Kontroversi Dalang Peristiwa G.30S/PKI

Nama : Niko Mireta Milala

Nama : Yosua Putra Koeswandi

Pada tanggal 17 Oktober 2017, sejumlah dokumen kabel diplomatik rahasia Amerika soal tragedi 1965 dibuka ke publik oleh tiga lembaga Amerika, yaitu National Security Archive (NSA), National Declassification Center (NDC), dan National Archives and Records Administration (NARA).  Dokumen yang dibuka adalah 39 dokumen setebal 30.000 halaman yang merupakan catatan Kedutaan Besar Amerika untuk Indonesia sejak 1964 hingga 1968. Isinya antara lain seputar ketegangan antara militer dengan PKI, termasuk efek selanjutnya berupa pembantaian massal.

Fakta yang tersaji dalam dokumen diplomatik Amerika ini membantah narasi tunggal bahwa korban pembantaian tragedi 1965 adalah komunis atau mereka yang memang terkait pembunuhan para jenderal dan upaya pengambil alihan kekuasaan pada 30 September 1965. Para anggota dan simpatisan PKI saat itu “kebingungan dan mengaku tak tahu soal 30 September,” tulis laporan diplomatik Kedutaan Besar Amerika untuk Indonesia pada 20 November 1965.

            Banyak yang menduga Amerika atau CIA berperan dalam peristiwa ini. Sebagai konsekuensi dari Perang Dingin tahun 1960-an, Amerika Serikat berkepentingan agar Indonesia, yang saat itu memiliki partai komunis terbesar ketiga di dunia (setelah Uni Soviet dan China), tidak jatuh ke tangan komunis. Amerika Serikat menyiapkan beberapa opsi terkait situasi politik di Indonesia. Menurut David T. Johnson dalam Indonesia 1965: The Role of the US Embassy, salah satu opsinya adalah merusak kekuatan PKI dan merekayasa kehancuran PKI sekaligus menjatuhkan Sukarno.

Seakan memperkuat opsi menghancuran PKI, Soeharto sering menyebut peristiwa G30S sebagai Gestapu (Gerakan September Tigapuluh). Penamaan ini adalah bagian dari propaganda untuk mengingatkan orang kepada Gestapo, polisi rahasia Nazi Jerman yang terkenal kejam. Sedangkan Presiden Sukarno menyebutnya “Gerakan Satu Oktober” atau “Gestok.” Menurutnya, Gestok jauh lebih tepat menggambarkan peristiwanya karena kejadian penculikan para jenderal dilakukan lewat tengah malam 30 September yang artinya sudah memasuki tanggal 1 Oktober dini hari.

Selain itu, banyak orang yang curiga karena ketika pembantaian massal terjadi pada tahun 1965, Amerika hanya berdiam diri saja. Padahal saat itu minimal ada ratusan ribu orang yang dibunuh dan masih banyak lagi korban-korban pelanggaran kemanusiaan bagi mereka yang dituduh sebagai komunis.

Tahun 2020, lima dekade lebih telah berselang sejak tahun 1965. Namun sayangnya, hingga saat ini, masih belum jelas secara pasti siapa aktor utama dibalik peristiwa tragis ini. Siapapun itu, yang jelas peristiwa pembunuhan jenderal dan pembantaian massal keduanya adalah peristiwa yang mencoreng hak-hak asasi manusia.

Dari beberapa bukti – bukti yang pada akhirnya terungkap didapat bahwa sebagai agen CIA, Syam ternyata punya hubungan dekat dengan orang-orang Angkatan Darat termasuk Suharto. Itulah mengapa banyak pengamat mengatakan bahwa dalang yang sesungguhnya dari peristiwa ini adalah Amerika melalui CIA dengan tujuan menyingkirkan PKI dengan haluan komunisnya dan Presiden Sukarno yang dianggap paling berbahaya dengan pemikirannya ketimbang Kruschev ataupun Mao. Gerakan ini memang sengaja dirancang untuk gagal. Agar lebih mudah memprovokasi rakyat Indonesia, maka disusunlah scenario berdarah tersebut.
Berikut ini buku-buku mengenai G30S/PKI:

  • Coen Holtzapel, Plot TNI AD – Barat Di Balik Tragedi’65, Tapol&MIK & Solidamor, Jakarta, 2000
  • A.C.A Dake, The Spirit of the Red Banteng: Indonesian Communism between Moscow and Peking 1959-1965
  • Tahun yang Tak Pernah berakhir, Memahami Pengalaman Korban 65, Elsam&ISSI&Tim Relawan untuk Kemanusiaan,Jakarta, 2004
  • Tatik S. Hafidz, The War on Terror and the Future of Indonesian Democracy, IDSS,2004
  • Dokumen CIA, Melacak Penggulingan Sukarno dan Konspirasi G30S 1965, Hasta Mitra, Jakarta,2000
  • Kerstin Beise, Apakah Soekarno Terlibat G30S?, ombak, Yogyakarta,2004