Jika mendengar sebuah kata “abadi” maka persepsi mengenai sebuah keabadian adalah dapat hidup selamanya, abadi sepanjang zaman. Abadi sendiri memiliki arti kekal,dan bahkan sejarah sempat mencatat bahwa ada beberapa pemimpin Negara yang berambisi menjadi abadi, sebut saja  pemimpin yang bernama Qing Shin Huang yang memerintah Negeri China pada 246 SM – 210 SM. 

Kaisar Qing merupakan kaisar pertama dari Negara Qin dan juga dianggap sebagai pendiri dari Tiongkok. Kaisar Qing disebutkan dalam sejarah bahwa pencapaiannya dalam memerintah membawa perubahan – perubahan besar di Cina pada saat itu. Semua peraturan dan tata kelola pemerintahan diaturnya dengan baik, sebutlah tembok besar China yang termasyhur dan makam dengan pasukan terracotta pun masih abadi hingga hari ini. Namun, kaisar Qing rupanya memiliki persepsi sendiri mengenai keabadian. Ketika kaisar Qin memasuki  pertengahan usianya dia mulai merasa ketakutan akan ketidak abadian (baca kematian). Kaisar Qin pun terobsesi untuk menjadi “abadi” dalam persepsinya dengan memperpanjang hidupnya. Tak tanggung – tanggung, sebuah perintah ia keluarkan untuk mencari “obat abadi” supaya menjadikannya hidup abadi selamanya. 

Disebutkan juga dalam sejarah, ternyata tabib istana kerajaan membuat obat abadi  yang kandungannya sendiri sangat berbahaya. Ramuan tersebut mengandung logam yang kala itu dipandang sangat istimewa yakni merkuri. Merkuri merupakan logam berat yang apabila terpapar terlebih dalam jangka panjang dapat membahayakan tubuh seseorang. Obat ajaib yang dibuat ini sejatinya dipercaya aja memberikan keabadian justru bekerja sebaliknya. 

Selain Kaisar Qin yang terobsesi akan keabadian, disebutkan juga seorang bangsawan Inggris bernama Elizabeth Bàthory juga memiliki obsesi keabadian yang semu. Elizabeth Bàthory merupakan bangsawan tinggi Kerajaan Hungaria dan dikenal sebagai “Countess Berdarah”. Elizabeth Bàthory terobsesi menjadi wanita dengan kecantikan yang abadi. Usaha Elizabeth Bàthory untuk menjadikan dirinya abadi terbilang cukup sadis. 

Elizabeth Bàthory menggunakan darah perawan yang dijadikan sebagai air rendaman dalam bak mandi sang bangsawan. Ia meyakini darah gadis – gadis muda itu akan membuatnya memancarkan kecantikan yang abadi. Sungguh tragis, setiap Elizabeth membantai ratusan gadis hanya untuk memenuhi obsesinya. Di akhir hidupnya Elizabeth Bàthory dikurung dan mati di kastil tempat ia menyiksa gadis – gadis muda yang akan diambil darahnya. 

Dari kedua kisah tersebut, keabadian sejati seharusnya hal yang akan terus kekal akan terus dikenang hingga akhir zaman. Lantas keabadian macam apa itu? Keabadian hakiki semacam itu dapat saja terjadi, sebuah tulisan merupakan salah satu contoh karya manusia yang abadi dan akan terus dikenang sepanjang kehidupan manusia selama isi dari tulisan itu masih bisa dibaca oleh manusia – manusia lain baik pada masa penulisnya masih hidup ataupun beribu tahun setelahnya. Karyanya akan tetap abadi dikenang dalam sejarah. 

Tentu masih lekat dalam ingatan ketika mempelajari sejarah di bangku sekolah dasar, bahwa ide pokok dari rumusan Pancasila merupakan hasil dari tulisan dalam kitab negarakertagama yang ditulis ribuan tahun sebelum Pancasila diikrarkan sebagai falsafah negara. Pengetahuan dan cerita bahkan karya sastra dari ratusan dan ribuan tahun lalu pun masih bisa dinikmati hingga saat ini. Lalu bagaimana karya – karya tersebut bisa dinikmati? Lewat tulisan, semua karya – karya tersebut bisa diketahui dan dipelajari karena pengetahuan yang ditulis. Tulisan merupakah hal yang sangat menakjubkan, lewat tulisan seluruh manusia di zaman yang berbeda bisa sama sama mempelajarinya. Tulisan yang membuat keabadian. Tulisanmu bentuk keabadianmu hidup di dunia.