Bagian kedua dari seri pemikiran desain pembelajaran inklusif. Tapi jangan khawatir—artikel ini bisa dibaca secara mandiri tanpa perlu mengikuti yang pertama.

 

Representation: Apa Sebenarnya yang Dimaksud?

Representation dalam Universal Design for Learning (UDL) bukan hanya “pakai video biar seru.” Ini adalah pendekatan sistematis untuk memastikan bahwa informasi bisa diakses, dimaknai, dan diinternalisasi oleh semua mahasiswa, terlepas dari preferensi belajar, hambatan sensorik, latar budaya, atau bahasa.

Dalam UDL Guidelines 3.0, pilar ini dipecah menjadi tiga aspek utama:

  • Perception – akses dasar ke konten: visual, auditori, tekstual.
  • Language & Symbols – bagaimana bahasa, simbol, istilah teknis dipahami.
  • Comprehension – membangun pemahaman melalui struktur, koneksi, dan konteks.

Dengan kata lain: representation menjawab pertanyaan, “Apakah informasi yang disampaikan ini bisa dipahami oleh sebanyak mungkin mahasiswa?”

 

Real Case: “Intro to Physics” – University of Washington

Dr. Danica Savonick mengubah total struktur mata kuliah fisika dasar. Ia sadar bahwa banyak mahasiswa non-native speaker dan neurodivergent kesulitan memahami visualisasi rumus dan terminologi teknis.

Solusinya? Ia memanfaatkan tiga pendekatan:

  • Semua grafik dilengkapi dengan alt-text dan narasi audio,
  • Istilah ilmiah dijelaskan lewat glossary multimodal,
  • Skema materi disusun ulang berdasarkan storytelling, bukan bab buku teks.

Hasilnya? Laporan tugas naik 28% dan diskusi forum daring lebih aktif dibanding semester sebelumnya.

 

Implementasi Praktis di Kampus

Strategi Contoh Praktik AI / Teknologi Pendukung
Multi-format delivery Kuliah direkam dalam bentuk video + transkrip otomatis + ringkasan teks. Otter.ai, Panopto, atau YouTube Auto-Captions.
Terminologi disederhanakan secara visual Gunakan ikon, warna, atau peta konsep untuk menjelaskan istilah abstrak. Canva Edu, Khanmigo, atau AI visual assistant seperti Diagram AI.
Membangun pemahaman melalui koneksi Tautkan teori baru ke kejadian sehari-hari atau topik lintas disiplin. Gunakan ChatGPT untuk brainstorm analogi atau contoh lintas konteks.
Narasi berlapis Materi disampaikan lewat teks + audio + video pendek yang menyederhanakan gagasan. Descript, Lumen5, atau AI presenter (Synthesia, Pictory).
Struktur eksplisit & visualisasi alur Peta jalan pembelajaran disediakan di awal modul (dalam bentuk interaktif). Miro, Whimsical, atau Notion AI Roadmap Generator.

 

Tantangan Implementasi & Strategi Menghadapinya

Tantangan Kenapa Terjadi Solusi Realistis
Keterbatasan waktu dosen Membuat banyak format konten butuh ekstra effort Buat template konten yang bisa digunakan ulang. AI bisa bantu ubah satu naskah jadi berbagai format.
Tidak semua dosen tahu cara menyederhanakan bahasa akademik Akademisi cenderung pakai jargon Kolaborasi dengan AI simplifier seperti QuillBot atau GrammarlyGO. Bisa juga ajak mahasiswa bantu menyusun glosarium.
Asumsi bahwa “mahasiswa harus beradaptasi” Norma lama pendidikan tinggi Ganti narasi: dari “bantu mahasiswa lemah” menjadi “optimalkan pembelajaran semua orang”.
Overload format justru membingungkan Terlalu banyak cara menyajikan info bisa kontraproduktif Tetapkan navigasi yang jelas dan struktur tetap, meskipun formatnya beragam.

 

Peranan AI dalam Representation

AI bisa sangat powerful dalam menyajikan ulang informasi agar mudah dipahami. Tapi lagi-lagi, bukan alatnya yang ajaib—melainkan bagaimana alat itu dikurasi.

Contoh nyata:

  • Automatic Format Conversion
    Satu naskah kuliah bisa diubah jadi ringkasan video (via Pictory) atau podcast otomatis (via ElevenLabs).
  • AI-assisted Glossary Builder
    ChatGPT bisa diberi prompt: “Buatkan glosarium sederhana untuk istilah statistik dasar, lengkap dengan analogi sehari-hari.”
  • Visual Explanation Generator
    Tools seperti Diagram AI dan Visily dapat menghasilkan infografis dari data mentah atau struktur argumen.

Di sinilah representation jadi kekuatan utama AI dalam pendidikan: bukan mengajari lebih banyak, tapi menjelaskan lebih baik.

 

Ringkasan

Pilar representation mengingatkan kita bahwa menyampaikan pengetahuan tidak cukup hanya lewat satu jalur. Mahasiswa datang dari berbagai latar: visual learner, auditory processor, bahasa ibu berbeda, atau punya kebutuhan sensorik tertentu. Dengan pendekatan representation yang matang—ditopang teknologi dan AI—kita dapat membuat pembelajaran terasa akrab, inklusif, dan relevan. Pendidikan tinggi bukan cuma tentang transfer konten, tapi tentang bagaimana isi pengetahuan itu dirancang agar benar-benar bisa ditangkap dan diolah oleh semua yang belajar.