Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Pelaporan Keuangan (Part 1) (Financial Reporting)
Dampak COVID-19 berkepanjangan dan penuh ketidakpastian, telah mengambil korban pada kehidupan manusia dan juga menyebabkan volatilitas di pasar modal global. Banyak perusahaan dipaksa untuk dapat melakukan berbagai penyesuaian untuk mengatasi dampak pada bisnis mereka, termasuk di dalamnya implikasi akuntansi dan pelaporan keuangan.
Saat bisnis melanjutkan penilaian dan estimasi mereka tentang dampak COVID-19 terhadap operasi bisnis mereka dan yang lebih penting going concern, para pemangku kepentingan (stakeholders) mulai mengambil bagian-bagiannya dan bersiap untuk hidup berdampingan dengan pandemi. Akuntan sebagai penasihat keuangan terpercaya, diharapkan mampu memainkan peran penting dalam memberikan jaminan akuntabilitas atas bantuan keuangan yang berikan oleh Pemerintah dan bantuan kepada bisnis dalam mengakses pinjaman yang tersedia dari pemerintah.
IAI menyadari pentingnya menjaga ekosistem pelaporan keuangan yang kuat, transparan, dan akuntabel di bawah ketidakpastian yang datang akibat pandemic COVID-19 yang belum selesai. Stabilitas keuangan adalah komponen kunci rencana pemulihan ekonomi Pemerintah dan menjadi landasan bagi perjalanan bangsa dalam menghadapi banyak tantangan yang datang dengan pandemi.
Bergantung pada sifat transaksi entitas dan jadwal pelaporan keuangannya, dampak COVID-19 mungkin tidak signifikan pada tahun keuangan berjalan, dan mungkin hanya akan terlihat sepenuhnya pada tahun keuangan berikutnya dan seterusnya. Mari kita coba lihat dampak pandemic COVID-19 pada pelaporan keuangan.
Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI (DSAK IAI) telah menerbitkan tiga siaran pers terkait standar PSAK 8, PSAK 71, dan PSAK 68.
- Adjusting events
Adjusting events adalah peristiwa yang memberikan bukti adanya kondisi yang ada pada akhir periode pelaporan, sedangkan non-adjusting events merupakan indikasi adanya kondisi yang timbul setelah periode pelaporan.
Dalam konteks COVID-19, indikasi pertama wabah muncul di negara China pada akhir Desember 2019. Sekitar sebulan kemudian pada 30 Januari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan wabah tersebut sebagai pandemi dan darurat kesehatan global. Namun baru pada 2 Maret 2020 kasus pertama dilaporkan di Indonesia.
Konsekuensinya, DSAK IAI tidak memandang pandemi COVID-19 sebagai peristiwa penyesuaian, meskipun entitas harus tetap memastikan bahwa pengukuran aset dan liabilitas mencerminkan kondisi yang berlaku pada tanggal pelaporan keuangan.
- Going concern
Pada PSAK 8 paragraf 14 mengatur bahwa entitas harus mempertimbangkan validitas asumsi Going concern dalam penyusunan laporan keuangannya, terutama jika entitas tersebut memiliki dasar alasan untuk meyakini bahwa terdapat kemungkinan peristiwa signifikan yang dapat timbul setelah periode pelaporan yang akan mengancam kelangsungan usaha tersebut. Oleh karena itu, entitas harus mengevaluasi apakah pandemi COVID-19 akan berdampak signifikan terhadap kelangsungan usaha (going concern), dengan memperhatikan semua fakta dan data yang relevan, termasuk informasi tentang program bantuan pemerintah yang diterima dan akan diterima.
- Expected credit losses (ECL)
Diterapkan di Indonesia pada 1 Januari 2020, PSAK 71 mencakup penerapan ECL. Mengingat bahwa tidak ada bukti keberadaan COVID-19 di Indonesia per 31 Desember 2019, DSAK IAI telah memastikan bahwa entitas tidak memiliki informasi andal yang dapat mereka gunakan untuk mengukur kerugian kredit ekspektasian (ECL) atau memasukkannya ke dalam skenario pemodelan
Selain tiga hal tersebut, masih terdapat beberapa pertimbangan akuntansi (accounting consideration) yang akan saya paparkan pada Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Pelaporan Keuangan (part 2).
Referensi:
PANDUAN PENERAPAN PSAK 71 DAN PSAK 68 UNTUK PERBANKAN DI MASA PANDEMI COVID -19. 2020. https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/Documents/Pages/informasi-covid-19/OJK%20Keluarkan%20Panduan%20Penerapan%20PSAK%2071%20dan%20PSAK%2068%20untuk%20Perbankan%20di%20Masa%20Pandemi%20Covid-19.pdf
Comments :