PENDIDIKAN SEKS SESUAI TAHAP PERKEMBANGAN ANAK

By : Ch. Megawati Tirtawinata

Setiap kegiatan untuk mencapai sasaran atau tujuan diperlukan strategi, demikian halnya dengan pendidikan seks. Yang dimaksud dengan strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran /tujuan khusus. Jadi yang dimaksud dengan strategi pendidikan seks adalah rencana-rencana yang cermat tentang pendidikan seks agar tujuan dari pendidikan seks dapat tercapai. Sementara tentang apa itu pendidikan seks sudah diuraikan pada pembahasan sebelumnya. Yang jelas bahwa pendidikan seks sangat jauh berbeda dengan hubungan seks. Umumnya orang tua merasa sungkan bahkan tabu berbicara hal-hal yang berkaitan tentang seks, padahal seks adalah jenis kelamin, atau organ kelamin yang mempunyai fungsi khusus sama halnya dengan organ tubuh yang lain yang juga mempunyai fungsi khusus dalam tubuh manusia. Fungsi organ seks adalah untuk reproduksi. Memang tidak dapat dipungkiri selain fungsi reprodulsi, juga memiliki fungsi rekreasi dengan adanya orgasme.
Kapan pendidikan seks mulai diberikan? Memang tidak ada batasan yang pasti dan harus, menurut sebagian ahli dalam pendidikan seks, pendidikan seks dapat mulai diberikan ketika anak mulai bertanya seputar organ seks, dan jawaban diberikan sesuai dengan seberapa jauh keingintahuan mereka dan tahapan umur si anak. Biasanya seorang anak menanyakan adik keluar dari mana, dalam hal ini orang tua perlu menjawab dengan bijaksana, sehingga anak tidak mengalami kebingungan dengan jawaban berbeda jika menanyakan hal yang sama kepada orang lain. Walaupun tidak ada batasan yang pasti dan harus dalam memberikan pendidikan seks kepada anak, namun tetap ada strategi, harus disesuaikan dengan tujuan, tingkat kedalaman materi, usia anak, tingkat pengetahuan dan kedewasaan anak, dan media yang dimiliki oleh pendidik. Apabila dikaitkan dengan budaya lokal, penjelasan harus tidak tercerabut dari tradisi lokal yang positif, moral, dan ajaran agama.
Misalnya dalam budaya Jawa pendidikan seks dimulai dari hubungan-hubungan sosial pada masa remaja yang erat sangkut pautnya dengan proses tercapainya tingkat kedewasaan biologis. Masalah seks tidak pernah dibicarakan secara terbuka, oleh karena ada rasa tabu dalam membicarakan seks, mereka membicarakannya dengan simbol-simbol agar kemasannya halus. Menurut pandangan Jawa hubungan seksual merupakan sesuatu yang
luhur, sacral, dan memiliki fungsi untuk menjaga keharmonisan dan kelangsungan hidup manusia.
Secara edukatif, anak bisa diberi pendidikan seks sejak ia bertanya di seputar seks. Bisa jadi pertanyaan anak tidak terucap lewat kata-kata, untuk itu ekspresi anak harus bisa ditangkap oleh orangtua atau pendidik. Menurut Muhammad Sa’id Mursi, pendidikan seks dapat dimulai sejak dini, karena pendidikan seks tidak hanya mencakup pada pertanyaan dan jawaban belaka. Contoh teladan, pembiasaan akhlak yang baik, penghargaan terhadap anggota tubuh, menanamkan rasa malu bila aurat terlihat orang lain ataupun malu melihat aurat orang lain. Juga termasuk pendidikan seks bagi anak-anak perlu ditanamkan dalam diri anak sejak dini, misalnya memisahkan tempat tidur antara anak perempuan dan laki-laki pada umur 10 tahun, mengajarkan mereka meminta izin ketika memasuki kamar orangtuanya.
Namun ada juga sebagian ahli yang mengklasifikasikan pendidkan seks sesuai dengan fase perkembangan anak , yaitu: 1) Fase pertama atau Tamyiz (masa pra pubertas). Fase ini ada pada usia antara 7–10 tahun. Pada tahap ini diajarkan mengenali identitas diri berkaitan erat dengan organ biologis mereka serta perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Pada masa ini juga anak diberi pelajaran tentang meminta izin dan memandang sesuatu ketika akan memasuki kamar orangtuanya. 2) Fase kedua atau Murahaqah (pubertas), ada pada usia 1014 tahun. Pada tahap umur ini, anak harus diberikan penjelasan mengenai fungsi biologis secara ilmiah, batas aurat, kesopanan, akhlak pergaulan laki-laki dan menjaga kesopanan serta harga diri. Pada masa ini anak sebaiknya dijauhkan dari berbagai rangsangan seksual, seperti bioskop, buku-buku porno, buku-buku yang memperlihatkan perempuan-perempuan yayang berpakaian mini dan sebagainya. 3) Fase ketiga atau Bulugh (Masa Adolesen), pada usia 14-16 tahun. Pada tahap ini adalah paling kritis dan penting, karena naluri ingin tahu dalam diri anak semakin meningkat ditambah dengan tahapan umur yang semakin menampakkan kematangan berfikir. Pada masa ini juga anak sudah siap menikah (ditandai dengan mulai berfungsinya alat-alat reproduksi), maka anak bisa diberi pelajaran tentang etika hubungan seksual. 4) Fase keempat (masa pemuda), setelah masa andolesen, pada masa ini anak diberi pelajaran tentang etika isti’faaf (menjaga diri) jika belum mampu melaksanakan pernikahan.
Sedangkan menurut Clara Kriswanto pendidikan seks berdasarkan usia sebagai berikut:
1) Usia 0-5 tahun: bantu anak agar merasa nyaman dengan tubuhnya. Beri sentuhan dan pelukan kepada anak agar mereka merasakan kasih sàyang dari orangtuanya secara tulus. Bantu anak memahami perbedaan perilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan di depan umum. Contohnya, saat anak selesai mandi harus mengenakan baju di dalam kamar mandi atau di kamarnya. Orangtua harus menanamkan bahwa tidak diperkenankan berlarian usai mandi tanpa busana. Anak harus tahu bahwa ada hal-hal pribadi dari tubuhnya yang tidak sèmua orang boleh lihat apalagi menyentuhnya. Ajari anak untuk mengetahui perbedaan anatomi tubuh pria dan wanita.Jelaskan proses tubuh seperti hamil dan melahirkan dalam kalimat sederhana. Dari sini bisa dijelaskan bagaimana bayi bisa berada dalam kandungan ibu. Tentu saja harus dilihat perkembangan kognitif anak. Yang penting orangtua tidak membohongi anak misalnya dengan mengatakan kalau adik datang dari langit atau dibawa burung. Cobalah memosisikan diri Anda sebagai anak pada usia tersebut. Cukup beritahu halhal yang ingin diketahuinya. Jelaskan dengan contoh yang terjadi pada binatang. Hindari perasaan malu dan bersalah atas bentuk serta fungsi tubuhnya. Ajarkan anak untuk mengetahui nama yang benar setiap bagian tubuh dan fungsinya. Katakan vagina untuk alat kelamin wanita dan penis untuk alat kelamin pria ketimbang mengatakan burung atau yang lainnya. Bantu anak memahami konsep pribadi dan ajarkan mereka kalau pembicaraan soal seks adalah pribadi.Beri dukungan dan suasana kondusif agar anak mau datang kepada orangtua untuk bertanya soal seks
2) Usia 6-9 tahun: Tetap menginformasikan masalah seks kepada anak, meski tidak ditanya. Jelaskan bahwa setiap keluarga mempunyai nilai-nilai sendiri yang patut dihargai. Seperti nilai untuk menjaga diri sebagai perempuan atau laki-laki serta menghargai lawan jenisnya. Berikan informasi mendasar tentang permasalahan seksualBeritahukan kepada anak perubahan yang akan terjadi saat mereka menginjak masa pubertas.
3) Usia 10-12 tahun: Bantu anak memahami masa pubertas. Berikan penjelasan soal menstruasi bagi anak perempuan serta mimpi basah bagi anak laki-laki sebelum mereka mengalaminya. Dengan begitu anak sudah diberi persiapan tentang perubahan yang bakal terjadi pada dirinya. Hargai privasi anak. Dukung anak untuk melakukan komunikasi terbuka. Tekankan kepada anak bahwa proses kematangan seksual setiap individu itu berbeda-beda. Bantu anak untuk memahami bahwa meskipun secara fisik ia sudah dewasa, aspek kognitif dan emosionalnya belum dewasa untuk berhubungan intim. Beri pemahaman kepada anak bahwa banyak cara untuk mengekspresikan cinta dan kasih sayang tanpa perlu berhubungan intim. Diskusi terbuka dengan anak tentang alat kontrasepsi. Katakan bahwa alat kontrasepsi
berguna bagi pasangan suami istri untuk mengatur atau menjarangkan kelahiran. Diskusikan tentang perasaan emosional dan seksual
4) Usia 13-15 tahun: Ajarkan tentang nilai keluarga dan agama. Ungkapkan kepada anak kalau ada beragam cara untuk mengekspresikan cinta. Diskusikan dengan anak tentang faktor-faktor yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan hubungan seks.
5) Usia 16-18 tahun: Dukung anak untuk mengambil keputusan sambill memberi informasi berdasarkan apa seharusnya ia mengambil keputusan itu. Diskusikan dengan anak tentang perilaku seks yang tidak sehat dan ilegal.
Secara garis besar, pendidikan seks diberikan pada usia dini (dan pada usia remaja) dengan tujuan sebagai berikut: 1) Membantu anak mengetahui topik-topik biologis seperti pertumbuhan, masa puber, dan kehamilan. 2) Mencegah anak dari tindak kekerasan. 3) Mengurangi rasa bersalah, rasa malu, dan kecemasan akibat tindakan sekssual. 4) Mencegah remaja perempuan di bawah umur dari kehamilam. 5) Mencegah remaja di bawah umur terlibat dalam hubungan seksual (sexual intercourse). 6) Mengurangi kasus infeksi melalui seks. 7) Membantu anak muda yang bertanya tentang peran laki-laki dan perempuan di masyarakat.