Dampaknya Kenaikan Suhu Bumi

GAMBAR: Kompas.com

Planet sedang memanas, dari Kutub Utara ke Kutub Selatan. Sejak 1906, suhu permukaan rata-rata global telah meningkat lebih dari 1,6 derajat Fahrenheit (0,9 derajat Celsius)—bahkan lebih tinggi lagi di wilayah kutub yang sensitif. Dan dampak kenaikan suhu ini, tidak akan menunggu masa depan yang terlalu jauh–kitab isa melihat dan merasakan dampak pemanasan global mulai muncul saat ini. Panas mencairkan gletser dan es laut, mengubah pola curah hujan, dan perubahan cuaca ekstrim.

Banyak orang menganggap pemanasan global (global warming) dan perubahan iklim (climate change) sebagai sinonim, tetapi para ilmuwan lebih suka menggunakan “perubahan iklim” saat menjelaskan perubahan kompleks yang saat ini mempengaruhi sistem cuaca dan iklim planet kita. Perubahan iklim tidak hanya mencakup kenaikan suhu rata-rata tetapi juga peristiwa cuaca ekstrem, pergeseran populasi dan habitat satwa liar, kenaikan permukaan laut, dan berbagai dampak lainnya (EPA, 2022). Semua perubahan ini muncul karena manusia terus menambahkan gas rumah kaca yang memerangkap panas ke atmosfer.

Nah kalau suhu bumi ini terus meningkat maka dikhawatirkan bukan saja kehidupan yang terganggu tetapi juga dapat berakibat harga pangan yang meroket karena gagal panen akan terjadi di berbagai belahan bumi dan akibatnya kita akan mendengarkan musibah kelaparan dan lain sebagainya. Saya mengatakan kepada teman-teman karena saya ingin menyampaikan kepada teman-teman bahwa climate change bukanlah fiction. Climate change ini telah menimbulkan dampak yang besar bagi kehidupan kita.

Kali ini saya mengajak teman-teman untuk menonton film berjudul ‘The Letter’ yang diilhami oleh Sri Paus. Sebuah film dimana menggambarkan krisis lingkungan yang terjadi di bumi kita dan film ini juga mengirimkan pesan bagi pemimpin dunia untuk bersatu dan mewujudkan langkah penyelamatan bumi. Beliau mengundang beberapa orang, diantaranya adalah Arouna Kande, ini mewakili kaum miskin yang berasal dari Senegal dan menyedihkan sekali dalam ceritanya ternyata di usianya yang masih kecil dia harus pindah beberapa kali. Mengapa demikian? karena tempat tinggalnya mengalami kekeringan lalu ketika pindah lagi ternyata di daerah temapt tinggalnya yang baru, air laut naik terus. Dia menyampaikan bahwa telah 3200 Orang kehilangan rumah di tempat tinggalnya dan ia masih berencana untuk pindah ke negara lain.

Ada lagi tokoh lain ini adalah tokoh dari Amazon, seorang kepala suku namanya Chief Dada Borari. Chief Dada ini bercerita tentang banyaknya penduduk yang mati karena melawan satu perusahaan yang melakukan pembabatan hutan. Apakah teman-teman bisa menebak hasilnya perlawanan ini apa? tentu saja hasilnya adalah pangan bagi manusia termasuk sesuatu yang barangkali akan kita nikmati di kemudian hari tapi ini merupakan hasil penderitaan dari saudara-saudara Chief Dada Borari. Nah apa yang terjadi di sana banyak sekali perusahaan membawa tuton dan kemudian menanam pohon-pohon tertentu termasuk di dalamnya. Jenis jagung ini menjadi pakan ternak dan kemudian akhirnya mereka berhasil menghasilkan daging ayam yang termurah di dunia.

Lalu Sri Paus juga mengajak tokoh lain yang berasal dari India yaitu Ridhima Pandey, sebagai mewakili kaum muda usianya 15 tahun. Ketika itu dia mengatakan saya sangat khawatir, kelak ketika dewasa, apakah dia masih bisa hidup nyaman seperti orang tuanya, sedangkan bumi semakin padat dan alam semakin panas seperti ini. Salah satu tokoh yang diundang juga adalah sepasang suami istri yaitu Dr Greg Asnor dan Dr Robin. Keduanya adalah ahli karang laut dan menarik sekali hasil riset kedua orang ini bahwa pada tahun 2015 mereka menemukan 25% kawasan karang laut itu telah musnah karena peningkatan suhu bumi lalu Kemudian pada tahun 2019 meningkatnya lebih dahsyat lagi dari 25% dari 2015 menjadi 35%. Bayangkan dalam tempo 10 tahun itu meningkatnya sekitar 10%, ini berarti 1 tahun itu meningkat satu persen. Nah lebih menyedihkan lagi ketika mereka membaca suhu bumi ini meningkat sudah 1,1% dan mereka menyampaikan pesan kepada kita bahwa kalau suhu bumi ini meningkat sampai 2 derajat Celcius maka 99% karang di bumi ini akan mati. Bayangkan Karang laut ini adalah tempat tinggal atau habitatnya banyak sekali ikan-ikan yang kita konsumsi dan dengan adanya pemanasan suhu ini, kitab isa bertanya lagi, apakah anak cucu kita masih menikmati ikan seperti yang kita nikmati?

 

APA YANG BISA KITA LAKUKAN?

Bila bicara mengenai pemanasan global, kita bisa memahami pentingnya tindakan nyata semua pihak untuk mengembalikan kondisi bumi kita seperti dahulu. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan. Yang pertama, saya mengajak teman-teman semuanya untuk mendukung climate action. Dukung negara kita ini untuk partisipasi dalam mengurangi sampah. Indonesia merupakan negara yang menghasilkan sampah-sampah pangan yang begitu besar, bahkan nomor 3 setelah Saudi dan Amerika Serikat, dan setiap individu untuk menghasilkan sampah pangan sebesar 184 kg per tahun. Ini besar sekali ini tentu saja bisa memberi makan sekitar 40% populasi masyarakat Indonesia.

Yang kedua adalah kita bersama-sama bertanggung jawab untuk kembali menanam pohon-pohon besar. Bukankah selama pandemi kita menanam pohon-pohon kecil? Banyak diantara kita yang membeli pohon-pohon ukuran kecil seperti janda bolong, palem kuning galatea anthurium, dan sebagainya. Pohon-pohon yang kecil ini sama seperti kesukaan kita-kita yang membeli ikan. Kalua dulu orang lebih memilih membeli ikan Arwana yang besar, tapi hari ini kebanyakan kita lebih memilih membeli ikan cupang yang kita tau, ikan cupang termasuk ikan ukuran kecil.

Padahal, yang kita perlukan terkait mengurangi climate change adalah menanam pohon-pohon yang besar. Kita perlu menanam pohon yang menghasilkan oksigen sebanyak-banyaknya. Pohon yang seperti itu, hanya pohon meng memiliki banyak daun lebar. Jadi mari kita mulai menanam pohon di rumah-rumah kita, saya kira ini dampaknya akan sangat besar sekali bagi bumi kita.

Yang ketiga, bagaimana kita membangun budaya untuk memilah sampah dan melakukan waste management. Alanis Obomsawin mengatakan: “When the last tree is cut, the last fish is caught, and the last river is polluted; when to breathe the air is sickening, you will realize, too late, that wealth is not in bank accounts and that you can’t eat money.”

Referensi:

United States Environmental Protection Agency (EPA). 2022. Impacts of Climate Change. https://www.epa.gov/climatechange-science/impacts-climate-change

Linda Kusumaning Wedari S.E., M.Si., Ph.D., Ak., CA., CLI., CSRA.