Stakeholder Theory (Part 1)

Bagaimana kaitan Stakeholder Theory dengan bisnis?

Stakeholder theory ini seringkali digunakan dalam berbagai riset dan diskusi ilmiah, untuk menjelaskan dan justifikasi suatu fenomena atau hasil analisis suatu riset. Dan pertanyaan mengenai stakeholder theory juga seringkali ditanyakan mahasiswa kepada saya. Menurut saya, dengan stakeholder theory, kita dapat menempatkan etika di jantung bisnis.

Banyak orang yang masih memiliki keraguan untuk menyatukan etika dan bisnis. Ketika kita memikirkan mengenai ‘etika’, kita mungkin memikirkannya dengan prinsip-prinsip universal, baik dan buruk, atau semacamnya. Dan, tentu saja, memang etika bagian dari itu. Namun, dalam stakeholder theory memberikan etika yang jauh lebih pragmatis. Dikatakan etika adalah sesuatu yang kita lakukan bersama dalam kehidupan kita sehari-hari untuk memecahkan masalah kita dan membuat segalanya lebih baik bagi semua orang.

Pandangan pragmatis ini tampaknya dapat menempatkan etika tepat di jantung bisnis. Dalam bisnis, perusahaan mencoba memahami jenis produk dan layanan yang harus dijual kepada konsumen untuk membuat hidup mereka (konsumen) menjadi lebih baik. Perusahaan juga mencoba memberikan pekerjaan yang baik dengan gaji kepada karyawan. Selain itu, perusahaan juga berusaha untuk memiliki dan menjaga hubungan yang baik dan stabil dengan pemasok untuk mendapatkan barang dan sumber daya yang dibutuhkan perusahaan.

Perusahaan juga dapat menyesuaikan diri dan berusaha berkontribusi pada komunitas tempat mereka beroperasi. Dan tidak lupa, perusahaan berusaha dapat memberi penghargaan kepada investor atas uang yang mereka berikan (return on investment) dan risiko yang mereka ambil. Oleh karena itu, jika kita memandang etika sebagai sesuatu yang membuat kehidupan kita sehari-hari baik dan bersinergi, itu memang merupakan inti dari bisnis. Dan saya pikir itulah penggunaan stakeholder theory dalam bisnis.

Dampak dari Stakeholder Theory

Seperti kita ketahui, konsumen saat ini memiliki ekspektasi yang lebih tinggi terhadap merek produk yang mereka gunakan, hal ini menuntut perusahaan untuk berpraktik bisnis yang lebih etis, dari proses produksi yang ramah lingkungan hingga perekrutan yang inklusif. Banyak penelitian mengungkapkan bahwa konsumen lebih cenderung mendukung bisnis dengan praktik bisnis yang berkelanjutan (sustainable) dan bemberikan perlakuan adil terhadap pekerja.

Dari sisi perusahaan, juga mulai mengakui pentingnya mengadopsi bisnis model yang baru. Bisnis konvensional dahulu, berfokus terutama pada memberikan hasil kepada pemegang saham (shareholders). Pemegang saham adalah individu atau institusi yang berinvestasi di perusahaan dan mendapat keuntungan dari hasil bisnis operasinya yang merupakan keuntungan jangka pendek. Di abad ke-21 ini, bisnis semakin mengambil sikap yang lebih inklusif, yang mempertimbangkan lebih banyak stakeholders. Manajemen didorong untuk bisa beradaptasi dan menyelaraskan kembali fokus mereka dari focus pada keuntungan jangka pendek menjadi berfokus pada keberlanjutan bisnis jangka panjang.

Penjelasan mengenai definisi stakeholder theory dan pengelompokan stakeholders menurut beberapa ahli dapat anda baca pada “Stakeholder Theory (Part 2)” di sini.

Referensi:

Image Sources: Google Images

Linda Kusumaning Wedari, S.E., M.Si., Ph.D., Ak., CA., CLI., CSRS