ALAM SEBAGAI PENAMPAKAN TUHAN: MAKNA DAN RELEVANSINYA DALAM KEHIDUPAN ORANG BERIMAN

by :

Heinrich Reagan dkk

Christian Siregar, S.Th., MPd.

Alam merupakan bagian dari kehidupan yang tersusun dari segala unsur non manusiawi (infrahuman) di semesta. Unsur-unsur tersebut yaitu matahari, tanah, udara, flora, fauna, dan yang lainnya. Semua unsur dalam alam memiliki hubungan/interaksi antara satu dengan yang lainnya. Salah satu contohnya yaitu oksigen dari udara yang digunakan oleh makhluk hidup (termasuk tanaman) untuk proses respirasi dan fotosintesis, dan tanaman digunakan sebagai makanan mahluk hidup lainnya, seperti ayam, sapi, dan bahkan manusia.

Mayoritas agama mempunyai satu keyakinan yang mendasar akan hakikat dan kedudukan alam lingkungan termasuk manusia. Alam dan setiap komponen yang bernaung di dalamnya diyakini berasal dari Tuhan itu sendiri. Tuhan telah merancang tatanan ekosistem yang begitu indah dan saling berkesinambungan satu sama lain. Alam diciptakan sebagai media setiap makhluk hidup untuk mengembangkan diri dan menjalankan kegiatannya sehari-hari. Namun, lebih dari itu alam juga merupakan sarana Tuhan untuk mendekatkan diri-Nya dengan umat ciptaan-Nya melalui berbagai fenomena alam baik itu yang menguntungkan maupun merugikan manusia. Melalui alam, kita bisa merasakan hadirat dan penyertaannya yang begitu nyata di kehidupan kita umat beragama. Oleh karena itu, alam semesta adalah tanda kehadiran dan penampakan Tuhan untuk berhubungan lebih dekat kepada umat ciptaan-Nya.

Alam diyakini oleh agama Kristiani (baik Protestan maupun Katolik) sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang baik dan indah dari semula. Alam diciptakan melalui kebesaran tangan Tuhan, dirancang sangat indah dengan kasih-Nya sehingga setiap kita dapat hidup dengan baik, nyaman, dan tentram. Hal ini tertulis pada Kitab Kejadian bab 1 bahwa Tuhan menciptakan seluruh Alam dan manusia, dimulai dengan Kejadian 1:3 yang berbunyi “Berfirmanlah Allah: ‘Jadilah terang’ Lalu terang itu jadi”, dan diakhiri dengan Kitab Kejadian 1:31 yang berbunyi “Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik”. Alam diyakini sebagai jalur Tuhan berkomunikasi dengan kita melalui setiap campur tangan-Nya pada fenomena sehari-hari seperti hujan yang menghiasi hari serta membantu petani dalam mengairi ladangnya. Terdapat kejadian lain yang juga merujuk Tuhan dalam representasi-Nya melalui alam lingkungan, seperti pada Kitab Yesaya 6:3 yang berbunyi “Dan mereka berseru seorang kepada seorang, katanya: “Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!”. Dua ayat Alkitab tersebut semakin menegaskan peranan dan hakikat Tuhan berkaitan dengan alam yang telah dicipta-Nya. Meskipun kekuatan alam (yang merupakan penampakan Tuhan) sangatlah besar, baik dalam menopang hidup seperti menurunkan hujan yang menyuburkan ladang yang kering, maupun menghancurkan kehidupan seperti pada bencana alam yang terjadi, alam pun rapuh dan rentan atas pengrusakan yang dilakukan oleh umat manusia, seperti pencemaran lingkungan dan bentuk ketidakpedulian lainnya.

Tuhan adalah bentuk kasih yang sejati. Cinta-Nya kepada manusia, umat ciptaan-Nya tidak dapat terukur kedalamannya. Alam lingkungan yang telah diciptakan-Nya bisa juga dilihat sebagai bentuk keinginan Tuhan untuk bersekutu lebih dekat dengan manusia. Seperti yang telah kita ketahui, Tuhan yang Mahabesar, Mahakuasa, dan Mahasuci tidak dapat secara langsung menghampiri kita umat yang telah jatuh dalam dosa dan penuh dengan kedagingan ini. Seperti terang dan gelap yang tidak dapat bersatu, seperti itu pula jika Tuhan menghampiri kita secara langsung, kita akan lenyap seketika menghadapai kesucian-Nya. Berangkat dari kendala ini, salah satu cara agar Tuhan dapat bersekutu kembali dengan kita adalah melalui perwujudan-Nya sebagai alam lingkungan sekitar kita. Kerinduan-Nya yang begitu besar untuk dapat mendekat dengan umat ciptaan-Nya terwujud melalui setiap campur tangan-Nya dengan perantaraan alam. Melalui alam, Ia senantiasa hadir, menyapa kita pribadi lepas pribadi secara lebih intim. Ia ingin bersekutu lebih dekat dengan kita melalui penyertan-Nya sebagai lingkungan hidup di manapun kita berada, dan kapanpun itu. Dengan demikian, jelaslah bahwa alam merupakan inisiatif Tuhan untuk mewujudkan diri-Nya di bumi demi kerinduan dan kasih sayang-Nya pada umat manusia.

Hampir sama dengan pandangan umat Kristiani, dalam agama Islam diajarkan bawah Alam semesta merupakan cipataan Allah yang diurus dengan kehendak dan perhatian Allah. Allah menciptakan alam semesta ini dengan susunan yang teratur dalam aspek biologi,fisika,kimia dan geologi beserta semua kadiah sains. Menurut pandangan Al Quran, penciptaan alam semesta dapat dilihat pada surat Al-Anbiya ayat 30. “Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” Menurut ayat-ayat pada Al Quran juga menjelaskan kepada kita bawah setelah air diturunkan ke bumi, maka sebelum Allah ciptakan adalah tumbuh-tumbuhan sebagai cadangan makanan hewan. Kemudian hewan-hewan ada juga yang menjadi cadangan makanan untuk hewan-hewan predator. Semua jenis hewan, baik burung maupun hewan darat, dari ayat-ayat tersebut juga sama dengan teori ilmu pengetahuan yang dimana kehidupan manusia dimulai dari hewan air yang dimana membuktikan bahwa memang awal penciptaan berasal dari Tuhan.

Berbeda dengan pandangan sebagian besar agama, dalam agama Buddha diajarkan bahwa keseluruhan alam semesta (semua alam kehidupan, segala isi Bumi, segala tata bintang, dan segala galaksi) diatur oleh lima hukum kosmis yang dikenal sebagai Niyama Dhamma. Hukum Dhamma tidak diciptakan oleh sang Buddha namun sudah berlaku dan akan tetap ada selamanya sebagai hukum alam yang abadi. Sang Buddha dipandang sebagai sosok penemu Dhamma dan menurut ajaran-Nya, alam semesta ini tidak berawal dan tidak ada awal yang benar – benar awal. Alam semesta telah mengalami banyak siklus pembentukan dan kehancuran yang tidak terhitung dan berlangsung selama periode yang sangat panjang yang disebut sebagai mahakappa atau mahakalpa. Namun ketidakhadiran sosok sang Pencipta alam semesta tidak berarti kita sebagai manusia tidak mampu untuk memproyeksikan alam sebagai penampakan Tuhan atau sang Buddha dalam ajaran Buddha. Dalam pewartaan sang Buddha, selalu diajarkan bahwa segala sesuatu di dunia ini tidak lahir secara spontan atau muncul dari dirinya sendiri, melainkan melalui hukum sebab-akibat yang saling mempengaruhi satu sama lain. Seperti dalam Avatamsaka Sutra Bab 37 yang tertulis “Sebagaimana dengan miliaran planet, alam semesta tidaklah terbentuk hanya karena satu kondisi saja, tidak oleh satu fenomena saja, alam semesta hanya dapat terbentuk oleh aneka sebab-musabab dan kondisi-kondisi yang tak terhitung”, maka begitupula dengan fenomena alam yang sering kita temui di muka Bumi ini. Kemunculan fenomena alam merupakan akibat yang terjadi dari rangkaian peristiwa dan kegiatan yang menjadi penyebabnya, seperti pemanasan global yang muncul karena aksi manusia melakukan penebangan pohon secara besar–besaran, merupakan bukti yang bisa mengingatkan kita kembali pada sang Buddha dan ajaran-Nya.

Sebagaimana semua alam dalam ajaran Buddha mengalami siklus pembentukan dan kehancuran berulang, hal tersebut juga berlaku dalam manusia dan kehidupannya. Suatu proses terlahir kembali atau yang biasa disebut reinkarnasi seharusnya menyadarkan kita bahwa alam Bumi ini harus kita rawat dengan penuh tanggung jawab, karena semua akan kembali lagi pada hukum sebab-akibat seperti ajaran sang Buddha. Apabila di kehidupan ini, kita tidak menjaga alam dengan baik atau malah berpartisipasi dalam merusak alam, maka dalam kehidupan berikutnya kita akan terlahir di alam yang sudah rusak dan tercemar bahkan tidak bisa dihuni lagi karena karma buruk keserakahan yang kita timbulkan dari kehidupan sebelumnya.

Dengan mengetahui beberapa fakta di atas, bagaimana alam dicipta oleh Tuhan, tujuan penciptaan alam, serta wujud kerinduan Tuhan bagi umat manusia. Sudah seharusnya kita sebagai manusia dapat merespon panggilan dan sapaan kasih Tuhan yang sangat baik dan indah melalui alam ciptaan-Nya dengan bertanggung jawab untuk menjaga, melestarikan dan memperlakukan alam sebagaimana kita hendak membalas kasih dan kerinduan Tuhan. Kita dapat memaknai setiap tindakan yang kita lakukan terhadap alam, sebagaimana sikap kita terhadap Tuhan. Melalui ini, setiap tindakan positif bagi alam yang kita lakukan semakin bermakna dan patut untuk selalu diperjuangkan.  

Kemudian, secara lebih konkret, hal ini bisa diwujudkan melalui prinsip eco-spiritual yakni melihat alam secara religius-spiritual, melihat alam bukan hanya dari yang kelihatan saja. Prinsip eco-spiritual yang dipegang perlu diaktualisasikan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari sebagai wujud nyata kepedulian kita terhadap ciptaan Tuhan.  Hal pertama yang dapat kita lakukan yaitu dengan menyadari bahwa alam memegang peranan yang mendasar dalam seluruh kehidupan. Alam menyediakan hampir semua kebutuhan dasar keperluan manusia, tumbuhan, hewan, dan organisme lainnya untuk tumbuh, mempertahankan hidupnya dan berkembang biak. Kesadaran atas nilai-nilai dasar ini akan membuat kita lebih menghargai dan menghormati alam, serta Tuhan sebagai penciptanya. Setelah itu, kita juga bisa ikut berpartisipasi dalam gerakan yang mendukung keramahan lingkungan seperti mengurangi penggunaan plastik, menghemat listrik, dan memberikan kritik membangun kepada pihak yang merusak alam. Hal ini berarti kita harus mencukupkan diri dalam menggunakan berbagai sumber daya yang disediakan alam. Kita harus bisa menahan diri, lebih peduli dan peka terhadap kondisi keseimbangan alam dan setiap komponen yang membentuknya. Lalu kita juga perlu membangun hubungan spiritual dengan alam. Hubungan secara spritual akan mendorong kita untuk lebih menghargai nilai kesucian, kekudusan intrinsik yang melekat pada alam sebagaimana kita merasakan hadirat Tuhan. Upaya ini diperlukan agar kita lebih mengimani dan memaknai setiap usaha dalam melestarikan alam dalam nuansa spiritual. Dengan menjalankan hal tersebut, kita turut menjaga dan menghargai alam sebagai ciptaan dan perwujudan Tuhan yang nyata bagi setiap pribadi kita.

  1. BAIK DAN INDAH...