Tekstil di Indonesia dikenal dengan kekayaan motif ragam hias yang luas dan bervariasi selaras mewakili daerah asal. Salah satu dari sekian banyak kerajinan tekstil di Indonesia adalah kain tenun yang merupakan kriya tekstil tradisional. Kain tenun dibuat dengan pengetahuan anyam-menganyam yang digunakan sebagai dasar cara-cara menenun membuat pakaian yang mempunyai prinsip menjalin bagian yang lurus atau vertikal dengan bagian yang melintang atau horizontal.

Di Indonesia seni tenun telah dikenal sejak zaman nenek moyang. Salah satu kain tenun tradisional Indonesia adalah kain lurik. Kain lurik adalah kain tenun dengan hiasan atau lajur garis membujur. Menurut kepercayaan, setiap motif kain lurik memiliki fungsi sendiri. Selendang lurik dengan nama motif tolak watu dipergunakan untuk tujuh bulanan atau dalam masyarakat Jawa biasa disebut mitoni. Kain Lurik motif ini juga biasa digunakan untuk upacara meruwat atau ngruwat.

Kain lurik merupakan kain khas daerah Klaten, Yogyakarta, Pekalongan, Tuban, dan beberapa daerah lain. Meskipun kain lurik merupakan kain tradisional beberapa daerah namun setiap daerah memiliki perbedaan pada motif dan kualitas kainnya. Salah satu sentra tenun di Jawa Tengah yang masih terus bertahan hingga saat ini adalah sentra tenun lurik di Kecamatan Pedan Klaten, yang pernah mengalami masa jaya pada sekitar tahun 1965. Kota Pedan identik dengan usaha pertenunan yang menyerap ribuan tenaga kerja yang berdatangan dari berbagai daerah. Namun pada tahun 1980-an kejayaan tenun lurik mulai padam. Sentra tenun lurik ATBM di kecamatan Pedan saat ini tinggal menyisakan dua perajin, yaitu PT. “Sumber Sandang” milik Raden Rachmad dan industri tenun lurik milik Bu Diro. Usaha tenun Bu Diro sampai saat ini masih bertahan hanya dengan jenis dan motif tradisional seperti selendang dan jarik, sementara itu usaha tenun milik Rachmad keadaannya lebih berkembang. Hal ini disebabkan karena Rachmad selalu melakukan inovasi dengan mengolah motif-motif yang baru, serta mengeksploasi berbagai bahan dari alam, seperti rami, akar wangi, rosela, ijuk, enceng gondok, dan serat agel.

Dari sinilah Miya, seorang mahiswi di salah satu universitas negeri di Surakarta menciptakan inovasi batik lurik dengan mengombinasikan bahan dan teknik baru yaitu