BINUSIAN JOURNEY

Apa itu Hustle Culture?

Menghabiskan waktu seharian berkutat dengan pekerjaan, bekerja hingga melebihi jam kerja hampir setiap waktu, terlalu fokus pada pekerjaan hingga lupa waktu dan mengabaikan kebutuhan pribadi. Jika kamu atau orang-orang di sekitarmu menerapkan hal tersebut, maka kemungkinan kamu sedang terjebak dalam hustle culture.

Apa itu hustle culture?
Hustle Culture merupakan sebuah fenomena munculnya tren gaya hidup yang menjunjung tinggi kebiasaan “workaholic”, sehingga orang-orang yang menjalani gaya hidup ini memiliki kecenderungan untuk mendorong dirinya untuk bekerja terlalu keras hingga melewati batas wajar (Kusumaningtyas dkk., 2022). Ketika gaya hidup hustle culture mulai terinternalisasi pada suatu kelompok, maka budaya “gila kerja” akan menjadi sesuatu yang diglorifikasi. Kebiasaan bekerja di luar batas waktu dan kemampuan akan dianggap menjadi sesuatu yang biasa dan dianggap sebagai gaya hidup yang produktif. Tidak jarang kamu juga akan menemui dirimu menjadi mudah cemas ketika tidak bekerja sekeras seperti yang diperlihatkan orang-orang di sekitar.

Apa saja dampak dari hustle culture?

  1. Kesehatan menurun
    Ketika upaya yang dikerahkan untuk melaksanakan pekerjaan melebihi batas waktu dan kapasitas diri yang wajar, maka seseorang akan mengabaikan kebutuhan di luar pekerjaan. Salah satu hal yang berpotensi besar untuk diabaikan dalam hal ini adalah masalah kesehatan. Bukan tidak mungkin ketika bekerja terlalu keras, maka kamu akan mulai melupakan jam makan, tidak sempat meluangkan waktu untuk berolahraga, atau bahkan sekadar tidur dengan rentang waktu yang cukup. Hal ini tentu saja akan berdampak pada kualitas kesehatan dan menurunkan kualitas hasil kerja.
  1. Masalah psikologis
    Menurut studi oleh Mental Health Foundation di UK, di Inggris setidaknya terdapat 14,7% pekerja yang mengalami gejala stres yang disebabkan oleh pekerjaan. Budaya hustle culture menyebabkan munculnya beban secara mental untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang sesungguhnya tidak benar-benar ada. Beban tersebut muncul karena paparan dari lingkungan sekitar yang menerapkan perilaku “gila kerja” sehingga tekanan kerja menjadi lebih berat daripada yang seharusnya.
  1. Budaya kerja yang tidak sehat
    Hustle culture menciptakan sebuah persepsi pada suatu kelompok untuk bekerja di luar batas nalar. Ketika hal ini terinternalisasi pada anggota kelompok, maka setiap individu pada kelompok tersebut akan mulai menerapkan norma kinerja yang melebihi batas wajar. Kecemasan yang muncul ketika tidak bekerja terlampau keras, munculnya pandangan yang aneh ketika terdapat karyawan yang tidak bekerja overtime, hingga mewajarkan penerapan kehidupan yang tidak seimbang antara kehidupan kerja dan pribadi.

Lalu bagaimana cara menghindari dampak negatif dari hustle culture?

Berikut ini beberapa tips dari konselor Nathan dan Robinson serta seorang career coach Donna McGeorge untuk melepaskan diri dari hustle culture (Singh, 2022)

  1. Alokasikan waktu dan tenaga dengan bijaksana
    Penting untuk menyadari bahwa workaholic tidak sama dengan produktif. Bahkan sebenarnya kamu perlu mengambil waktu istirahat di sela-sela kesibukanmu untuk meningkatkan produktivitas. Kamu dapat membuat jadwal dengan membagi waktu untuk bekerja dan beristirahat.
  1. Berhenti melakukan pekerjaan secara bersamaan (multitasking)
    Fakta menunjukkan bahwa multitasking berasosiasi dengan menurunnya rentang atensi serta fungsi memori yang buruk. Hasilnya, ketika beberapa pekerjaan dilakukan secara bersamaan, maka hasilnya jauh dari kata optimal. Oleh karena itu, sebaiknya kerjakan satu pekerjaan dalam satu waktu agar fokus kamu tidak terbagi dengan pekerjaan lain.
  1. Buat to-do list
    Membuat to-do list dapat membantu kamu untuk monitoring progress pekerjaan dan membuat skala prioritas. Hal ini juga dapat membantu agar otak tidak terbebani dengan informasi-informasi mengenai pekerjaan yang menumpuk.
  1. Berani untuk mengatakan “tidak”
    Pahamilah dengan baik kewajiban dan hakmu sebagai bekerja, beranilah berkata “tidak” jika pekerjaan yang diberikan sudah di luar batas kemampuan atau waktu kerja yang menjadi kewajibanmu.
  1. Cari bantuan
    Apabila kamu sudah berada pada tahap di mana kamu menunjukkan gela stres berat atau burnout maka jangan ragu-ragu untuk mencari bantuan ke tenaga professional sebelum kondisimu semakin parah.

Referensi:
Kusumaningtyas, K., Salim, R. D., Habibah, M. N., & Dwiansari, A. M. (2022). Hubungan Hustle Culture (Workeholism) terhadap Well Being Anggota UKESMA UGM – Unit Kesehatan Mahasiswa. Diambil dari https://ukesma.ukm.ugm.ac.id/2022/06/03/hubungan-hustle-culture-workaholism-terhadap-well-being-mahasiswa-unit-kesehatan-mahasiswa-ukesma-universitas-gadjah-mada/. Pada tanggal 26 Januari 2023

Singh, A. (2022). 6 tips to get rid of the “hustle” mindset and stop burnout, according to mental-health and productivity experts. Business Insider. Diambil dari https://www.businessinsider.com/hustle-culture-how-to-unlearn-burnout-workplace-counselors-advice-2022-5. Pada tanggal 26 Januari 2023

Penulis: Nisrina Hanun Iftadi, M.Psi, Psikolog
Editor: Ira Setyawati, S.Psi., M.A.