Interpretasi Terhadap Perang Pembantaian Dalam Alkitab
By : Jamson Siallagan
Perintah untuk membasmi atau menumpas seluruh penduduk yang dicatat di sejumlah kitab dalam Alkitab Perjanjian Lama bisa saja menimbulkan masalah bagi pembaca masa kini. Masalahnya terletak pada pembasmian seluruh penduduk baik laki-laki maupun perempuan, baik tua dan muda yang pada masyarakat modern disebut sebagai genosida[1] dan sangat ditentang karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hak azasi manusia. Sejumlah bagian kitab PL yang berkaitan dengan hal tersebut seperti kitab Ulangan, Yosua, Hakim-hakim, 1 Samuel.
Sebenarnya permasalahannya terletak pada masalah penafsiran. Hal yang perlu diperhatikan dalam menafsirkan perang pembasmian dalam PL adalah letak wilayah yang didiami bangsa Israel di daerah Palestina. Pertama, wilayah tersebut sangat strategis di antara sungai Efrat, Sungai Tigris, Sungai Nil, sehingga menjadi jalan raya alamiah untuk kafilah-kafilah sangat strategis dan penting. Kedua, bangsa Israel berada di tengah-tengah bangsa yang kejam dan agresif seperti Asyur, Babel, dan Mesir. Ketiga, Alam Palestina yang bergunung-gunung memberi peluang terhadap aksi perampokan atau invasi dari bangsa tertentu.[2]
Dengan situasi yang demikian, maka bangsa Israel tidak bisa terhindarkan dari perang, baik untuk mempertahan imannya dari pengaruh ajaran yang lain yang akan diterapkan oleh suatu bangsa penakluk/penjajah maupun untuk mempertahankan eksistensinya dalam percaturan politik Internasional pada waktu itu.
Dunia pada waktu itu belum memiliki organisasi yang mengatur hubungan antara Negara apalagi yang mengatur soal perang seperti yang terdapat pada zaman modern. Bangsa-bangsa sangat bebas melakukan perang apapun demi untuk menaklukkan atau untuk mempertahankan wilayahnya. Dan salah satu perang yang sering dilakukan adalah perang pembasmian dengan tujuan bangsa yang ditaklukkan tidak bisa bangkit lagi dan melakukan pembalasan dendam.
Jika kita kembali memperhatikan perintah perang di dalam kitab Ulangan maupun dalam kitab Yosua, maka konteksnya adalah perjalanan bangsa Israel menuju kepada keadaan sebagai suatu bangsa. Dalam perjalanan tersebut Allah menyelamatkan mereka dari pengaruh buruk berbagai kepercayaan dan sikap hidup bangsa yang lain. Umat harus disucikan dari segala immoralitas yang hebat yang merusak kehidupannya, karena Israel menjadi alat penyelamatan Allah bagi dunia. Perang pembasmian khusus (Ibrani KHEREM) yang mula-mula berarti ‘dikhususkan’, kemudian ‘dikhususkan untuk dimusnahkan’, ‘hal yang memusuhi pemerintahan Allah’ (bandingkan Yosus 6: 17, 24), hendak menekankan Rencana Allah tidak boleh dihambat oleh apapun (Ulangan 7: 1-6). Jadi pada peristiwa tersebut kita tidak menemukan sebuah perintah pentingnya berperang yang harus terus diikuti. Seperti yang dikatakan oleh Dyrness, bahwa pemusnahan itu dibatasi, ditetapkan untuk memelihara kekudusan Allah yang melindungi Israel sebagai suatu bangsa.[3]
Dalam perang pembasmian terdapat kesadisan dan kekejaman manusia, namun Allah mengijinkan dan membenarkan karena dalam rangka proses sejarah bangsa Israel. Penekanan berita dari peristiwa tersebut terletak pada karya Allah yang menyelamatkan bangsa Israel, bukan kepada pembenaran perang itu sendiri. Pesan utama dari narasi PL adalah karya keselamatan Allah bagi UmatNya yang dipersiapkan sebagai alat untuk mendatangkan damai sejahtera bagi seluruh dunia melalui kedatangan Kristus yang lahir melalui bangsa Israel.
Allah yang berkarya melalui sejarah bangsa Israel memakai setiap peristiwa pada zaman tersebut untuk menjalankan rencanaNya. Misi utamanya adalah kedatangan Juruselamat Sang Raja Damai yang digenapi dalam Perjanjian Baru yang membawa etika Kerajaan Allah yang penuh damai sejahtera bagi seluruh dunia. Pembasmian atau genosida merupakan kejahatan kemanusian yang sangat besar yang merupakan pelanggaran terhadap hak asazi manusia, sangat ditentang oleh Sang Raja Damai. Ia tidak pernah membenci bangsa-bangsa lain. Allah mengasihi seluruh umat manusia. Disinialah kita temukan keutuhan akan nilai-nilai moral yang sama dan utuh dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Jadi, di dalam PL perang bukanlah yang menjadi tujuan utamanya. Perang tersebut hanya berlaku pada waktu itu, dimana perang merupakan hal yang umum di Timur Tengah pada waktu itu. Bangsa yang satu menaklukkan bangsa yang lain dengan cara membasmi adalah peristiwa yang sering terjadi. Bergant mengatakan bahwa teologi dari perang yang dikehendaki dan diarahkan oleh Allah sudah biasa terdapat di Timur Tengah[4]. Jadi tidak ada dasar bagi manusia masa kini untuk melakukan hal tersebut pada masa kini.
[1] Pembunuhan besar-besaran secara berencana terhadap suatu bangsa atau ras.
[2] J.D. Douglas (penyunting), Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jakarta: YKBK, 1997, hlm. 238
[3] Dyrness, op. cit William Dyrness, Tema-Tema Dalam Teologi Perjanjian Lama, Malang: Gandum Mas, 1993, hlm. 162-165
[4] Dianne Bergant, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, Yogyakarta: Kanisius, 2002, hlm. 218.
-
a good