Pandangan Agama Buddha Mengenai Alam Semesta
Nama: Sugiata Sivali
Nim: 2201784491
& Daulat Marulitua
Menurut Sang Buddha Gotama, pengenal segenap alam semesta (Lokavidu), alam semesta disebut sebagai samsara (tanpa awal). Sang Bhagava guru Sang Sugatha, bersabda,“Tak dapat ditentukan awal dari alam semesta. Titik terjauh dari kehidupan, berpindah dari kelahiran ke kelahiran, terikat oleh ketidak-tahuan dan keinginan, tidaklah dapat diketahui. “Penganut Sang Buddha Gotama sejak 2600 tahun yang lalu telah menggambarkan galaksi sebagai berbentuk spiral. Istilah galaksi ini didalam bahasa Pali adalah “Cakkavala”, yang berasal dari kata “Cakka” yang berarti “Cakram/roda”.
Menurut pandangan agama Buddha, alam semesta ini luas sekali. Dalam alam semesta terdapat banyak tata surya yang jumlahnya tidak dapat dihitung. Sang Buddha Gotama secara sangat jelas dan tepat menggambarkan kelompok-kelompok galaksi, yang oleh para ilmuwan baru ditemukan. Sistem dunia ini, oleh Sang Buddha disebut sebagai “Loka Dhatu” dan menambahkan perbedaan dalam ukurannya; sistem dunia ribuan-lipat, sistem dunia puluhan-ribu lipat, sistem dunia besar, dan seterusnya. Sang Buddha menyebutkan sistem dunia terdiri (sesuai dengan yang ditemukan oleh para ilmuwan sekarang), yakni: Milyaran , Triliyunan matahari dan planet.
Sang Buddha pernah menerangkan atas jawaban dari bhikkhu Ananda dalam Anguttara Nikaya:
“Ananda, apakah kau pernah mendengar tentang seribu Culanika loka dhatu (tata surya kecil?. Ananda, sejauh matahari dan bulan berrotasi pada garis orbitnya, dan sejauh pancaran sinar matahari dan bulan di angkasa, sejauh itulah luas seribu tata surya. Didalam seribu tata surya terdapat seribu matahari, seribu bulan, seribu Sineru, seribu Jambudipa (Jambudipa = India, Jawadipa = Nusantara / Indonesia), seribu Aparayojana, seribu Uttarakuru, seribu Pubbavidehan. Inilah Ananda, yang dinamakan seribu tata surya kecil. (Sahassi Culanika Lokadhatu). Ananda, seribu kali Sahassa Culanika Lokadhatu dinamakan “Dvisahassi Majjimanika Lokadhatu”. Ananda, seribu kali Dvisahassi Majjhimanika Lokadhatu dinamakan “Tisahassi Mahasahassi Lokadhatu”. Ananda, bilamana Sang Buddha Gotama mau, maka ia dapat memperdengarkan suara-Nya sampai terdengar di Tisahassi Mahasahassi Lokadhatu, ataupun melebihinya lagi. “
Sesuai dengan kutipan diatas dalam sebuah Dvisahassi Majjhimanika Lokadhatu terdapat 1.000 x 1.000 = 1.000.000 tata surya. Sedangkan dalam Tisahassi Mahasahassi lokadhatu terdapat 1.000.000 x 1.000 = 1.000.000.000 tata surya. Alam semesta bukan hanya terbatas pada satu milyar tata surya saja, tetapi masih melampauinya lagi. Terjadinya bumi dan manusia merupakan konsep yang unik dalam agama Buddha, khususnya tentang manusia pertama yang muncul di bumi kita ini bukanlah hanya seorang atau dua orang, tetapi banyak. Kejadian bumi dan manusia pertama di bumi ini diuraikan oleh Sang Buddha dalam Digha Nikaya, Agganna Sutta dan Brahmajala Sutta. Tetapi di bawah ini hanya uraian dari Agganna Sutta yang akan diterangkan.
Bagaimana sebaiknya kita sebagai manusia memperlakukan alam semesta ini menurut agama buddha
Sang Buddha berkata “Bagai seekor lebah yang tidak merusak kuntum bunga, baik warna maupun baunya, pergi setelah memperoleh madu, begitulah hendaknya orang bijaksana mengembara dari desa ke desa” (Dhp. 49). Dalam ekosistem, lebah tidak hanya mengambil keuntungan dari bunga, tetapi juga membayarnya dengan membantu penyerbukan. Perilaku lebah memberi inspirasi, bagaimana seharusnya menggunakan sumber daya alam yang terbatas.
Manusia akan saling bergantungan pada kehidupan yang mengandung unsur-unsur yang tidak hidup. Apabila manusia bercermin ke dalam diri sendiri, akan melihat bahwa manusia memerlukan dan memiliki mineral atau unsur anorganik lainnya. “Manusia adalah bagian integral dari keseluruhan masyarakat dan alam semesta. Muncul dari alam, dipelihara oleh alam, dan kembali ke alam”. Manusia bagaikan pohon dan udara, belukar, dan awan. Bila pepohonan tidak dapat hidup, manusia tidak dapat hidup pula. Manusia harus menjadi bagian dari alam semesta tersebut dan peduli terhadapnya. Memandang sehelai kertas, melihat hal-hal lain pula, awan, hutan, penebang kayu.
Buddhadharma menghubungkan lingkungan alam dan hubungan manusia yang berguna untuk menciptakan suatu atmosfir kebahagiaan dalam kehidupan di atas bumi. Buddhis menunjukkan cara pemecahan masalah krisis lingkungan. Sehubungan dengan pandangan ekologis Buddhis memperkuat sikap ramah kepada alam dan menelisik hubungan manusia, tumbuh-tumbuhan, dan binatang dari sudut keselarasan. Perhatian Buddha untuk hutan dan pohon dapat dilihat dalam Vanaropa Sutta (S.I.32), yang mana penanaman kebun (aramaropa) dan hutan (vanaropa) adalah tindakan yang berjasa, menganugerahkan jasa siang malam sebagai penolong. Dengan sangat jelas Buddha mengapresiasi peran hutan, pohon, dan alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan.
REFERENSI