Alam Semesta Menurut Agama Buddha

Nama : Pieter Prawira

NIM : 2201733143

Jurusan : Akuntansi

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa

                Banyak teori yang menjelaskan bagaimana alam semesta terbentuk, bahkan Sang Buddha sendiri mengetahui dan berpendapat bahwa alam semesta tidak memiliki awal yang biasa disebut samsara karena kelahiran yang sudah terjadi tidak dapat terhitung. Beberapa pandangan menyebutkan bahwa kelahiran dari alam semesta ini hanya dengan 6 hari dan para ilmuan menyatakan bahwa kehidupan sudah terjadi sejak miliaran tahun yang lalu dilihat dan diukur dari luas dan umur dari alam semesta, dan dibutuhkan waktu yang sangat panjang untuk melenyapkan itu semua. Karena semua hal yang berbentuk pasti akan hancur dan tidak kekal “Anicca”.Satuan waktu yang digunakan untuk mengukur waktu adalah satuan kappa yang pernah dijelaskan oleh Sang Buddha melalui perumpanan seperti ini.  Jika kita menarik garis sepanjang 1 mil kemudian lebarnya 1 mil dan tinggi 1 mil, kemudian kita menuangkan biji wijen kedalamnya hingga penuh. Itulah 1 kappa” jadi sudah tidak terhitung berapa kappa yang telah kita lewati dan berapa kappa yang akan datang.

                Sang Buddha sendiri yang telah mencapai penerangan sempurna menjabarkan isi dari alam semesta secara terperinci bahkan sudah mendahului ilmu yang sudah di tanamkan oleh ilmuan saat ini, Sang Buddha sudah mengetahui dan beliau memiliki pkiran yang luas dan tanpa batas, sehingga ajaran ajarannya masih relevan hingga saat ini dan sampai kapanpun (Buddhanussati, Lokavidu yang berarti pengetahu segenap alam). Didalam Anguttara Nikaya Kelompok 10 Sang Buddha menyatakan suatu pernyataan kepada para bhikhhu yang berbunyi seperti ini “Segala sesuatu berakar pada nafsu keinginan. Semua itu bias memiliki keberadaan yang nyata melalui perhatian, kontak dan menyatu kepada perasaan. Yang terpenting dari semua itu adalah konsentrasi, semua dikuasi oleh kewaspadaan. Puncak segala sesuatu melebur di dalam tanpa-kematian, dan Nibbana adalah titik akhirnya”Demikian Sang Buddha menjelaskan sedikit dari bentuk alam semesta.

Pada Digha Nikaya Sang Buddha menjelaskan bahwa alam semesta berawal dari air, gelap tanpa adanya cahaya, yang ada hanyalah air. Hal ini tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan yang menyebutkan bumi dahulu berbentuk dan ditutupi oleh air. Pada Anguttara Nikaya akhir dari alam semesta ini yaitu disebut Sattakanipata yang diakibatkan oleh musim panas atau kemarau yang panjang sekali, semakin keringnya maka muncullah matahari kedua, ketiga, keempat sampai dengan ketujuh matahari muncul, bumi akan lenyap menjadi debu dan bertebaran di angkasa, matahari yang muncul itu bukanlah baru muncul melainkan sudah ada sebelumnya. Kiamat yang terjadi bukanlah akhir dari kehidupan, karena segala sesuatu pasti akan terlahir kembali maka akan lahir lah bumi baru, begitulah seterusnya.

                Selama keberlangsungan alam semesta ini disebabkan oleh satu faktor pendukung lain yaitu Hukum Sebab-Akibat. Hukum ini ada di alam semesta dan terus bekerja kepada semua mahkluk tanpa kecuali. Alam semesta yang semakin tua dan perilaku kita sebagai manusia bisa menyebabkan krisis lingkungan seperti sekarang ini. Sama seperti terbentuknya alam semesta ini didalam Agama Buddha kehidupan kita dipenuhi oleh nafsu yang tidak akan hilang, hanya kita sendiri yang bias menghilangkan dengan cara berkonsentrasi. Krisis lingkungan belakangan ini terjadi bukanlah tanpa sebab melainkan mempunyai sebab yang jelas yaitu kita sendiri sebagai manusia. Manusia adalah satu kehidupan dari 31 alam kehidupan yang dapat merasakan semuanya kebahagiaan, kesedihan, kecewa dan perasaan lain. Karena nafsu yang terus menerus nerujung pada keserakahan (Loba) yang menyebabkan krisis lingkungan, kita yang merusak lingkungan dan kitalah yang mendapatkan hasilnya karena perbuatan kita sendiri.

Salah satu cara kita untuk memperbaiki ini semua adalah memperlakukan alam dengan baik, didalam hukum Kamma menjelaskan bahwa hal baik akan berbuat baik dan hal buruk akan berbuat buruk juga. Jika kita memperlakukan alam semesta ini dengan baik tentu akan berbalik seperti kta sekarang. Jika kita terus melakukan kerusakan yang kita lakukan alam semesta pun akan berbuat yang sama terhadap kita. Karenanya kita harus membiasakan perbuatan perbuatan baik dan menyayangi alam semesta ini seperti memperlakukan diri kita sendiri. Semual hal di alam semesta ini terhubung dan saling bersinambungan sehingga apa yang kita lakukan akan berdampak ke orang lain juga.  Tebarkan cinta kasih kepada semua mahkluk.