DAMPAK NEGATIF ZAT KIMIA BERACUN DARI INDUSTRI TEKSTIL TERHADAP LINGKUNGAN DAN KESEHATAN

Banyak bahan kimia yang digunakan untuk membuat pakaian dan tekstil lainnya membawa beberapa keuntungan, termasuk tahan air atau anti noda, peningkatan daya tahan, atau pilihan warna yang lebih beragam dan indah. Namun sejumlah bahan kimia ini telah menimbulkan kekhawatiran karena potensi menimbulkan efek samping selama produksi pakaian, penggunaan, dan bahkan pada fase setelah penggunaan pakaian itu. Memang, beberapa memiliki tekstil ditemukan bersifat karsinogenik atau mengganggu hormon, yang tentu saja menimbulkan kekhawatiran terhadap kesehatan pekerja pabrik yang terpapar, dan untuk lingkungan di mana limbah tekstil ini dibuang. Misalnya dengan dilepaskan ke sungai-sungai setempat di pabrik. Dari hasil perkiraan Bank Dunia bahwa 20% pencemaran air limbah industry di seluruh dunia berasal dari industri tekstil. Beberapa zat ini adalah

bio-akumulatif dan diklasifikasikan sebagai persisten, yang artinya, sekali masuk berada di lingkungan, zat ini akan tetap di sana untuk waktu yang lama. Meskipun demikian, meningkatnya kekhawatiran yang diangkat oleh LSM, masyarakat, pembuat kebijakan, dan di seluruh rantai pasokan industri tekstil itu sendiri, tetap saja masih ada level transparansi yang sangat rendah mengenai bahan kimia yang digunakan di seluruh proses produksi industry. Hal ini tentunya menyebabkan skala atau tingkat polusi yang sebenarnya, terkait ekonomi, lingkungan, dan dampak sosial, menjadi sulit untuk dievaluasi.

Adakah Peluang dari Masalah Lingkungan di Sektor Tekstil ini?

Peluang yang signifikan selalu akan ada, termasuk pada isu lingkungan di sector industri ini, dimana pelaku usaha sector ini harus berusaha untuk mendapatkan manfaat nilai dengan menciptakan bahan yang aman. Implementasi penghilangkan zat kimia berbahaya dari proses produksi tekstil diperlukan untuk memungkinkan penggunaan material yang sehat dalam proses produksi, bersamaan dengan metode distribusi yang mendukung kualitas dari produk tekstil yang ada.

Selama proses daur ulang, keberadaan zat kimia berbahaya ini dikhawatirkan berpotensi dapat mengganggu proses daur ulang dan oleh karenanya, keberhasilan daur ulang produk yang mengandung zat ini akan tergantung pada metode daur ulang yang digunakan. Inilah yang menjadi tantangan besar dalam daur ulang. Selain itu, kehadiran zat beracun tertentu, seperti logam berat, juga bisa menghambat pengomposan, misalnya dengan menghambat pertumbuhan bakteri penting untuk proses tersebut atau dengan mencemari kompos.

Jenis Zat Kimia Beracun yang Mungkin Ada Dalam Tekstil

Pestisida. Pestisida digunakan untuk mempertahankan tanaman dari kerusakan oleh serangga, jamur, atau gulma. Oleh karena itu, residu pestisida mungkin ada di kapas tempat pestisida digunakan selama bercocok tanam. Sementara sejumlah pestisida berbahaya (misalnya mirex, endosulfan, dan dichlorodiphenyltrichloroethane (DDT)) telah dilarang secara global oleh Konvensi Stockholm,namun masih banyak diterapkan pada tanaman kapas di beberapa negara.

Pelarut. Pelarut digunakan dalam jumlah besar pada berbagai tahap produksi tekstil melarutkan zat seperti pewarna. Jumlah yang banyak akan berbahaya saat terhirup atau jika zat ini mengenai kulit.

Pewarna dan pigmen. Pewarna dan pigmen digunakan untuk mewarnai pakaian. Beberapa sering digunakan dalam metode pencelupan menerapkan pewarna dalam jumlah berlebih, dan kemudian dibuang ke air limbah. Beberapa pewarna, termasuk pewarna azo yang mengandung amina, bersifat persisten, yaitu sebuah zat yang diinginkan dalam kain tetapi tidak baik untuk lingkungan. Pewarna juga terkadang mengandung berat logam seperti timbal atau kadmium. Dalam kondisi tertentu, beberapa pewarna terurai menjadi senyawa karsinogenik dan lainnya dapat menyebabkan reaksi alergi.

Anti air dan noda. Penolak air seringkali merupakan zat yang diinginkan, khususnya untuk tekstil yang akan digunakan di luar ruangan. Cara populer untuk mencapai ini adalah dengan mencampur kain dengan senyawa fluorinated atau perfluorinated. Beberapa zat ini mengandung kotoran yang tidak diinginkan, seperti asam perfluorooctanoic (PFOA) dan perfluorooctanesulfonic acid (PFOS). Ini bersifat persisten di lingkungan. Studi telah menunjukkan bahwa ini memiliki sifat mengganggu hormon dengan dampak pada sistem reproduksi dan kekebalan tubuh.

Penghambat api. Penghambat api digunakan untuk membuat produk tidak mudah terbakar. Penghambat api mungkin diperlukan pada produk tertentu. Contoh pada pakaian pelindung, gorden, dan kain yang digunakan dalam furnitur. Perfluorohexane sulfonate (PFHXS), yang digunakan sebagai penghambat api, telah direkomendasikan untuk dimasukkan dalam daftar zat kimia untuk pembatasan, karena persistensi yang kuat dan sifatnya potensi bioakumulasi dalam tubuh manusia.

Biosida. Biocides digunakan untuk mencegah organisme hidup berkembang biak pada pakaian selama penyimpanan atau pengangkutan, dan untuk memberikan sifat anti bau pada produk seperti pakaian olahraga. Tentunya ini menjadi tantangan bagi produsen tekstil untuk mengembangkan biosida yang tidak membahayakan organisme lain, termasuk manusia.

Ternyata, banyak zat kimia berbahanya yang mungkin ada di tekstil kita ya. Oleh karenanya, kita sebagai konsumen perlu pintar-pintar memilih material pakaian kita untuk meminimalisir dampak negatifnya bagi kesehatan kita dan lingkungan sekitar kita.

 

Referensi:

Burgess, Rebecca. 2019. Building a New Textile Economy. https://www.resilience.org/stories/2019-11-22/building-a-new-textile-economy/.

Swedisch Chemical Agency. 2014. Chemicals in textiles – Risks to human health and the environment. https://osha.europa.eu/en/themes/dangerous-substances/practical-tools-dangerous-substances/chemicals-textiles-risks-human-health-and-environment

Linda Kusumaning Wedari S.E., M.Si., Ph.D., Ak., CA., CLI., CSRA.