Semakin beragamnya produk dan layanan perbankan syariah, semakin banyaknya jumlah jaringan layanan, serta semakin meningkannya teknologi layanan perbankan syariah merupakan indikasi semakin berkembangnya industri keuangan syariah di Indonesia. Seiring dengan perkembangan industri perbankan syariah yang antara lain ditandai dengan semakin beragamnya produk perbankan syariah dan bertambahnya jaringan pelayanan perbankan syariah, maka Good Corporate Governance pada industri perbankan syariah menjadi semakin penting untuk dilaksanakan.

Pelaksanaan Good Corporate Governance pada industri perbankan syariah harus berlandaskan pada lima prinsip dasar. Pertama, transparansi (transparency), yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan. Kedua, akuntabilitas (accountability) yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban organ bank sehingga pengelolaannya berjalan secara efektif. Ketiga, pertanggungjawaban (responsibility) yaitu kesesuaian pengelolaan bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsi-prinsip pengelolaan bank yang sehat. Keempat, independensi (independence) yaitu mampu bertindak obyektif dan bebas dari pengaruh/tekanan dari pihak manapun (independen) serta memiliki komitmen yang tinggi untuk mengembangkan bank syariah. Kelima, keadilan (fairness) yaitu kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perkembangan terbaru tentang tata kelola syariah bagi lembaga keuangan syariah adalah dikeluarkannya Exposure Draft (ED) IFSB-AAOIFI Revised Shariah Governance Framework yang merupakan kolaborasi antara AAOIFI dan IFSB. AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) dan IFSB (Islamic Financial Services Board) sama-sama berperan dalam pengaturan dan perumusan standar internasional untuk lembaga keuangan syariah. Kedua lembaga tersebut merumuskan standar tata kelola syariah. Standar tata kelola syariah ini diharapkan berlaku efektif tanggal 1 Januari 2025, namun direkomendasikan untuk dapat diterapkan lebih awal. Terkait waktu penerapan audit syariah eksternal yang independen, kebijakannya diserahkan kepada otoritas pengawas dan regulator. Dalam Exposure Draft (ED) IFSB-AAOIFI Revised Shariah Governance Framework disebutkan bahwa Lembaga Keuangan Syariah (LKS) harus memiliki tata kelola syariah yang komprehensif untuk memastikan pengawasan independen yang efektif terhadap kepatuhan syariah, aktivitas operasi, layanan, kebijakan, prosedur, kode etik serta operasi bisnis. ED IFSB-AAOIFI Revised Shariah Governance Framework dapat digunaka n sebagai acuan untuk perbankan syariah, keuangan mikro, fintek, asuransi syariah, maupun pasar modal syariah.

Adapun tujuan tata kelola kerangka syariah antara lain mencapai kepatuhan berdasarkan prinsip dan aturan syariah, menyediakan struktur dan sistem untuk mengatur semua kegiatan bisnis LKS untuk memastikan kepatuhan syariah setiap saat dan di semua tingkatan, memastikan LKS untuk dianggap sesuai dengan syariah oleh masyarakat dan para pemangku kepentingan, dan melindungi LKS dari kerugian finansial dan reputasi karena ketidakpatuhan terhadap syariah.

ED IFSB-AAOIFI Revised Shariah Governance Framework menyebutkan peran dari regulator, Dewan Syariah Nasional (DSN), dan Komisaris / manajemen. ED IFSB-AAOIFI Revised Shariah Governance Framework menyebutkan bahwa tata kelola syariah bagi lembaga keuangan syariah minimal terdiri dari tiga organ utama, yaitu Dewan Pengawas Syariah, Fungsi Kepatuhan Syariah, dan Fungsi Audit Internal Syariah. Organ keempat yang diperlukan yaitu Audit Syariah Eksternal yang independen.

Referensi:

https://aaoifi.com/announcement/the-aaoifi-and-ifsb-jointly-issued-exposure-draft-of-ifsb-aaoifi-revised-shariah-governance-framework-for-institutions-offering-islamic-financial-services-rsgf/?lang=en