Antisipasi Risiko Kredit Bodong pada Kerja Sama Perbankan dan P2P Lending

Sumber: www.istockphoto.com
Dalam beberapa tahun terakhir, kerja sama antara perbankan dan perusahaan peer-to-peer (P2P) lending semakin marak terjadi. Sinergi ini dianggap sebagai solusi untuk memperluas akses pembiayaan, terutama ke sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang sebelumnya sulit menjangkau layanan perbankan konvensional. Namun, di balik peluang tersebut, muncul pula potensi risiko kredit bermasalah, termasuk maraknya kredit bodong yang bisa mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Kredit bodong mengacu pada pinjaman yang diberikan kepada peminjam fiktif atau peminjam dengan profil risiko tinggi tanpa proses verifikasi dan uji kelayakan yang memadai (Afjal et al., 2023). Risiko ini dapat meningkat dalam model kerja sama bank dan P2P lending jika tidak ada standar penilaian risiko yang seragam. Bank yang menyalurkan dana melalui platform P2P lending sangat bergantung pada validitas data dan akurasi sistem seleksi kredit yang dimiliki oleh platform tersebut.
Oleh karena itu, dibutuhkan sistem due diligence dan manajemen risiko yang lebih ketat dari kedua belah pihak. Bank harus memastikan bahwa mitra P2P lending memiliki mekanisme penilaian kredit yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Sementara itu, perusahaan P2P lending juga harus membangun sistem identifikasi dan verifikasi digital yang andal, termasuk penggunaan data alternatif seperti riwayat transaksi digital dan media sosial untuk menilai profil peminjam.
Tak kalah penting, regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu memperkuat kerangka regulasi dan pengawasan terhadap kerja sama ini. Standarisasi proses kerja sama, peningkatan transparansi data, dan penerapan sistem pelaporan terpadu menjadi langkah penting untuk mencegah praktik curang dan penyalahgunaan data. Regulatory sandbox juga bisa digunakan untuk menguji skema kerja sama baru secara terbatas sebelum diimplementasikan secara luas (Appaya & Haji, 2024).
Selain regulasi, edukasi kepada masyarakat juga berperan penting. Banyak peminjam yang tidak memahami kewajiban finansialnya atau bahkan tergiur ajakan untuk meminjam atas nama orang lain dengan iming-iming imbalan. Literasi keuangan yang baik akan membantu konsumen lebih bijak dalam menggunakan layanan pembiayaan digital, serta mengurangi potensi keterlibatan dalam praktik pinjaman bodong.
Jika semua pihak—bank, P2P lending, regulator, dan konsumen—berkomitmen menjaga integritas sistem, maka kerja sama ini dapat berkembang secara sehat dan berkelanjutan. Antisipasi risiko kredit bodong bukan hanya soal menjaga angka non-performing loan tetap rendah, tetapi juga membangun kepercayaan jangka panjang terhadap ekosistem keuangan digital yang semakin terintegrasi.
Referensi:
Afjal, M., Salamzadeh, A., & Dana, L. (2023). Financial Fraud and Credit Risk: Illicit Practices and Their Impact on Banking Stability. Journal of Risk and Financial Management, 16(9), 386. https://doi.org/10.3390/jrfm16090386
Appaya, S., & Haji, M. (2024). Four years and counting: What we’ve learned from regulatory sandboxes. https://blogs.worldbank.org/en/psd/four-years-and-counting-what-weve-learned-regulatory-sandboxes
https://hedra.id/industri-fintech-p2p-lending-berpotensi-tumbuh-di-2025-623599
https://www.banksinarmas.com/id/artikel/predikasi-tren-perbankan-2025
Comments :