Sumber: https://investor.id/market/385375/kripto-syariah

Perkembangan teknologi keuangan digital yang pesat telah melahirkan inovasi baru dalam bentuk crypto-fintech, yaitu integrasi antara teknologi blockchain dan layanan keuangan berbasis kripto. Di Indonesia, minat terhadap aset digital seperti Bitcoin dan Ethereum terus meningkat, termasuk di kalangan investor muda dan pelaku UMKM digital. Namun, di tengah pertumbuhan tersebut, muncul tantangan besar dalam aspek regulasi dan kesesuaian dengan prinsip-prinsip syariah yang dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia.

Dalam konteks keuangan syariah, keberadaan aset digital masih menjadi perdebatan. Beberapa ulama dan lembaga fatwa mempertanyakan kehalalan kripto karena volatilitasnya yang tinggi, ketidakjelasan nilai intrinsik, dan potensi spekulasi. Namun, di sisi lain, sejumlah negara dengan mayoritas Muslim telah mulai membuka ruang untuk kripto syariah dengan pendekatan hati-hati melalui regulasi yang berbasis prinsip keadilan, transparansi, dan manfaat sosial (Iman & Samsuri, 2022). Hal ini menandakan adanya peluang untuk merumuskan jalan tengah antara inovasi digital dan prinsip-prinsip syariah.

Pemerintah Indonesia melalui Bappebti telah melegalkan kripto sebagai aset komoditas yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka. Meski demikian, hingga kini belum ada regulasi yang secara komprehensif mengatur crypto-fintech dalam perspektif keuangan syariah. Beberapa perusahaan fintech syariah pun mulai bereksperimen dengan token berbasis aset riil (asset-backed token), smart contract halal, dan platform crowdfunding syariah berbasis blockchain sebagai bentuk inklusi keuangan digital yang sesuai syariah.

Langkah penting ke depan adalah merumuskan kerangka regulasi yang mampu mengakomodasi perkembangan crypto-fintech sambil tetap menjunjung prinsip Maqasid al-Shariah—melindungi harta, keadilan, dan menghindari gharar (ketidakjelasan) serta maysir (judi). Hal ini menuntut kolaborasi erat antara regulator, ulama, pelaku industri, dan akademisi dalam merumuskan kebijakan yang tidak hanya bersifat adaptif terhadap teknologi, tetapi juga sesuai dengan nilai-nilai syariah yang kontekstual.

Kehadiran Dewan Pengawas Syariah (DPS) di perusahaan fintech menjadi elemen penting dalam memastikan bahwa produk dan layanan yang ditawarkan tidak menyimpang dari prinsip-prinsip Islam (Haridan et al., 2020). Di saat yang sama, edukasi kepada masyarakat mengenai penggunaan aset digital secara bertanggung jawab dan sesuai hukum syariah harus diperluas agar adopsi teknologi ini tidak hanya didorong oleh tren, tetapi juga oleh pemahaman yang benar.

Dengan pendekatan regulasi yang bijak dan progresif, Indonesia berpotensi menjadi pelopor dalam mengembangkan ekosistem crypto-fintech yang inklusif dan sesuai syariah. Jalan tengah antara inovasi digital dan prinsip keuangan Islam bukanlah hal yang mustahil, melainkan sebuah peluang strategis untuk menciptakan sistem keuangan masa depan yang lebih adil, transparan, dan berbasis nilai.

 

Referensi:

Haridan, N. M., Hassan, A. F. S., & Alahmadi, H. A. (2020). Financial Technology Inclusion in Islamic Banks: Implication on Shariah Compliance Assurance. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, 10(14). https://doi.org/10.6007/ijarbss/v10-i14/7361

Iman, A. K. N., & Samsuri, A. (2022). Cryptocurrency; Financial Risk And Shariah-Compliant Alternative Concept. Equilibrium Jurnal Ekonomi Syariah, 10(1), 109. https://doi.org/10.21043/equilibrium.v10i1.13278