BINUSIAN JOURNEY

Cara Membangun Komunikasi yang Sehat

Apakah Anda pernah merasa frustrasi karena pesan yang disampaikan tidak pernah dipahami? Atau merasa lelah karena percakapan yang seharusnya membangun justru berakhir dengan salah paham dan ketegangan?

Di era digital yang serba cepat, kita berkomunikasi lebih sering daripada sebelumnya, namun ironisnya, kualitas komunikasi kita sering kali menurun. Komunikasi bukanlah sekadar proses bertukar kata; ia adalah jantung dari setiap hubungan—baik di rumah, di kampus, maupun di tempat kerja. Komunikasi yang buruk bisa meruntuhkan kepercayaan, sementara komunikasi yang sehat dan efektif adalah fondasi bagi kesuksesan dan kesejahteraan emosional.

Membangun komunikasi yang sehat adalah sebuah keterampilan, bukan bakat. Kabar baiknya, keterampilan ini dapat dipelajari dan diasah. Mari kita pahami pilar-pilar penting yang harus kita terapkan untuk menjadi komunikator yang tidak hanya berbicara, tetapi juga terhubung.

  • Jadilah Pendengar, Bukan Sekadar Penunggu Giliran Bicara (Mendengar Aktif)
    Banyak dari kita mendengarkan bukan untuk memahami, melainkan untuk merespons. Komunikasi yang sehat dimulai dari kesediaan Anda untuk mendengar secara aktif. Fokus Penuh (Presence)dapat dilakukan dengan singkirkan ponsel Anda. Alihkan fokus mata Anda, pikiran Anda, dan seluruh perhatian Anda kepada lawan bicara. Tunjukkan Pengakuan seperti gunakan anggukan, kontak mata yang memadai, atau frasa singkat seperti “Oh, begitu ya?” atau “Saya mengerti.” Hal ini menegaskan bahwa Anda hadir dan menghargai perkataan mereka.Setelah lawan bicara selesai, ulangi inti dari apa yang mereka katakan dengan bahasa Anda sendiri. Contoh: “Jadi, intinya kamu merasa sangat kecewa dengan keputusan tersebut, apakah saya benar?” Ini menghilangkan kesalahpahaman sejak dini.
  • Berkomunikasi dengan Empati dan Sikap Menghormati
    Prinsip ini dikenal sebagai Respect dan Empathy dua komponen utama dari komunikasi yang matang.
    • Hormati Sudut Pandang: Setiap orang berhak atas perasaannya, meskipun Anda tidak setuju. Hindari memotong pembicaraan, menyela, atau langsung menyerang dengan sanggahan. Ingatlah, tujuan komunikasi sehat bukan untuk menang argumen, tetapi untuk mencapai pemahaman bersama.
    • Terapkan Empati: Cobalah menempatkan diri Anda di posisi lawan bicara. Ketika Anda mampu merasakan apa yang mereka rasakan, respons Anda akan menjadi lebih lembut dan solutif, bukan reaktif.
    • Gunakan Bahasa yang Rendah Hati (Humble): Meskipun Anda memiliki keahlian lebih, bersikap rendah hati saat menyampaikan pesan menciptakan suasana yang nyaman. Rendah hati membuka pintu dialog, sementara kesombongan menutupnya.
  • Utamakan Klaritas dan Hindari Kata “Anu” atau “Itu”
    Komunikasi menjadi tidak sehat ketika pesan yang disampaikan tidak jelas atau tidak jujur, memicu spekulasi dan prasangka. Gunakan “I Statement” (Pernyataan “Saya”): Saat menyampaikan keluhan atau ketidaknyamanan, fokus pada perasaan Anda, bukan pada tindakan lawan bicara. Kemudian berusahalah untuk Tegas dan Spesifik dengan menyampaikan permintaan Anda dengan jelas dan konkrit. Hindari penyampaian yang bertele-tele dan abstrak. Pesan yang spesifik memastikan kedua pihak memiliki kesamaan makna.
  • Selaraskan Kata dan Bahasa Tubuh (Non-Verbal)
    Komunikasi non-verbal menyumbang porsi terbesar dari pesan yang kita sampaikan. Bahkan, pesan non-verbal seringkali lebih jujur daripada kata-kata. Jaga Konsistensi dengan memastikan nada suara, ekspresi wajah, dan gestur tubuh Anda selaras dengan apa yang Anda ucapkan. Jika Anda berkata, “Saya baik-baik saja,” tetapi raut wajah Anda tegang dan lengan Anda terlipat, pesan non-verbal Anda justru menyampaikan ketidakpercayaan. Kemudian Kelola Emosi dengan belajarlah untuk menarik napas dan menunda respons saat emosi sedang memuncak. Emosi yang meledak-ledak akan mengganggu pesan yang ingin Anda sampaikan, seklaritas apa pun kata-kata yang Anda pilih.

Membangun komunikasi yang sehat adalah investasi jangka panjang untuk kualitas hidup Anda. Ini bukan hanya tentang menghindari konflik, tetapi tentang menciptakan ruang di mana setiap orang merasa didengar, dihargai, dan dipahami. Di instansi pendidikan, di rumah, atau di tengah masyarakat, jadilah pribadi yang aktif mendengarkan, menghormati perspektif, dan menyampaikan pesan dengan kejujuran dan kejelasan. Dengan mempraktikkan empat prinsip emas ini secara konsisten, Anda akan menjadi arsitek yang mahir dalam membangun jembatan hubungan yang kokoh dan tak mudah runtuh.

Referensi :
Singh, P. (2025, July 19). “Rebuild Connection with The Couples Communication Workbook” | Dr. Priyanka Singh posted on the topic | LinkedIn [Online forum post]. https://www.linkedin.com/posts/dr-priyanka-singh-315642315_the-couple-communication-workbook-pdf-ugcPost-7352418776052654081-n55M?utm_source=share&utm_medium=member_desktop&rcm=ACoAABZQtNMBXFnNX1EvXZm6KBJMcqcI3XVWwws

Penulis : Erna Susilowati