Istilah “brain rot” belakangan ramai dibicarakan, terutama di media sosial dan kalangan anak muda. Secara harfiah, istilah ini berarti “pembusukan otak”. Namun, maknanya tidak mengacu pada kondisi medis, melainkan pada penurunan kemampuan berpikir dan fokus akibat konsumsi berlebihan terhadap konten ringan atau instan.
Menariknya, istilah brain rot bukanlah hal baru. Kata ini pertama kali muncul pada tahun 1854 dalam buku Walden karya Henry David Thoreau. Dalam tulisannya, Thoreau mengkritik kecenderungan masyarakat yang lebih menyukai gagasan sederhana ketimbang merenungkan hal-hal kompleks. Ia menilai kecenderungan tersebut sebagai tanda kemerosotan intelektual manusia dan berkurangnya keinginan untuk berpikir mendalam.
Kini, di era digital, makna brain rot mengalami pergeseran yang relevan dengan gaya hidup masa kini—terutama dengan hadirnya media sosial.
Makna Brain Rot di Era Digital
Di konteks modern, brain rot mengacu pada penurunan kondisi mental atau intelektual akibat terlalu sering mengonsumsi konten berkualitas rendah, seperti video pendek di TikTok, Instagram Reels, atau YouTube Shorts. Konten-konten semacam ini biasanya ringan, lucu, dan menghibur, memberikan kesenangan instan (instant gratification) tanpa menuntut proses berpikir yang mendalam.
Masalahnya, algoritma media sosial didesain untuk mempertahankan perhatian pengguna selama mungkin. Begitu satu video terasa membosankan, pengguna bisa langsung menggulir ke video berikutnya hanya dalam hitungan detik. Kebiasaan “scroll tanpa henti” inilah yang secara perlahan menurunkan rentang atensi (attention span) seseorang.
Dampak Brain Rot terhadap Kehidupan Sehari-hari
Fenomena brain rot tidak hanya berpengaruh pada waktu yang terbuang, tetapi juga berdampak pada kualitas berpikir dan kesehatan mental. Berikut beberapa dampak yang sering muncul:
- Menurunnya kemampuan fokus
Otak terbiasa dengan rangsangan cepat, sehingga kesulitan mempertahankan perhatian pada aktivitas yang membutuhkan konsentrasi lebih lama, seperti membaca, belajar, atau bekerja. - Menurunnya kemampuan berpikir kritis
Karena terbiasa menerima informasi singkat dan dangkal, seseorang menjadi sulit menganalisis isu secara mendalam atau melihat berbagai sudut pandang. - Ketergantungan terhadap hiburan instan
Konten ringan menciptakan rasa puas seketika, yang membuat otak “malas” mencari stimulasi yang lebih bermakna, seperti membaca buku, berdiskusi, atau menulis. - Kelelahan mental (mental fatigue)
Meskipun tampak menyenangkan, paparan konten cepat dan terus-menerus bisa membuat otak kelelahan karena harus memproses begitu banyak informasi tanpa arah yang jelas.
Bagaimana Mengatasi Brain Rot
Untuk menghindari atau mengatasi brain rot, beberapa langkah sederhana dapat dilakukan:
- Batasi waktu penggunaan media sosial. Gunakan fitur screen time atau tetapkan waktu tertentu dalam sehari untuk mengakses platform hiburan.
- Konsumsi konten berkualitas. Pilih akun atau kanal yang memberikan wawasan baru, seperti topik edukasi, sains, seni, atau literasi digital.
- Latih fokus secara bertahap. Cobalah membaca buku atau artikel panjang tanpa gangguan selama 15–30 menit per hari.
- Berinteraksi di dunia nyata. Aktivitas seperti berbicara langsung, berolahraga, atau berkegiatan sosial membantu otak beristirahat dari stimulus digital.
- Sadari pola penggunaan digital Anda. Refleksikan bagaimana media sosial memengaruhi suasana hati, produktivitas, dan cara berpikir Anda.
Brain rot menjadi fenomena yang mencerminkan tantangan manusia modern dalam menjaga kualitas berpikir di tengah banjir informasi digital. Media sosial bukanlah musuh, tetapi kebiasaan penggunaan yang tidak seimbang dapat membuat otak kehilangan ketajamannya. Mengonsumsi konten ringan tidak salah, selama diimbangi dengan upaya untuk menyuburkan kembali kemampuan berpikir kritis dan fokus mendalam—dua hal yang kini semakin langka di era serba cepat ini.
Referensi
https://corp.oup.com/news/brain-rot-named-oxford-word-of-the-year-2024/
https://www.health.com/habits-to-prevent-brain-rot-8766150
https://www.newportinstitute.com/resources/co-occurring-disorders/brain-rot/
https://www.cnnindonesia.com/tv/20241224133927-400-1180630/cegah-brain-rot-kecanduan-konten-receh-di-medsos