Sumber: https://xquisite.ai/

Perkembangan industri fintech telah mendorong lahirnya metode pemeringkatan kredit baru yang disebut Innovative Credit Scoring (ICS) (Wijaya & Nidhal, 2023). Berbeda dengan sistem pemeringkatan kredit tradisional yang sangat bergantung pada riwayat kredit formal dan data dari lembaga keuangan, ICS menggunakan pendekatan berbasis teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dan machine learning untuk menilai kelayakan kredit calon peminjam. Hal ini membuka peluang akses pembiayaan bagi segmen masyarakat dan pelaku usaha yang sebelumnya tidak tercakup dalam sistem keuangan formal.

AI dan machine learning memungkinkan platform fintech menganalisis berbagai jenis data alternatif—mulai dari riwayat transaksi digital, pola belanja online, perilaku di media sosial, hingga data lokasi—untuk menghasilkan skor kredit yang lebih inklusif dan adaptif (Wang, 2024). Teknologi ini mampu mendeteksi pola dan korelasi yang tidak terlihat oleh manusia, sehingga penilaian risiko kredit bisa dilakukan secara lebih cepat, akurat, dan berbasis data real-time.

Keunggulan utama ICS adalah kemampuannya untuk menilai individu yang tidak memiliki rekam jejak kredit atau belum pernah mengakses pinjaman bank sebelumnya (unbanked). Dalam konteks Indonesia, hal ini sangat relevan mengingat masih banyak pelaku usaha mikro dan individu di daerah yang belum tersentuh layanan keuangan formal. Dengan ICS, fintech dapat memperluas jangkauan pembiayaan ke segmen-segmen ini tanpa mengorbankan kualitas portofolio kredit.

Namun, pemanfaatan teknologi ini juga memunculkan tantangan tersendiri, terutama dalam hal akurasi model, perlindungan data, dan potensi bias algoritma. Oleh karena itu, perusahaan fintech harus terus menyempurnakan model AI dan machine learning-nya, termasuk melakukan audit berkala untuk memastikan bahwa sistem yang dibangun tidak diskriminatif atau menghasilkan penilaian yang keliru. Transparansi dalam penggunaan data juga menjadi aspek penting yang harus dijaga untuk menjaga kepercayaan konsumen.

Regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun berperan penting dalam membingkai penggunaan ICS agar tetap berada dalam koridor perlindungan konsumen dan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip tata kelola data, standardisasi metode ICS, serta sandbox regulasi untuk uji coba model baru menjadi beberapa langkah penting dalam mendukung inovasi yang aman dan berkelanjutan. Regulasi yang adaptif akan memungkinkan teknologi berkembang, namun tetap terkendali.

Dengan pemanfaatan AI dan machine learning yang cerdas dan bertanggung jawab, ICS dapat menjadi game-changer dalam mewujudkan inklusi keuangan di Indonesia. Tidak hanya mendorong pertumbuhan sektor fintech, tetapi juga membantu membangun sistem keuangan yang lebih adil, efisien, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat digital saat ini.

Referensi:

Wang, Z. (2024). Artificial Intelligence and Machine Learning in Credit Risk Assessment: Enhancing Accuracy and Ensuring Fairness. Open Journal of Social Sciences, 12(11), 19. https://doi.org/10.4236/jss.2024.1211002

Wijaya, T., & Nidhal, M. (2023). International Experiences with Innovative Credit Scoring: Lessons for Indonesia. Center for Indonesian Policy Studies. https://doi.org/10.35497/564013

https://ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/siaran-pers/Pages/OJK-Terbitkan-Peraturan-Pemeringkat-Kredit-Alternatif.aspx