Keamanan Fintech 2025 untuk Mendeteksi Deepfake, Social Engineering, dan Ancaman Siber Generasi Baru

Sumber: https://www.ayoconnect.com/
Pada tahun 2025 ini, industri fintech Indonesia menghadapi tantangan baru dalam hal keamanan digital. Seiring dengan semakin canggihnya teknologi, ancaman siber pun berevolusi menjadi lebih kompleks dan sulit dideteksi. Salah satu ancaman yang semakin mengkhawatirkan adalah penggunaan teknologi deepfake, yang memungkinkan pelaku kejahatan menciptakan rekaman suara atau video palsu yang sangat meyakinkan, digunakan untuk menipu sistem keamanan (Rafique et al., 2023).
Tidak hanya deepfake, teknik social engineering atau rekayasa sosial juga berkembang pesat, mengandalkan manipulasi psikologis untuk mendapatkan akses ke sistem atau data sensitif. Pelaku kejahatan siber kini tak hanya mengandalkan teknologi, tetapi juga kelemahan manusia sebagai titik masuk utama. Skema seperti phishing, pretexting, dan baiting menjadi makin sulit dikenali karena didukung oleh data yang dikumpulkan melalui AI dan analitik canggih.
Untuk menghadapi ancaman ini, perusahaan fintech dituntut untuk membangun sistem pertahanan berlapis yang tidak hanya mengandalkan teknologi keamanan konvensional. Pengenalan biometrik yang lebih canggih, sistem deteksi suara dan wajah berbasis AI, serta pemantauan perilaku pengguna secara real-time menjadi langkah strategis dalam membendung manipulasi digital. Teknologi deepfake detection mulai menjadi komponen penting dalam sistem keamanan fintech masa kini.
Selain peningkatan teknologi, edukasi kepada pengguna menjadi kunci dalam memperkuat lini pertahanan. Pengguna fintech perlu diedukasi secara berkelanjutan tentang tanda-tanda potensi penipuan digital, cara mengenali upaya social engineering, serta pentingnya menjaga data pribadi (Choung et al., 2023). Literasi keamanan digital yang kuat akan membantu menciptakan budaya waspada yang sangat dibutuhkan dalam ekosistem keuangan digital yang dinamis.
Regulator pun tidak tinggal diam. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mulai menyusun kebijakan dan pedoman pengamanan fintech yang lebih ketat, termasuk kewajiban audit teknologi, laporan insiden siber, serta penggunaan teknologi pendeteksi penipuan secara proaktif. Kolaborasi antara regulator, penyedia layanan, dan komunitas keamanan siber menjadi pilar penting dalam membangun ketahanan digital nasional.
Keamanan fintech pada tahun 2025 ini bukan lagi sekadar soal sistem firewall atau antivirus, tetapi soal membangun ekosistem digital yang cerdas, responsif, dan kolaboratif dalam menghadapi ancaman generasi baru. Dengan menggabungkan teknologi mutakhir dan kesadaran kolektif, industri fintech Indonesia dapat tetap tumbuh pesat tanpa mengorbankan integritas dan kepercayaan publik.
Referensi:
Choung, Y., Chatterjee, S., & Pak, T. (2023). Digital financial literacy and financial well-being. Finance Research Letters, 58, 104438. https://doi.org/10.1016/j.frl.2023.104438
Rafique, R., Gantassi, R., Amin, R., Frnda, J., Mustapha, A., & Alshehri, A. H. (2023). Deep fake detection and classification using error-level analysis and deep learning. Scientific Reports, 13(1). https://doi.org/10.1038/s41598-023-34629-3
Comments :