Alam Semesta dari Perspektif Kristen (Sebuah Refleksi)
Apa kira-kira tujuan alam semesta ini diciptakan? Beberapa asumsi antara lain:
a) Untuk difungsikan semaksimal mungkin dalam kehidupan
b) Untuk dikelola, dibudidayakan, dan dimanfaatkan dalam kehidupan
c) Sebagai fasilitas semata bagi manusia untuk mengenal dan lebih mendekatkan diri kepada Allah sebagai pencipta
Agama-agama yakin dan percaya bahwa Tuhan berbicara kepada kita umat-Nya melalui fenomena alam yang kita lihat sehari-hari.
Oleh karena itu alam semesta (universum) adalah juga diimani sebagai tanda kehadiran Tuhan/epifani (penampakan) Tuhan itu sendiri.
Iman itu bukan hanya keyakinan, melainkan juga perbuatan.
Iman kepada Tuhan tidak hanya ditunjukkan dalam ritual ibadah atau perbuatan etis pada sesama, tetapi juga harus dinyatakan dalam relasi yang etis dengan alam.
Buah-buah kepedulian pada alam lingkungan (bandingkan dengan diktat kuliah CB: Agama) antara lain:
1. Terciptanya situasi lingkungan yang seimbang (ekuilibrasi)
2. Terciptanya situasi keadilan terhadap alam (yustisial)
3. Terciptanya situasi kebaikan alam (etika)
4. Terciptanya situasi keindahan alam (estetika)
5. Terciptanya kondisi sakralitas alam (spiritualisme)
Kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan harus menjaga alam lingkungan sekitar karena alam berasal dari Tuhan juga. Dan apa yang kita lakukan kepada alam merupakan wujud syukur kepada Tuhan karena sudah di ciptakan.
Alam semesta adalah sumber teologi kristiani. Alkitab menegaskan bahwa Allah telah menampakkan diriNya melalui alam semesta
Inti perkataan Allah sebenarnya, “Dalam sengsaramu engkau bertanya di mana Aku ketika engkau menderita. Lihat kembali dunia di sekelilingmu dan engkau akan melihat Aku di situ dan diingatkan akan kebijaksanaan dan kuasaKu”.
Bruce Demarest, penulis buku General Revelation (Pewahyuan Umum), menulis, “Dengan perantaraan sebuah penciptaan yang hebat, Ayub mengerti realita Allah. Tertegun, merasa rendah dan dipenuhi dengan rasa hormat saat merenungkan Allah dan karya-karyaNya, Ayub membuka mulutNya dan berkata, ‘Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu'” (Ayub 42:5-6).
Banyak bagian di dalam Kitab Mazmur juga menyaksikan bahwa alam semesta memberikan bukti tentang keberadaan Allah. Mazmur 19:1-5, misalnya, mengatakan bahwa suara Allah dapat didengar melalui seluruh ciptaanNya.
Pemazmur menulis: Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tanganNya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi. Ia memasang kemah di langit untuk matahari.
Siang dan malam, kata Pemazmur, kemuliaan Allah diberitakan melalui langit dan cakrawala. Berita mereka tersedia bagi semua yang mau mendengar, karena suara mereka terpencar ke seluruh dunia dan akan didengar “sampai ke ujung bumi”.
Untuk memberikan contoh yang mendukung pernyataan pemazmur, kita dapat menggunakan banyak cara. Kita dapat menyampaikan ketidakmungkinan yang logis bahwa hidup dimulai tanpa stimulus dari luar, tak peduli berapa waktu yang ditetapkan para ilmuwan untuk kejadian seperti itu. Kita dapat berbicara tentang pola yang rumit dari gerak benda-benda angkasa di alam semesta — termasuk ketepatan waktu jalur tempuh mereka satu dan lainnya. Kita dapat berbicara tentang kemiringan yang tepat dari bumi, jaraknya yang tepat dari matahari dan perjalanannya yang tepat melalui tata surya kita — semua itu merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh iklim sedang yang dapat kita nikmati.