Partisipan dalam Krisis

By : Ramot Peter

Yesus mengatakan (Yohanes 16:33) bahwa umat Tuhan selama hidupnya akan selalu mengalami penderitaan, penganiayaan dan berbagai masalah lainnya. Krisis akan datang silih berganti seiring berputarnya waktu tanpa memandang latar belakang maupun kuatnya pertahanan. Ketika menghadapi berbagai krisis, umat Tuhan biasanya tidak hanya sekedar mencari tahu cara mengatasinya tetapi juga tidak lepas dari pijakan emosional. Adapun reaksi emosional ketika menghadapi krisis dalam diri manusia umumnya dapat menimbulkan, yaitu: ketakutan, trauma, depresi, keputusasaan, frustasi, kegelisahan, kesepian, kekhawatiran. Bahkan, pikiran manusia juga bisa dikuasai oleh beberapa kondisi hati, misalnya: perasaan ditinggalkan, perasaan kehilangan, perasaan kematian, kegentingan bertahan hidup. Dampak-dampak negatif dari tanggapan emosional tersebut dapat terkompensasi berupa: penganiayaan diri sendiri, melakukan kejahatan, kekerasan dalam rumah tangga, penyalahgunaan zat-zat kimia berbahaya ataupun narkoba.

Secara nasional maupun global saat ini, krisis juga sangat berdampak kepada perubahan peradaban. Krisis ekonomi berdampak kepada perilaku koruptif hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Krisis sosial memicu perilaku sosial yang tidak peduli akan sesama, penipuan, pembunuhan bahkan sikap brutal. Krisis politik yang sangat mengganggu kestabilan hidup masyarakat terutama menjelang pemilu (pilkada atau pilpres). Inilah kenyataan yang harus dihadapi juga oleh umat Kristen saat ini yang harus dihadapi dan diatasi baik secara internal maupun eksternal. Situasi mencemaskan semacam ini mungkin tidak terlalu banyak berarti bagi gereja jika dunia di mana gereja ditempatkan dan untuk mana gereja didirikan tidak terhilang pula. Penderitaan, kesengsaraan, penyakit, kebingungan, kekacauan ekonomi, permusuhan antar agama, kekerasan, kepemimpinan yang gagal, rasa takut dan tirani teknologi menyesaki dunia saat ini, semua inipun menjadi pengalaman hidup umat Allah. Oleh karena itu, umat Tuhan harus menjadi partisipan, bukan korban, di tengah krisis multidimensi masa kini.