Apa yang terlintas dalam benak kita saat mendengar kata Microsoft? Banyak di antara kita pasti pernah mendengar, atau bahkan menggunakan produk-produknya seperti Windows, Office, Word, Excel, Powerpoint dan Outlook. Bagaimana dengan Windows Phone? Sebagian dari kita mungkin mengetahui produk itu, namun tak banyak juga yang menggunakannya. Salah satu produk dari Microsoft itu dihentikan produksinya karena tak mampu bersaing dengan Android dan IoS. Tak banyak dari kita mengira bahwa perusahaan sebesar Microsoft bahkan bisa mengeluarkan produk yang tidak laku di pasaran. Namun, kegagalan itu menjadi sebuah pembelajaran besar bagi salah satu perusahaan software terbesar di dunia itu.

Saat ini, Microsoft telah belajar untuk melihat gambaran besar masa depan mereka. Jika sebelumnya mereka mengembangkan sebuah produk secara rahasia oleh tim yang terpisah, kini mereka telah mengadopsi filosofi “open design“. Mereka berbagi ide pada seluruh karyawan perusahaan, mengintegrasikan produk, dan mendeteksi kegagalan lebih cepat. Harapannya, mereka mampu menghasilkan kombinasi hardware dan software yang lebih baik.

“Mengubah bentuk” dan “mendesain ulang” perusahaan yang sudah berusia sekitar empat puluh empat tahun itu bukanlah hal yang mudah. Mereka bukan hanya harus mengubah penampilan secara visual, namun juga harus memodernisasi software dan berkompetisi dengan banyaknya start up yang semakin agresif. Mereka tak lagi dapat mengontrol bisnis dengan cara tradisional dan tertinggal dari industri teknologi yang berkembang pesat setiap tahunnya.

Semakin masif dan cepatnya kompetitor memberikan dampak besar bagi Microsoft. Perusahaan mulai membuat Microsoft Surface setelah melihat Apple sukses dengan MacBook Air dan iPad. Sementara itu, Google yang secara rutin memperbarui Chrome dan Android memberikan peran penting dalam menginspirasi produk Windows 10. Bukan hanya perusahaan besar yang memberikan alasan Microsoft untuk berubah. Ada ribuan start up yang berkompetisi mengambil bagian dari bisnis mereka, yang membuat mereka berinisiatif mengembangkan Office menjadi versi online, yaitu Outlook.

Perubahan desain software itu baru terjadi setelah Microsoft mengorganisir cara kerja mereka. Sebelumnya, mereka hanya mengembangkan versi baru dari Windows setiap tahun. Tim software, hardware, dan desain hanya “diam” dan tak banyak membuat perbedaan. Mereka “terlena” saat berada di zona nyaman dengan terbatasnya jumlah kompetitor sehingga tidak melakukan banyak inovasi.

Bagi Microsoft, memperbaiki desain adalah tentang meninjau pengembangan produk. Mereka lebih menyukai kegagalan saat uji coba agar dapat mempercepat waktu pengembangan. Hal ini berarti, mereka harus lebih cekatan dalam membuat prototipe, belajar menggali masukan dari open-source community, dan menggeser inti bisnis software mereka.

Microsoft telah belajar dari masa lalu. Perubahan desain kerja baru ini adalah taruhan bagi masa depan mereka. Tantangan saat ini adalah untuk mengkombinasikan semua ide-ide dari sekitar seratus ribu tenaga kerja menjadi satu desain yang menarik untuk dilihat dan terasa padu bagi jutaan pengguna, seperti Office dan Windows.

Artikel ini merupakan terjemahan dari artikel asli berjudul :

“HOW MICROSOFT LEARNED FROM THE PAST TO REDESIGN ITS FUTURE”

Diterbitkan di situs theverge oleh Tom Warren