Deteksi Kecurangan Berbasis AI dalam Akuntansi Sebagai Pencegahan Kecurangan pada Perusahaan
Source: https://audits.com.au/why-auditors-should-pay-attention-to-ai/
Transaksi keuangan modern memiliki kompleksitas yang sangat tinggi, hal ini mengakibatkan kecurangan (fraud) semakin canggih dan sulit dideteksi dengan memanfaatkan teknik manipulasi data dan arsitektur digital terbaru. Akuntan dan auditor kini tidak hanya bergantung pada metode audit tradisional, tetapi mulai mengintegrasikan kecerdasan buatan (AI) untuk mendeteksi pola anomali yang sulit diungkap oleh analisis manual. AI, khususnya teknik machine learning dan deep learning, terbukti mampu mengidentifikasi transaksi mencurigakan secara real‑time dengan presisi tinggi, sehingga lembaga keuangan dan perusahaan dapat merespons potensi fraud sebelum kerugian membesar
Implementasi AI dalam fraud detection berawal dari pengumpulan data transaksi historis meliputi data pembayaran, jurnal akuntansi, hingga metadata komunikasi internal. Model machine learning kemudian dilatih menggunakan algoritma seperti random forest, gradient boosting, dan neural networks untuk “belajar” karakteristik transaksi normal versus transaksi fraud. Sebagai contoh, Deloitte mengembangkan Guard.ai, sebuah suite layanan berbasis AI dan advanced analytics, yang melakukan continuous monitoring dan risk assessment guna menangkap anomali seperti pola transfer dana berulang ke rekening baru atau perubahan perilaku penagihan dengan jauh lebih cepat dibandingkan pemeriksaan manual.
Lebih dari sekadar deteksi, AI juga mendukung proses investigasi fraud. Melalui teknologi natural language processing (NLP), AI dapat mengekstrak informasi dari dokumen tidak terstruktur—misalnya email, memo internal, atau rekaman percakapan—untuk menemukan bukti kolusi atau manipulasi dokumen. Deloitte Insights memproyeksikan bahwa seiring berkembangnya generative AI dan deepfake, kerugian karena fraud bisa meningkat pesat, dengan estimasi US$40 miliar di AS pada 2027 jika tidak ada langkah antisipasi canggih. Hal ini menegaskan pentingnya penerapan AI yang tidak hanya reaktif, tetapi juga proaktif dan adaptif terhadap taktik kriminal yang terus berubah.
Penerapan AI dalam akuntansi juga memerlukan tata kelola (governance) dan kepatuhan (compliance) yang ketat. Model AI harus diaudit secara berkala untuk memastikan tidak terjadi bias dalam deteksi fraud, sekaligus memenuhi regulasi perlindungan data—seperti GDPR di Eropa atau PDPA di Asia Tenggara. Standar audit internal perlu diperbarui sehingga auditor manusia dapat memverifikasi proses dan output AI, menjaga transparansi dan akuntabilitas keputusan mesin. Di sektor asuransi, misalnya, Deloitte mencatat bahwa kombinasi AI-driven analytics dan data analytics tradisional meningkatkan efisiensi tim investigasi hingga 50%, sambil tetap mematuhi kerangka regulatori setempat.
Keunggulan utama AI-powered fraud detection adalah kemampuannya melakukan continuous auditing monitoring 24/7 tanpa henti serta mendeteksi fraud patterns yang multi-dimensional. Misalnya, anomali kecil dalam rentang waktu tertentu dapat digabungkan AI menjadi satu red flag, yang bagi auditor manual mungkin terlewat. Dengan demikian, organisasi dapat melakukan intervensi dini menghentikan aliran dana mencurigakan, membekukan akun, atau memulai investigasi forensik sebelum fraud berkembang menjadi skala besar.
Di sisi lain, tantangan penerapan AI tidak dapat diabaikan. Infrastruktur data yang terfragmentasi, kurangnya kualitas data historis, serta keterbatasan talenta data science di divisi finance menjadi hambatan utama. Selain itu, investasi teknologi AI sering kali mahal, memerlukan server in‑memory dan arsitektur distributed computing untuk memproses volume data besar secara real‑time. Organisasi perlu merencanakan roadmap teknologi dan SDM melibatkan kolaborasi lintas fungsi antara finance, IT, dan kepatuhan agar inisiatif AI dapat berjalan efektif dan berkelanjutan.
Di masa depan, tren augmented analytics akan membawa fraud detection ke level berikutnya. AI tidak hanya mendeteksi anomali, tetapi juga memberikan rekomendasi tindakan misalnya, jenis bukti apa yang perlu dikumpulkan auditor, atau strategi mitigasi risiko apa yang paling tepat berdasarkan profil fraud. Integrasi AI ke dalam platform ERP dan sistem akuntansi berbasis cloud akan semakin seamless, memungkinkan laporan deteksi fraud langsung diakses oleh manajemen keuangan dan komite audit dalam bentuk dashboard interaktif.
Dengan mengadopsi AI-powered fraud detection secara bijak dengan governance kuat, kepatuhan regulasi, dan pelatihan yang memadai departemen keuangan dan audit semua organisasi dapat meningkatkan efektivitas pengawasan transaksi, melindungi aset perusahaan, dan menjaga reputasi institusi di tengah ancaman fraud yang semakin canggih.
Referensi
Deloitte. (2024). Mitigating AI fraud risks. Deloitte US. Retrieved June 16, 2025, from https://www2.deloitte.com/us/en/blog/accounting-finance-blog/2024/ai-fraud-risk-management.html www2.deloitte.com
Deloitte Insights. (2023). Deepfake banking and AI fraud risk on the rise. Deloitte. Retrieved June 16, 2025, from https://www2.deloitte.com/us/en/insights/industry/financial-services/financial-services-industry-predictions/2024/deepfake-banking-fraud-risk-on-the-rise.html www2.deloitte.com
Deloitte Global. (n.d.). Guard.ai: Proactive AI-driven fraud risk management. Retrieved June 16, 2025, from https://www.deloitte.com/global/en/products/guard-ai.html deloitte.com
Deloitte Insights. (2025, June). Using AI to fight insurance fraud. Deloitte. Retrieved June 16, 2025, from https://www2.deloitte.com/us/en/insights/industry/financial-services/financial-services-industry-predictions/2025/ai-to-fight-insurance-fraud.html www2.deloitte.com
Comments :