Sumber: www.deepfakedetercor.ai

Pesatnya perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) tidak hanya membawa kemudahan, tetapi juga ancaman baru bagi industri keuangan digital. Salah satu ancaman yang mulai menghantui sektor fintech adalah penggunaan teknologi deepfake untuk melakukan penipuan dan kejahatan siber. Deepfake, yang mampu memanipulasi suara dan gambar dengan sangat meyakinkan, telah dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk membobol sistem keamanan, mencuri identitas, hingga melakukan rekayasa sosial (social engineering) terhadap nasabah dan perusahaan (Margalit & Kempf, 2023).

Industri fintech Indonesia, yang tengah bertumbuh pesat dengan basis layanan digital, menjadi target empuk bagi serangan deepfake. Modus yang paling umum adalah pemalsuan identitas saat proses verifikasi digital (e-KYC), di mana pelaku menggunakan video atau gambar wajah hasil manipulasi untuk membuka akun atau mengajukan pinjaman. Jika tidak diantisipasi, serangan ini dapat merusak integritas sistem keuangan digital dan menurunkan kepercayaan publik terhadap layanan fintech.

Menjawab tantangan ini, perusahaan fintech di Indonesia mulai menerapkan langkah-langkah cerdas dengan memanfaatkan teknologi yang lebih maju. Salah satunya adalah penggunaan liveness detection, yaitu sistem biometrik yang mampu membedakan wajah asli dengan gambar atau video manipulasi. Teknologi ini bekerja dengan mendeteksi gerakan alami, respons cahaya, hingga analisis mikro-ekspresi yang tidak bisa ditiru oleh deepfake. Selain itu, integrasi AI dalam sistem keamanan memungkinkan deteksi anomali yang lebih cepat dan akurat.

Langkah lain yang diterapkan adalah kolaborasi dengan penyedia teknologi keamanan global dan peningkatan standar verifikasi berlapis. Fintech kini tidak hanya mengandalkan verifikasi biometrik, tetapi juga menggabungkannya dengan otentikasi berbasis perangkat, lokasi, hingga perilaku pengguna (behavioral authentication) (Garcia-Segura, 2024). Dengan pendekatan ini, upaya pemalsuan identitas menjadi jauh lebih sulit ditembus oleh pelaku kejahatan siber.

Peran regulator juga sangat penting dalam menghadapi ancaman deepfake. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama asosiasi fintech telah mendorong penerapan standar keamanan digital yang lebih ketat serta meningkatkan literasi keamanan siber bagi pelaku industri dan masyarakat. Edukasi kepada pengguna menjadi kunci, agar mereka waspada terhadap potensi penipuan berbasis manipulasi digital dan tidak mudah tertipu oleh wajah atau suara yang familiar namun ternyata palsu.

Dengan kesiapan teknologi, kolaborasi, dan kesadaran yang tinggi, fintech Indonesia dapat menghadang ancaman deepfake secara efektif. Keamanan digital bukan lagi sekadar proteksi, tetapi menjadi fondasi utama dalam membangun kepercayaan dan keberlanjutan industri keuangan digital. Di era serangan siber yang semakin canggih, langkah proaktif dan inovatif adalah kunci agar fintech tetap menjadi solusi keuangan yang aman dan terpercaya bagi masyarakat Indonesia.

 

Referensi:

Garcia-Segura, L. A. (2024). The Role of Artificial Intelligence in Preventing Corporate Crime. Journal of Economic Criminology, 5, 100091. https://doi.org/10.1016/j.jeconc.2024.100091

Margalit, N., & Kempf, R. (2023). How Fraudsters Leverage AI and Deepfakes for Identity Fraud. https://transmitsecurity.com/blog/how-fraudsters-leverage-ai-and-deepfakes-for-identity-fraud