Alam sebagai Perluasan Tubuh Manusia

Skolimowski telah menggambarkan dimensi spiritual dari alam.  Meski demikian, ia belum secara jelas mendeskripsikan pendasaran mengapa alam semesta dihadapi sebagai sebuah entitas spritual. Bila analisa lebih detail, kita akan menemukan nuansa antroposentristik dari deskripsi yang dilakukan oleh Skolimowski untuk menjelaskan pendekatannya terhadap alam semesta ini sebagai sebuah entitas spiritual.

Pendekatan yang dikemukakan oleh Skolimowski tentu sangat bermanfaat bagi kita sebagai salah satu pendasaran mengapa kita harus meperlakukan alam secara baik. Skolimowski ingin mendorong kita melakukan sebuah perubahan pendekatan terhadap alam dengan menempatkan alam berdasarkan prinsip-prinsip ritual keagamaan. Alam adalah suci, seperti tempat-tempat ritus keagamaan. Oleh karena itu, seperti pula kita memperlakukan tempat-tempat ritus keagamaan dengan rasa hormat, peduli dan penuh tanggung jawab, demikian pulalah kita memperlakukan alam semesta ini. Sebab ia kudus dan suci adanya. Hanya dengan sikap seperti ini, kita dapat menjaga alam semesta ini.

Pada bagian ini, sebagai umat beragama yang percaya pada prinsip-prinsip teosentrisme, saya ingin mendeskripsikan pendasaran teologis yang antroposentristik. Manusia terdiri dari Jiwa dan Badan. Manusia dalam hal ini adalah berjiwa-badan. Manusia tidak semata-mata jiwa, juga tidak semata-mata badan. Manusia adalah berjiwa-badan. 

Jiwa berasal dari Tuhan secara langsung. Ketika sel sperma dan sel telur bertemu, pada saat itu, Tuhan mengijinkan sebuah jiwa hidup dan menyatukan sel sperma dan sel telur tersebut berubah menjadi manusia. Sel sperma dan sel telur dalam wakil dari alam semesta ini. Kedua sel tersebut bersifat material, dan bersumber dari alam semesta. Namun, tetap akan tertinggal material, bila Tuhan tidak mengijinkan sebuah jiwa untuk mengubahnya menjadi manusia. Tetapi, demikian juga sebaliknya, jiwa adalah tetap jiwa, bila tidak ada unsur materialnya. Jiwa tidak akan pernah menjadi manusia, tanpa ada unsur materinya. 

God conferred a soul for one human being, and after that was finished. Even so, the soul continues to flow to infinite depth in the human material body. Up to this level, the human body is no longer merely material, the human body is transformed into a spiritual body. Thus the human body has a dimension of divinity.

However, the material body can never absorb the human soul, and therefore, the human soul will never be influenced by its material elements. This means that the soul determines the value of the material element or the human body. By the soul, the human body contains the dimensions of divinity, because the human soul comes directly from God.

Namun proses material pada tubuh manusia itu sendiri tidak pernah sekali terjadi. Artinya proses untuk menjadi manusia pada sisi material tidak pernah berhenti, atau sekali jadi, lalu setelah itu selesai. Manusia akan terus bertumbuh dan berkembang, dan oleh karena itu, eksistensinya akan selalu bergantung pada sumber daya alam yang menyediakan unsur material bagi proses penjadian tubuh manusia. 

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa manusia akan selalu bergantung pada makanan, minuman dan udara yang disediakan oleh alam semesta ini. Itu berarti, bila lingkungan dari mana unsur material pada dirinya rusak, maka tubuh manusia itu sendiri juga akan menjadi rusak. Dalam konteks ini, maka tugas dan tanggungjawab manusia terhadap lingkungan alam persis bernilai sama dengan tanggungjawabnya terhadap hidupnya sendiri. 

Alam yang menjadi sumber bagi proses penjadian terus menerus pada dimensi tubuh manusia tidak pernah semata-mata material, alam itu memuat aspek spiritual di dalamnya. Sebab, seperti yang telah disinggung sebelumnya secara singkat bahwa jiwa manusia terus mengalir meresap sampai kedalaman tidak terhingga pada tubuh manusia. Namun proses persepan itu, tidak semata-mata sampai pada tubuh manusia saja, melainkan sampai tidak terhingga pada alam semesta ini.

Selama tubuh material manusia yang berjiwa menyentuh tanah, air udara, matahari, selama itu pula jiwa manusia terus mengalir meresapi alam semesta ini. Deskripsi ini mengandung makna bahwa saat proses penjadian tubuh manusia terjadi, unsur material pembentuknya tidak lagi semata-mata bersifat material, tetapi telah berubah menjadi spiritual.

Oleh karena itu, sampai di sini kita dapat mengatakan bahwa sama seperti tubuh manusia berjiwa dan oleh karena mengandung nilai spiritual dalam dirinya sendiri, maka alam semesta  itu sendiripun memuat dimensi-dimensi spiritual, karena jiwa manusia tidak pernah berhenti mengalir. Ia terus mengalir sampai pada kedalaman terhingga pada tubuh manusia, lalu kemudia terus mengalir sampai pada kedalaman terhingga pada alam semesta ini. Alam semesta dalam konteks ini adalah perluasan tubuh manusia itu sendiri.

Yustinus Suhardi Ruman