BINUSIAN JOURNEY

Taking Initiave At Work

Berinisiatif merupakan salah satu kriteria kandidat pelamar yang banyak dicari oleh recruiter. Hal ini dikarenakan Inisiatif merupakan salah satu indikator kinerja karyawan. Semakin tinggi insiatif karyawan maka semakin tinggi pula kinerja karyawan tersebut (Febriana, 2022). Jika dibandingkan dengan seseorang yang bersifat pasih, seseorang yang proaktif dianggap berkinerja lebih baik, contributor, dan innovator. Memiliki inisiatif menandakan bahwa seseorang memiliki motivasi atau semangat dalam dirinya, mau berkontribusi, tidak tergantung pada orang lain, memiliki keinginan untuk berkembang dan bertumbuh, berani dan tangguh.

Disisi lain perlu diketahui bahwa proaktif tidak selalu dan selamanya menghasilkan sesuatu yang baik dan benar. Proaktif yang tidak disalurkan dengan cara yang benar dapat menjadi boomerang dan mengakibatkan sesuatu yang negative bagi organisasi, pemimpin, anggota tim lain, maupun diri sendiri. Sharon K. Parker and Ying (Lena) Wang (2019) menjelaskan hasil dari analisis 95 penelitian yang berakaitan dengan arah proaktivitas karyawan menunjukkan bahwa terdapat 3 faktor penentu apakah proaktifnya seseorang itu mengarah pada hasil yang positif atau negatif. Ketiga faktor tersebut yaitu kemampuan mengelola diri, mempertimbangkan orang lain, dan menyelaraskan diri dengan tujuan organisasi. Hasil analisis ini sejalan dengan balance theory of wisdom yang dikemukakan oleh seorang psikolog Robert Stenberg.

Managing Yourself (Mengelola diri)
Proaktif dan memberi kontribusi memang membuat orang lain senang dan terbantu. Tetapi tidak berarti kamu harus selalu menjadi aktif, mengambil banyak pekerjaan, atau selalu berkata “iya” ketika ditawari sesuatu hingga memaksakan diri yang mengabaikan kesejahteraan diri sendiri. Memaksakan diri yang berlebihan hingga tidak memperhatikan kondisi fisik maupun mental dapat mendatangkan hal negatif. Alih-alih menyelesaikan pekerjaan, mencapai goals, dan membantu orang lain justru badan tumbang sakit dan otak tidak dapat berfikir jernih dan optimal karena burn-out sehingga pekerjaannya menjadi kebalikan dari yang diharapkan. Perlu kemampuan manajemen waktu, menentukan prioritas, serta bersikap asertif agar dapat secara bijak dapat mengelola potensi maupun keterbatasan diri untuk menghasilkan kinerja yang optimal.

Considering Others (Mempertimbangkan Orang Lain)
Perhatikan kondisi orang lain secara seksama dan pertimbangkan perspektif orang lain sebelum merealisasikan ide baru. Tanyakan terlebih dahulu : Siapa yang akan terpengaruh oleh inisiatif saya? Siapa yang harus saya libatkan untuk memastikan ini berhasil?. Setelah itu pertimbangkan bagaimana caranya mengkomunikasikan ide kepada pemangku kepentingan dan langkah-langkah persiapannya. Apakah ini waktu dan tempat yang tepat untuk menyampaikan? Pendekatan seperti apa yang dapat mudah diterima oleh mereka?

Perhatikan dan pahami orang-orang yang mungkin akan terdampak negative oleh ide kamu. Buatlah stragi untuk dapat mengkomunikasikannya dengan baik sehingga kamu dapat memberikan tawaran penanganan sehingga meminimalisir atau meniadakan permasalahan. Kemampuan manajemen resiko dibutuhkan.

Aligning with Organizational Goals (Menyelaraskan Diri dengan Tujuan Organisasi)
Sebuah ide yang tidak selaras dengan tujuan dan strategi atau misi organisasi hanya akan menjadi sia-sia dan buang-buang sumber daya. Ketika memiliki ide cek dan pertimbangkan hal berikut : Apakah perubahan ini diperlukan dalam situasi saat ini? Jenis yang seperti apa yang sesuai dengan konteks di situasi tersebut?. Pikirkan bagaimana caranya menerapkan ide-ide kamu secara efektif yang tidak bertentangan dengan tujuan organisasi.

Referensi :
Sharon K. Parker and Ying (Lena) Wang. (2019). When to Take Initiative at Work, and When Not To. Diakses pada https://hbr.org/2019/08/when-to-take-initiative-at-work-and-when-not-to

Ditulis Oleh :
Ajeng Diah Hartawati, M.Psi, Psikolog