. Karena kemurahan Tuhan, maka Yesus mati di kayu salib untuk menebus dosa manusia. Kemurahan Allah itu menjadi dasar bagi manusia untuk mengasihi sesamanya sekaligus sebagai ungkapan mengasihi Tuhan.

Seorang yang mengasihi Tuhan sejatinya harus lebih dulu mempraktikkan kasih kepada sesama. Dan orang yang dapat mengasihi sesama sejatinya adalah orang yang mampu mengasihi dirinya secara benar. Berarti menjaga diri agar tidak tertular virus corona harus berjalan seiring dengan komitmen untuk menjaga orang lain agar tidak tertular virus corona.

Melakukan ibadah bersama dalam sebuah perhimpunan besar pada saat wabah corona sebenarnya membuktikan minimnya kasih terhadap sesama kalau tidak ingin dikatakan wujud egoisme beragama, yang bertahta pada mereka yang membandel untuk tidak menjaga jarak fisik dengan tetap berhimpun dalam rumah ibadah.

Demikian juga pembenaran bahwa ibadah bersama di gelar dengan memerhatikan keselamatan setiap orang yang beribadah dengan memeriksa seteliti mungkin agar yang hadir dalam ibadah adalah orang yang bebas dari virus corona menunjukkan minimnya sadar bencana wabah corona. 

Beribadah di rumah sesungguhnya adalah wujud kasih kasih kepada Tuhan dan sesama. Dan wujud kasih kepada Tuhan itu tampak dengan beribadah di rumah dengan menjaga diri agar tidak tertular corona, dan juga melindungi orang lain agar tidak tertular virus corona.

Beribadah di rumah tidak menyangkali kemahakuasaan Tuhan. Apalagi virus corona bisa menyebar kepada saudara-saudara kita yang lain jika kita abai menjaga diri untuk tidak  menjadi media penyebaran virus corona. Beribadah dirumah merupakan wujud kasih kepada Tuhan dan dedikasi terhadap sesama untuk bersatu memerangi wabah corona. Kiranya badai corona cepat berlalu.

Khotbah-khotbah akhir zaman disukai oleh sebagian orang di negeri ini karena pertama,  kultur masyarakat yang masih menyukainya. Masyarakat yang seperti ini tidak mengutamakan rasio tetapi perasaan religius mistis. Kita tahu sejak dahulu kala di negeri ini ada banyak ramalan Joyoboyo, ada Ratu Adil. Selain itu, dalam kesusahan dan penderitaan, kecenderungan manusia adalah untuk lari dari kesusahan atau penderitaan. Perasaan religius mistis ini menyediakan jembatan bagi orang untuk lari dari kesusahan atau penderitaan, untuk mencari jalan pintas, dan akhir zaman menjadi salah satunya.

Orang yang mengutamakan rasio tidak akan menelan khotbah akhir zaman karena ketika ada kesusahan atau penderitaan, termasuk wabah global, maka ia akan berusaha semaksimal mungkin berjuang mencari jalan keluar atau setidaknya selamat melaluinya.

Kedua, pengkhotbah-pengkhotbah akhir zaman, dalam banyak kejadian, memperoleh keuntungan pribadi darinya. Cukup banyak kemudian yang mendorong pengikutnya untuk memberikan persembahan, dukungan keuangan, bahkan menyerahkan harta kekayaan mereka kepada Tuhan melalui pemimpin mereka.

Ketiga, pengkhotbah-pengkhotbah yang menyatakan ini-itu sebagai tanda akhir zaman berada dalam delusi, karena Yesus sendiri menyatakan tidak seorangpun tahu, malaikat yang ada dekat tahta Allah pun tidak. Kalau sampai ada pengkhotbah yang menyatakan bahwa ia tahu akhir zaman akan datang dengan tanda ini dan itu, berarti ia lebih tahu daripada malaikat. Ini sesungguhnya adalah delusi. Jika ini dipertahankan terus, ia berada dalam delusional syndrome, dari Grandeur, kepada Megalomaniacal bahkan bisa kepada Messiah dellusional syndrome. Jika kita mengikuti pemimpin rohani seperti itu, segeralah tinggalkan. Kita pun akan hidup dalam delusi akhirnya.. Yesus berkata: “Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorang pun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anak pun tidak, hanya Bapa sendiri” (Mt. 24:36).

IV. Kesimpulan

Sebagai seorang Kristen dan hamba Tuhan  yang berteologi pada masa pandemic covid seperti ini penting baginya untk mengenal setiap bagian dari Alkitab seperti yang telah di jabarkan diatas. Teolog-teolog Kristen tidak bisa melepaskan dirinya dari Alkitab, bukan hanya karena Alkitab itu sendiri tetapi karena memuat pemikiran teologis mula-mula sekali dari paguyuban Yahudi dan Kristen, tetapi karena Alkitab merupakan suatu kaidah dalam pembetukan iman masyarakat sekarang.

            Alkitab sendiri memegang peranan penting sebagai dogmatika Kristen. Seperti kita tahu bahwa dogma adalah suatu peraturan atau perintah yang sudah tertulis. Sehingga Alkitab adalah perintah atau suatu peraturan yang dimiliki oleh orang Kristen dalam mendalami karya keselamatan Kristus itu sendiri.

            Alkitab sebagai suatu dokumen yang sudah beribu-ribu tahun umurnya, telah ditantang oleh segala tantangan pada jamannya. Pada jaman sekarang dimana teknologi menguasai kehidupan manusia, seringkali membuat pertanyaan pada diri masing-masing orang percaya dalam kehidupan berteologinya. “Suatu iman yang hidup (dan relevan) tidak akan segera menerima terobosan teknologi mana pun yang terjadi dalam peradaban manusia. Jawaban mesti dicari dengan susah payah dan secara bertanggung jawab melalui dialong dengan Alkitab, dengan tradisi gereja, dan dengan seluruh bagian dari gereja yang telah mengungkapkan dirinya dalam berbagai cara pada masa kini.”

            Alkitab akan selalu diserang dari pihak luar, baik yang mencoba merusak dalam keimanan ataupun dari segi sosial dan hirtorisnya. Tetapi Alkitab harus tetap diberitakan dengan memegang teguh pada prinsip bahwa Alkitab membawa kabar gembira kepada semua orang. “Kabar gembira ini tidak lain dan tidak bukan adalah kasih Allah yang diberikan oleh Yesus Putra Allah. Kabar ini mula-mula disampaikan oleh Yesus secara lisan dan diteruskan oleh para rasul secara lisan. Mereka adalah saksi-saksi kehidupan sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus.”

            Pada akhirnya sebagai seorang teolog Kristen kita harus kembali mengerti bahwa Alkitab adalah suatu buku yang logis. “Alkitab ditulis oleh Dia yang adalah lawan dari kekacauan dan kebohongan. Ia tidak pernah berpikir secara tidak logis. Kebenaran tidak pernah anti logika. Alkitab masuk akal- Alkitab bersifat rasional, sedangkan setan adalah pencipta kebohongan, kontradiksi, dan kekacauan.”

DAFTAR PUSTAKA

Baker, David L. dan Bimson, John J., Mari mengenal arkeologi Alkitab: sebuah pengantar, BPK Gunung Mulia

Coote, Robert B. & Coote, Mary P., Kuasa, Politik dan Proses Pembuatan Alkitab, BPK Gunung Mulia

Crampton, Gary W., Alkitab: Firman Allah (Verbum Dei), Momentum

Dieter, Becker, Pedoman Dogmatika: Suatu Kompendium Singkat, BPK Gunung Mulia

Guthrie, Donald, Teologi Perjanjian Baru 2: Misi Kristus, Roh Kudus, Kehidupan Kristen, BPK Gunung Mulia

Hayes, John H & Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, BPK Gunung Mulia

Milne, Bruce, Mengenali Kebenaran: Panduan Iman Kristen, BPK Gunung Mulia

Ord, David Robert & Coote, Robert B., Apakah Alkitab Benar?, BPK Gunung Mulia

Prime, Derek, Tanya Jawab tentang Iman Kristen, Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF

Troll SJ, Christian W, Muslim Bertanya Kristen Menjawab, Elex Media Komputindo

Van Nitrik, G.C. dan Boland, B.J., Dogmatika Masa Kini, BPK Gunung Mulia

https://en.wikipedia.org/wiki/2019–20_coronavirus_pandemic
https://www.wartaekonomi.co.id/read276620/apa-itu-pandemi/0
https://www.binsarhutabarat.com/2020/05/bersatu-menghadapi-wabah-corona-kristen.html

[1]https://en.wikipedia.org/wiki/2019–20_coronavirus_pandemic  

[2]https://idcloudhost.com/mengenal-perbedaan-wabah-epidemi-dan-pandemi-kejadian-luar-biasa-virus-corona-covid-19/

[3] https://www.wartaekonomi.co.id/read276620/apa-itu-pandemi/0

[4] https://idcloudhost.com/mengenal-perbedaan-wabah-epidemi-dan-pandemi-kejadian-luar-biasa-virus-corona-covid-19/

[5] Van Nitrik, G.C. dan Boland, B.J., Dogmatika Masa Kini, BPK Gunung Mulia, Hal. 19.

[6] Crampton, Gary W., Alkitab: Firman Allah (Verbum Dei), Momentum, Hal. 31.

[7] Crampton, Ibid, Hal.32.

[8] Crampton, Ibid, Hal. 38

[9] Baker, David L. dan Bimson, John J., Mari mengenal arkeologi Alkitab: sebuah pengantar, BPK Gunung Mulia, Hal. 17

[10] Crampton, op.cit., Hal. 42

[11] Prime, Derek, Tanya Jawab tentang Iman Kristen, Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, Hal. 16

[12] Dieter, Becker, Pedoman Dogmatika: Suatu Kompendium Singkat, BPK Gunung Mulia, Hal. 46

[13] Coote, Robert B. & Coote, Mary P., Kuasa, Politik dan Proses Pembuatan Alkitab, BPK Gunung Mulia, Hal. 3

[14] Crampton, op.cit., Hal. 44

[15] Milne, Bruce, Mengenali Kebenaran: Panduan Iman Kristen, BPK Gunung Mulia, Hal. 48

[16] Guthrie, Donald, Teologi Perjanjian Baru 2: Misi Kristus, Roh Kudus, Kehidupan Kristen, BPK Gunung Mulia, Hal.47

[17] Guthrie, ibid, Hal. 65

[18] Hayes, John H & Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, BPK Gunung Mulia, Hal. 1

[19] Hayes & Carl, ibid, Hal. 38

[20] Hayes & Carl, ibid, Hal. 39

[21] Hayes & Carl, ibid, Hal. 55

[22] Hayes & Carl, ibid, Hal. 77-78

[23] Hayes & Carl, ibid, Hal. 87

[24] Hayes & Carl, ibid, Hal. 100

[25] Hayes & Carl, ibid, Hal. 122

[26] Hayes & Carl, ibid, Hal. 134

[27] Hayes & Carl, ibid, Hal. 151-155

[28] https://www.binsarhutabarat.com/2020/05/bersatu-menghadapi-wabah-corona-kristen.html