Kehadiran AI dalam proses desain tidak membuat peran desainer menghilang. Justru sebaliknya, peran itu sedang berubah bentuk. Desainer hari ini tidak lagi hanya dituntut untuk menghasilkan visual yang baik, tetapi juga untuk mengarahkan, menafsirkan, dan memaknai seluruh proses kreatif yang kini melibatkan mesin sebagai mitra kerja.
Dalam banyak praktik profesional, kualitas desain terbukti meningkat ketika manusia mengambil posisi sebagai pengarah gagasan, bukan sekadar penyunting hasil akhir. Ketika desainer menetapkan tujuan, menjaga batasan estetika, dan menentukan arah sejak awal, AI menjadi alat yang memperkuat keputusan, bukan menggantikannya. Di sinilah pergeseran peran itu terasa paling nyata: dari operator visual menjadi pemimpin proses kreatif.
Salah satu pernyataan penting dalam dokumen konseptual co-design menyebutkan bahwa “humans must act as co-creators, not passive editors, to realize meaningful creative gains.” Pernyataan ini menegaskan bahwa keterlibatan manusia pada tahap awal ideasi adalah kunci untuk menjaga relevansi, kebaruan, dan integritas desain di era generatif.
Peran baru desainer juga melibatkan kemampuan untuk membaca dan mengelola pola yang dihasilkan AI. Dengan memahami bagaimana model generatif bekerja, desainer dapat mengidentifikasi kecenderungan visual tertentu, menghindari aesthetic convergence, dan memandu eksplorasi menuju solusi yang lebih orisinal. Pendekatan reflektif ini didukung oleh penelitian yang menunjukkan bahwa arah eksplorasi yang dikendalikan manusia memberikan keluasan ide yang lebih sehat dan lebih terstruktur (Kumar et al., 2025).
Selain itu, peran desainer kini mencakup kemampuan memfasilitasi dialog antara manusia dan AI. Tidak hanya memberi instruksi, tetapi menafsirkan respons AI, meminta penjelasan tambahan, dan menentukan apakah suatu arah visual layak dilanjutkan atau perlu dikoreksi. Kerja semacam ini menempatkan desainer sebagai penjaga makna dan konsistensi brand, tugas yang tidak dapat digantikan algoritma.
Pada tingkat praktik profesional, desainer juga menjadi penentu nilai etis. Keputusan terkait penggunaan aset, sumber data, transparansi proses, dan representasi visual kini menjadi bagian integral dari peran kreatif. Hal ini semakin relevan karena organisasi dan publik menuntut pertanggungjawaban yang lebih tinggi terhadap penggunaan AI dalam produksi konten.
Evolusi peran desainer bukan tentang kompetisi dengan AI, tetapi tentang membuka ruang baru bagi kreativitas. Ketika desainer mengambil posisi sebagai pemimpin proses, bukan operator teknologi, AI menjadi alat yang memperkuat kapasitas berpikir dan memperluas kemungkinan visual. Dengan demikian, masa depan desain bukan ditentukan oleh kemampuan AI semata, tetapi oleh kecerdasan manusia dalam memandu dan memaknai kolaborasi tersebut.
Daftar Referensi
- Doshi, A. R. et al. (2024). Generative AI Enhances Individual Creativity but Reduces…. Science Advances.
- Kadenhe, N. et al. (2025). Human-AI Co-Design and Co-Creation: Emerging Approaches and Challenges. AAAI.
- Kartika, R. (2025). AI as a Co-Designer in Visual Communication Design. BINUS University.
- Kumar, A. et al. (2025). Tracking the Evolution of Design Ideas in Human-AI Co-Ideation. ACM.
- McGuire, J. et al. (2024). Co-creation and Self-Efficacy in Creative Collaboration with Artificial Intelligence. Scientific Reports.
Catatan: Visual dan naskah dikembangkan dengan bantuan AI berbasis whitepaper penulis.