MENGEMBALIKAN JATI DIRI DAN IDENTITAS BANGSA YANG TERKOYAK DENGAN MULTIKULTURALISME
Nama : FEDORA TANUWIJAYA & IWAN IRAWAN
Indonesia dikenal dengan negara yang berbentuk kepulauan, maka dari itu budaya dan suku bangsa yang terdapat di dalamnya juga bervariasi. Hal tersebut merupakan multikulturalisme. Sejak beratus tahun yang lalu, Indonesia sudah memiliki beragam suku bangsa, mulai dari penduduk asli maupun pendatang. Menghadapi perbedaan merupakan hal yang sulit, dan kendala ini mungkin sudah terasa sejak beratus tahun yang lalu pula. Masalah ini dapat perlahan membuat jati diri dan identitas bangsa semakin memudar, dikarenakan dengan sulitnya menerima dan menoleransi perbedaan yang ada pada sekitarnya. Seiring berjalannya waktu hal ini semakin terasa, terutama dengan dipicu oleh munculnya organisasi-organisasi yang berarah pada perpecahan dan mengusung terjadinya konflik. Seperti yang kita ketahui, Indonesia berdasar pada satu semboyan yang kita sebut “Bhinneka Tunggal Ika” yang berartikan berbeda-beda tetapi tetap satu dan ideologi pancasila dengan menjunjung tinggi kesejahteraan bangsa, persatuan bangsa, dan keadilan sosial yang berlandaskan pada kemanusiaan yang adil dan beradab. Nilai tersebut merupakan identitas kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia dan kita diwajibkan sebagaimana mungkin untuk menjadikan nilai tersebut sebagai prinsip utama dalam menghadapi perbedaan yang kita temui setiap harinya.
Dalam menghadapi masalah multikulturalisme ini, mungkin memang dapat memicu pudarnya jati diri dan identitas bangsa dikarenakan dengan sikap atau pemikiran orang yang berbeda-beda, mungkin terdapat sebagian orang yang tidak terbuka pemikirannya dan dapat mengarahkan masalah ini ke arah negatif dan menyebabkan pudarnya identitas bangsa. Sebagai contoh, misalnya terdapat sebuah organisasi di mana organisasi tersebut menerapkan sikap eksklusif yang tinggi dan menolak akan sikap toleransi terhadap sesama, ini merupakan salah satu kendala yang dihadapi pada jaman ini dengan munculnya organisasi atau pemikiran yang diterapkan terhadap pengikutnya. Contoh lain yang terjadi dan mungkin sudah dialami secara pribadi adalah kerasisan terhadap etnis tertentu, seperti yang dirasakan oleh para etnis Tionghoa pada tahun 1998, di mana semua etnis Tionghoa disudutkan dan diperlakukan tidak pantas. Masalah yang dihadapi mengenai multikulturalisme ini juga terjadi pada bidang politik, dengan dilarangnya etnis tertentu atau orang yang beragama tertentu untuk menjabat sebagai petinggi negara, dapat diulangi lagi bahwa sebagai negara multikultural sebaiknya kita tidak memandang secara fisik atau rohani seseorang dalam menjabat sebuah kedudukan karena profesionalitas tidak berdasarkan pada etnis atau agama seseorang melainkan kemampuan atau kapabilitas seseorang dalam menduduki jabatannya. Ini merupakan tindakan yang sangat menyimpang dari jati diri bangsa Indonesia di mana persatuan dan keadilan adalah pegangan utama.
Masalah rentannya toleransi terhadap multikulturalisme ini mungkin sering terjadi pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, tetapi ini bukan menjadi alasan bahwa kita sebagai rakyatnya tidak dapat mengubah cara pikir tersebut. Jati diri dan identitas bangsa merupakan hal yang sangat penting karena nilai tersebut merupakan pegangan kita saat kita berada di negara lain dan sebagaimana penduduk negara lain melihat bangsa Indonesia tercermin dari sikap kita terhadap sesama, bagaimana kita dapat menghormati penduduk negara lain di saat kita masih belum bisa menghormati dan menerapkan sikap toleransi terhadap rakyat kita sendiri.
Sebagai generasi milenial kita adalah generasi penerus bangsa yang seharusnya kita menggerakan masyarakat dalam mengembalikan jati diri bangsa kita yang sudah menyimpang dari jati diri bangsa kita yang sebenarnya. Banyak kegiatan-kegiatan yang sebenarnya dapat dilakukan, sebagai contoh yang sudah memang terlaksana adalah organisasi yang bernamakan sabang merauke di mana organisasi ini berorientasi untuk menjelajahi setiap sudut bangsa Indonesia dan membantu setiap anak untuk berkembang secara akademis dan lain-lain tanpa memandang perbedaan suku, ras, etnis, budaya, dan juga agama. Kegiatan ini sudah berlangsung sampai ke papua dengan membantu anak-anak di sana untuk belajar dan juga mengenal lebih luas tentang budaya Indonesia.
Indonesia adalah satu-satunya negara berbentuk kepulauan yang memiliki suku, budaya, etnis, dan ras yang begitu bervariasi dan dapat dikatakan terbanyak di dunia. Kita seharusnya bangga dengan multikultural ini dan sebaiknya menjaga agar kita tidak terpecah-belah dan membuktikan kepada dunia tentang identitas kita bahwa Indonesia merupakan negara dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, tidak hanya secara tertulis tetapi juga terealisasi dengan baik.