Sumber: www.antaranews.com

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia, namun akses mereka terhadap pembiayaan formal masih tergolong rendah. Di sinilah peran fintech, khususnya sektor peer-to-peer (P2P) lending, menjadi solusi alternatif yang menjanjikan. Melalui pendekatan berbasis teknologi, fintech mampu menjangkau pelaku UMKM yang belum terlayani bank (unbanked) dengan proses yang cepat, mudah, dan minim jaminan. Namun, peningkatan volume penyaluran kredit harus diiringi dengan upaya untuk menjaga kualitas kredit agar tidak berujung pada lonjakan kredit bermasalah.

Langkah pertama yang dilakukan banyak fintech adalah dengan memperkuat sistem penilaian Pemeringkat Kredit Alternatif atau disebut juga Innovative Credit Scoring (ICS). Berbeda dengan bank yang mengandalkan histori kredit dan dokumen formal, fintech memanfaatkan data digital seperti transaksi e-commerce, aktivitas media sosial, dan riwayat pembayaran digital untuk menilai kelayakan kredit UMKM (Rehman et al., 2023). Ini memberikan peluang bagi pelaku usaha yang belum memiliki rekam jejak kredit formal untuk tetap mendapatkan pembiayaan.

Fintech juga mulai mengembangkan teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) dan machine learning untuk memproses data dalam skala besar dan menghasilkan analisis risiko yang lebih akurat. Dengan algoritma yang terus disempurnakan, fintech dapat mendeteksi potensi gagal bayar lebih awal serta menyusun profil risiko peminjam secara lebih tajam (Brown & Piroska, 2021). Hal ini memungkinkan pemberian kredit yang lebih selektif dan sesuai kapasitas usaha.

Antisipasi lain dilakukan melalui pendekatan kolaboratif, seperti kemitraan dengan ekosistem digital UMKM—misalnya marketplace, platform pembayaran, dan penyedia logistik. Melalui kerja sama ini, fintech bisa mendapatkan data yang lebih luas dan kredibel, sekaligus menciptakan sistem pembiayaan berbasis rantai pasok yang lebih aman. Pendekatan ini juga memperkuat hubungan antara pelaku UMKM dan penyedia jasa keuangan, sehingga menciptakan ekosistem yang saling mendukung.

Tidak kalah penting, edukasi keuangan kepada pelaku UMKM terus digalakkan. Banyak UMKM yang masih belum memahami risiko dan tanggung jawab dalam mengakses kredit digital. Fintech berperan aktif memberikan pelatihan literasi keuangan dan manajemen usaha sederhana, baik melalui kanal digital maupun melalui mitra komunitas lokal. Langkah ini penting untuk memastikan kredit yang diberikan benar-benar digunakan untuk pengembangan usaha, bukan konsumsi pribadi.

Dengan strategi yang terstruktur, inovatif, dan berorientasi pada keberlanjutan, fintech dapat menjadi katalisator utama dalam meningkatkan inklusi keuangan UMKM di Indonesia. Namun, keberhasilan ini bergantung pada kemampuan fintech dalam menjaga kualitas portofolio kredit sambil tetap menjunjung perlindungan konsumen. Kolaborasi dengan regulator dan sektor keuangan lainnya menjadi kunci untuk menciptakan sistem pembiayaan UMKM yang sehat dan berdampak jangka panjang.

 

Referensi:

Brown, E., & Piroska, D. (2021). Governing Fintech and Fintech as Governance: The Regulatory Sandbox, Riskwashing, and Disruptive Social Classification. New Political Economy, 27(1), 19. https://doi.org/10.1080/13563467.2021.1910645

Rehman, S. U., Al-Shaikh, M. S., Washington, P. B., Lee, E., Song, Z., Abu-AlSondos, I. A., Shehadeh, M., & Allahham, M. (2023). FinTech Adoption in SMEs and Bank Credit Supplies: A Study on Manufacturing SMEs. Economies, 11(8), 213. https://doi.org/10.3390/economies11080213