CBDC Binus University Benchmark Pendidikan Anti Korupsi ke Universitas Brawijaya Malang

Belajar dari orang lain merupakan salah satu bentuk kebajikan dalam hidup. Sebab dari itu, kita menjadi tahu sudah sampai di mana pengetahuan dan pengalaman kita. Selain itu, kita mengetahui jelas arah yang ingin kita capai. Kurang lebih, inilah yang Character Building Developement Center (CBDC) Universitas Bina Nusantara, Jakarta lakukan di Universitas Brawijaya Malang pada tanggal 12 Juli 2019. Peserta dari Binus terdiri dari tim CBDC yang terdiri dari Manager CBDC  Dr. Antonius Atosokhi Gea S.Th. MM, Dr. Yustinus Suhardi Ruman S.Fil. M.Si, Dr. Frederikus Fios, S.Fil., M.Th ditambah dengan 2 dosen CB Binus Malang yakni Ibu Prisca dan Bapak Ichan dan juga didampingi Tim Binus Institutional Development Center (BIDC) Bapak Stephen Kurnia, Bapak Adri Ferdian dan Bapak Joko Raditya. Binus University akan menerapkan pendidikan anti korupsi juga dalam pembelajaran di dalam ruang kelas maupun kegiatan mahasiswa. Project penelitian ini dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti. Sebagai informasi tambahan, hibah ini didanai dengan dana sebesar Rp. 70 juta dengan no. SPPK 04/B2.1/PPK/SPPK/GE/2019.   

Unit Character Building Developement Center Binus University melakukan studi banding penerapan materi pendidikan anti korupsi di Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur yang dianggap sebagai contoh best practice dalam hal pendidikan antikorupsi. Pada kesempatan itu, Dr. Muhammad Anas, selaku Sekretaris Pusat Mata Kuliah Kepribadian (PMPK) Universitas Brawijaya menunjukkan bahwa pendidikan anti korupsi yang diterapkan di lingkungannya dilakukan melalui dua mekanisme yakni pertama pengintegrasikan pendidikan anti korupsi dalam mata kuliah Pancasila, Kewarganegaraan, Agama dan Bahasa Indonesia.

Pengembangan materi anti korupsi pada mata kuliah kewarganegaraan dimasukkan pada tema yang berkaitan dengan hukum, negara atau pada bab tentang konstitusi. Sedangkan pada pelajaran agama, pendidikan anti korupsi dikaitkan dengan isi ayat suci Alqur’an yang menentang sikap dan tindakan korupsi. Selain, dimasukkan dalam modul pelajaran, pendidikan anti korupsi dikembangkan melalui proyek-proyek sosial yang  dilakukan oleh para mahasiwa. Mahasiswa diminta untuk melakukan observasi lapangan tentang gejala-gejala pembangunan, lalu kemudian direfleksikan dalam konteks korupsi yang dilakukan oleh para pejabat negara.

Tampak peserta FGD sedang mendengarkan pemaparan dari narasumber (Foto: CBDC.com)

Pengintegrasian ini tidak pertama-tama menyangkut modul pelajaran anti korupsi, melainkan menyangkut nilai yang dikembangkan dalam mata kuliah – mata kuliah tersebut seperti pendidikan Agama ingin mengembangkan karakter agamais, pendidikan Pancasila untuk mengembangkan nilai kepedulian, lalu pendidikan kewarganegaraan untuk membangun nilai-nilai kelembutan, dan pendidikan bahasa untuk mengembangkan persepsi anti korupsi pada peserta didik. Singkatnya, pendidikan anti korupsi diintegrasikan ke dalam empat mata kuliah tersebut.

Mekanisme yang kedua adalah pengembangan kegiatan-kegiatan non kurikuler seperti kegiatan kelas anti korupsi, moral camp, dan diskusi ilmiah dengan para guru bangsa. Kelas anti korupsi adalah sebuah kegiatan untuk merekrut, lalu kemudian melatih dan mendidik para agen anti korupsi di kalangan mahasiswa. Demikian juga dengan kegiatan moral camp. Mahasiswa direkrut, lalu kemudian membangun dasar dan kesadaran moral mereka untuk melakukan gerakan anti korupsi di lingkungan para mahasiswa. Sedangkan diskusi ilmiah dengan para guru bangsa tentang anti korupsi bertujuan untuk melakukan pendalaman akademik tentang hakekat dan gejala korupsi dan mengambil hikmahnya untuk transformasi diri ke arah pembentukan karakter diri yang antikorupsi.

Seorang pembicara lain dari yang berkecimpung dalam penelitian dan gerakan anti korupsi di Universitas Brawijaya Malang, Dr. Fadli, S.H.MH membagi hasil penelitiannya. Dr. Fadli mengemukakan bahwa bila  kita memiliki nilai-nilai spiritual dalam hidup kita pasti kita akan anti korupsi. Orang yang memiliki nilai spiritual tidak hanya anti korupsi, tetapi bebas dari korupsi. Dr. Fadli meneliti cara hidup para pemimpin era Majapahit. Mereka tegas, sederhana, dan sangat spiritual. Mereka tidak segan-segan menghukum para pejabat yang terlibat korupsi. Demikian juga dalam masyarakat tradisional, seperti suku Baduy.

Masyarakat Baduy tidak akan menolerir tindakan-tindakan pencurian oleh anggota masyarakat kita. Lalu kemudian kita mengetahui sikap Presiden kempat kita Gus Dur. Bila Gus Dur mendapat uang dari negara, ia akan meletakkannya di kursi duduknya, sedangkan bila masyarakat kecil yang memberinya, ia menggenggamnya erat, lalu ia menyimpannya baik-baik dalam saku bajunya. Dengan itu, ia memberi penghargaan atas perjuangan dan kerja keras masyarakat kecil. Sigkatnya, Dr. Fadli ingin menunjukkan bahwa budaya bangsa kita adalah budaya anti korupsi. Korupsi bukan budaya bangsa. Hal itu dapat kita temukan dalam cara hidup para pendulu dan masyarakat tradisional kita.

Proses pengembangan pembelajaran anti korupsi di Universitas Brawijaya juga ditunjang dengan pengembangkan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan persepsi antikorupsi di kalangan mahasiswa. Dari hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa persepsi anti korupsi di kalangan mahasiswa berkaitan dengan beberap hal antara lain: 1. Imbalan yang tidak sah, (2) penyalahgunaan kewenangan, (3) pihak yang diuntungkan.

Yustinus Suhardi Ruman