Hingga Kami Beroleh Hati Yang Bijaksana

Mazmur 90: 1-17

By : Simon Mangatur Tampubolon

Situasi sekarang ini di mana hampir seluruh negara di dunia mengalami wabah Covid 19, membuat kita harus benar-benar menjadi bijaksana dan tentunya keputusan untuk beribadah Minggu di rumah ini pun merupakan wujud dari usaha kita untuk bijak di dalam situasi seperti ini. Perjuangan bersama kita melawan Covid19 ini, harus juga membawa kita pada momentum “hingga kami beroleh hati yang bijaksana”

Musa dalam doanya berkata: “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (ay.12). Doa ini dipanjatkan oleh bangsa Israel yang telah lama dihukum oleh Allah, karena dosa-dosanya. Israel menyadari bahwa dia memang pantas dihukum, akan tetapi pertanyaannya, masih berapa lama lagi?

Situasi seperti saat ini membuat kita terasa dihukum. Kita tidak bisa pergi dan berjumpa dengan orang lain, kita harus membatasi banyak hal, bahkan ibadah kita pun harus dibatasi. Tak terbayang kalau situasi ini berkepanjangan, bagaimana ibadah Jumat Agung kita? Bagaimana ibadah Paskah kita? Pertanyaan kita dalam doa kita mungkin sama, kita bertanya: “Masih berapa lama lagi situasi Covid ini Tuhan? (ay.13)

Pertanyaan itu wajar muncul dari diri kita, sebagaimana Musa dalam doanya, namun nadanya haruslah dalam semangat dan syukur. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari diri kita dalam situasi Covid 19 ini haruslah muncul dari niat dan semangat untuk belajar menghitung hari-hari hingga beroleh hati yang bijaksana.

Mazmur 90 mengajarkan kepada kita sebuah gambaran tentang bagaimana hati yang bijaksana itu. Mari kita telusuri bersama bagaimana kita mneggapai “hingga kami memperoleh hati yang bijaksana”  itu:

Hati yang menyadari hanya Tuhan tempat perteduhan (ay. 1-2)

Sikap hati bijaksana yang pertama dan utama ditandai dengan kesadaran bahwa hanya Tuhan tempat berteduh. Situasi seperti sekarang sungguh membuat kita melihat bahwa tidak ada tempat yang dapat menjadi tempat kita berteduh selain dalam Tuhan Yesus Kristus. Musa dalam doanya pada ayat 1 dan 2 ini memberikan dua gambaran tentang Tuhan tempat perteduhan itu. Pertama Ia adalah Juru Selamat dan kedua Ia adalah Pencipta. Sebagai Juru Selamat Allah bekerja di dalam waktu, sedangkan sebagai Pencipta Allah bekerja di luar dan mengatasi waktu.

Menyadari dan mempercayai bahwa Allah tempat perteduhan kita itu adalah Juru Selamat dan Pencipta akan membuat kita dapat tetap tenang dan bersemangat menghadapi situasi saat ini. Ketika kita bertanya sampai kapan Tuhan masalah ini? Kita diingatkan bahwa Allah bekerja di luar waktu dan mengatasi waktu, sehingga kita diyakinkan bahwa semua pasti indah pada waktunya, tinggallah kita terus beriman dan berteduh kepada-Nya.

Hati yang menyadari kerapuhan manusia (ay. 3-6)

Musa dalam doanya pada bagian ini menyadarkan kita bahwa kita begitu fana dan rapuh. Kesadaran akan hal ini merupakan ciri kedua dari hati yang bijaksana. Pada situasi seperti saat ini, kita melihat korban-korban berjatuhan, bahkan mungkin beberapa adalah kerabat kita. Sepertinya mereka sehat, kuat, bahkan ada yang dokter dan hamba Tuhan yang kita tahu punya kesaksian iman yang baik, namun pada akhirnya melalui Covid 19 ini mereka menghadap sang Pencipta. Pilunya lagi, mereka dikuburkan dalam kesenyapan, tidak ada banyak orang atau kerabat yang boleh hadir. Di sini kita bisa melihat betapa fananya kita.

Kefanaan manusia itu seperti rumput yang di waktu pagi berkembang dan tumbuh, namun di waktu petang lisut dan layu. Situasi saat ini menyadarkan kita bahwa kefanaan itu tidak mengenal status, kekayaan, kedudukan dan kepintaran pada akhirnya kita semua akan dikembalikan menjadi debu lewat panggilan ilahi: “Kembalilah, hai anak-anak manusia!” (ay.3)

Hati yang menyadari dahsyatnya murka Allah (ay.7-12)

Hati yang bijaksana ditandai juga dengan kesadaran bahwa Allah bisa murka dan murkanya itu dahsyat. Musa menggambarkan bagaimana manusia tidak akan bisa berlari dari murka Allah. Tetapi, ingat kehangatan murka Allah itu untuk “mengejutkan” kita (ay.7b) Murka atau amarah Tuhan itu bertujuan untuk menyampaikan atau mengingatkan kembali sebuah pesan bagi umatNya.

Situasi saat ini “mengejutkan” kita, menyadarkan kita kembali sebagai umat Tuhan untuk sungguh kembali kepadaNya, sungguh membangun relasi personal bersama dengan Tuhan. Untuk beberapa waktu kita tidak akan bisa bersekutu bersama secara social dan fisik di gereja, bahkan umat beragama lain pun tidak bisa pergi ke tempat ibadahnya. Kita dibawa kepada keadaan dimana kita harus bertanggung jawab secara personal dan keluarga untuk membangun relasi dengan Tuhan. Gereja pun dipaksa untuk mengoreksi kembali agenda-agendanya dengan menyesuaikannya dengan pesan dan maksud Tuhan lewat pandemi Covid 19 ini.

Sekali lagi murka atau amarah Tuhan itu bertujuan untuk menyampaikan atau mengingatkan kembali sebuah pesan bagi umatNya, oleh karena itu pada akhir bagian ini Musa berseru: “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (ay. 12). Menghitung hari berarti sebagai orang percaya kita mengingat kembali bagaimana kita menjalani hari-hari kita, bagaimana kita menggunakan hari-hari yang Tuhan berikan, dan bagaimana kita mempertanggung jawabkan setiap waktu yang Tuhan berikan. Ingat suatu saat kita akan menghadap tahta pengadilan Kristus, “Bema”, sebagaimana Alkitab menuliskan:

“kita akan menghadap tahta Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Allah”. (Roma 14:10).

“Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus” (2Korintus 5:10).

dan pada saat itu kita harus mempertanggung jawabkan hari-hari kita.

Hati yang menyadari hanya Tuhan sumber pemulihan (ay.13-17)

Semangat dari bagian akhir Mazmur doa Musa ini adalah sebuah kesadaran dan keyakinan bahwa Allah sang Juru Selamat dan Pencipta yang menaruh kita dalam kefanaan dan kedahsyatan murkaNya itu adalah juga satu-satunya Pemulih keadaan kita.

Seruan doa pemulihan itu dinyatakan dengan:

“Kembalilah, ya TUHAN… sayangilah hamba-hamba-Mu!… Kenyangkanlah kami… Buatlah kami bersukacita… Biarlah kelihatan kepada hamba-hamba-Mu perbuatan-Mu, dan semarak-Mu kepada anak-anak mereka… Kiranya kemurahan Tuhan, Allah kami, atas kami…”

Di tengah situasi seperti saat ini, kesadaran dan keyakinan yang harus kita bangun dan bagikan sebagai wujud hati yang bijaksana adalah kesadaran dan keyakinan bahwa Tuhan Yesuslah satu-satunya sumber pemulihan. Dia pasti tidak meninggalkan dan membiarkan kita. Ia pasti akan menyatakan kemurahan-Nya bagi kita.

Saat kita memiliki sikap hati yang:

  • Menyadari hanya Tuhan tempat perteduhan
  • Menyadari kerapuhan manusia
  • Menyadari dahsyatnya murka Tuhan, dan
  • Menyadari hanya Tuhan sumber pemulihan

maka kita sudah sampai pada momentum “hingga kami beroleh hati yang bijaksana. Akhirnya kita bisa berseru kepada Tuhan: “…teguhkanlah perbuatan tangan kami, ya perbuatan tangan kami teguhkanlah itu.” (ay.17). Tuhan memberkati!