PUAR CAMA KEARIFAN ADAT MASYARAKAT MANGGARAI BARAT NTT

Rina Patriana Chairiyani, S.S., M.Pd (D1812)

Hutan Mbeliling bagi msayarakat Manggarai Barat memiliki arti penting, salah satunya sebagai penyangga daratan Kabupaten Manggarai Barat yang didominasi lereng curam dan longsor. Selain itu, hutan tersebut juga merupakan pemasok air bersih warga kota dan memberikan ruang serta peluang yang besar bagi perekonomin warga. Kawasan Hutan Mbeliling membentang dengan ketinggian antara ± 1.230 mdpl di tengah-tengah daratan Kabupaten Manggarai Barat. Kawasan hutan ini menutupi areal seluas 30.412,360 Ha.

Di desa-desa sekitar kawasan Mbeliling, masyarakat bermatapencahaian sebagai petani dengan mayoritas tanaman mereka adalah tanaman tua berupa kemiri, kopi, coklat dan cengkeh. Mata pencaharian yang bersumber dari perkebunan tanaman tua, menghendaki lahan yang luas. Kebutuhan akan lahan yang luas tersebut menjadikan masyarakat pada masa lampau merambah hutan sebagai lahan baru dengan sistem lodok. Lodok dibuka secara bersama-sama dalam satu keluarga besar dan hasilnya dibagi sama luas dengan mengambil titik dari tengah, dan garis pembagian ditarik ke arah luar sehigga membentuk seperti jaring laba-laba. Dengan sistem ladang berpindah, lodok kemudian ditinggalkan dan kembali menjadi hutan yang dalam bahasa Manggarai disebut dengan puar. Konsep puar dalam masyarakat adat Manggarai di kawasan Mbeliling adalah kawasan yang tidak digunakan sebagai lahan untuk berladang dan atau kegiatan pertanian lainnya, dan penguasaan terhadapnya berada di tangan Tua Golo (pemimpin adat tertinggi dalam masyarakat Manggarai Barat untuk lingkup satu golo (gunung).  Golo adalah sistem pemerintahan adat terendah di Manggarai Barat).

Dalam mekanisme adat, mengambil isi puar untuk kepentingan apapun tidak dapat dilakukan secara bebas, akan tetapi harus seizing Tua Golo dengan menggunakan makanisme adat yang disebut tuak. Dalam membuat keputusan, Tua Golo memanggil Tua Batu yang ada di golo yang dipimpinnya untuk memusyawarahkan (cama) permintaan anggota keluarga yang berkeinginan untuk megambil isi puar. Pengambilan kayu oleh masyarakat tidak dalam skala besar untuk dijual, akan tetapi sekedar untuk kebutuhan membangun rumah atau kayu api. Masyarakat adat Manggarai Barat bukanlah masyarakat yang hidup dengan gaya konsumtif, sebaliknya mereka terbiasa hidup sesuai dengan kebutuhannya. Sehingga pemanfaatan isi puar pun disesuaikan dengan kebutuhan mereka saja.

Adanya kebiasaan melakukan cama (musyawarah) sebelum memanfaatkan isi puar ini menjadikan sumberdaya alam di Hutan Mbeliling tetap terjaga. Puar Cama menjadi salah satu cara pelestarian dan pengelolaan hutan secara adat sehingga bermanfaat bagi masyarakat disekitanya.  Kearifan local ini sekaligus juga merupakan pencegah bencana kekeringan dan longsor di daerah Manggarai Barat.

Referensi:

Firdaus. 2012. Puar Cama Untuk Anak Cucu: Kearifan Lokal Untuk Sustainability Forest di Manggarai Barat. Jurnal Ilmu Sosial Mamangan 1 (1), pp 39-50

Allawiyah, M. 2020. Puar Cama Mitigasi Bencana Milik Masyarakat NTT. https://siagabencana.com/post/puar-cama-mitigasi-bencana-milik-masyarakat-ntt