Setiap kali sesuatu yang tampaknya buruk terjadi di dunia, banyak orang saat ini segera mendesak pemerintah untuk melakukan sesuatu. Hal ini terjadi, terkadang terlihat sebagai bentuk respons yang paling tepat, padahal sering kali tidak demikian.

Pada awalnya, pemerintah tidak dapat memperbaiki kehidupan suatu bangsa hanya dengan sebuah keputusan. Karena pemerintah menghadapi kendala anggaran dan biaya peluang, pemerintah tidak mampu memantau setiap orang sepanjang waktu. Apa yang buruk bagi sebagian orang seringkali dianggap baik bagi orang lain, sehingga banyak orang dengan rela memasok barang atau aktivitas ilegal. Akibatnya, banyak kegiatan ilegal yang menjadi hal biasa; contohnya, penggunaan narkoba, penggunaan mobil secara sembrono, berkendara tanpa mematuhi aturan lalu lintas, atau pembajakan musik. Kita mesti memahami bahwa pejabat pemerintah bukanlah malaikat yang mampu memperbaiki hal-hal buruk dianggap banyak orang.

Public interest theory

Public interest theory berpendapat bahwa pejabat pemerintah semestinya bekerja untuk kepentingan publik, “rakyat”. Ini adalah persis seperti inti pernyataan Abraham Lincoln dalam Pidato Gettysburgnya yang terkenal, ketika dia mengatakan “that government of the people, by the people, for the people, shall not perish from the earth” atau dalam Bahasa Indonesia, pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, tidak akan binasa dari bumi.

Public interests theory mengatakan bahwa regulator lebih mengutamakan kepentingan publik ketika kegagalan pasar diidentifikasi (Marhfor et al., 2020). Hal ini tampak bahwa regulator tampaknya benar-benar peduli dengan kepentingan publik ketika membuat keputusan deregulasi, dan perhatian mereka terhadap beberapa issue penting (Li et al., 2019). Disini dapat kitas simpulkan bahwa pemerintah yang ramah dimaksudkan untuk memaksimalkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam bidang ekonomi, regulator berusaha untuk menemukan solusi pasar yang ekonomis efisien. Teory ini berpendapat bahwa kekuatan pasar perusahaan di pasar persaingan tidak sempurna harus dikendalikan. Dalam kasus monopoli, regulasi dipandang perlu untuk menurunkan harga dan meningkatkan output. Dalam kasus industri oligopolistik, regulasi sering dianjurkan untuk mencegah persaingan yang kejam.

Perusahaan mungkin harus diatur untuk menjamin ketersediaan barang dan jasa tertentu—seperti listrik, fasilitas medis, dan layanan telepon—dimana perusahaan akan enggan untuk menyediakan barang dan jasa jika dirasa tidak akan cukup menguntungkan. Perusahaan yang menyediakan barang dan jasa tersebut sering diberikan lisensi dan waralaba yang mencegah persaingan, bahkan otoritas regulator mengizinkan perusahaan tersebut untuk menetapkan harga di atas biaya rata-rata di pasar yang dilindungi untuk menutupi kerugian. Dengan cara ini, perusahaan akan diizinkan, bahkan dijamin, untuk memperoleh tingkat pengembalian yang wajar.

Pendukung public interest theory juga membenarkan perlunya regulasi perusahaan dengan menggunakan alasan eksternalitas, seperti polusi, agar perusahaan terdorong untuk mengambil strategi yang sesuai kepentingan umum. Seperti yang telah kita ketahui, jika tidak ada regulasi terkait hak milik sumber daya alam, maka tidak aka nada yang memaksa perusahaan untuk mempertimbangkan semua biaya dan keuntungan dari keputusan mereka, yang akibatnya, pasar mungkin gagal mengalokasikan sumber daya secara efisien.

 

 

 

Referensi:

Li, K., Long, C., & Wan, W. (2019). Public Interest or Regulatory Capture: Theory and Evidence from China’s Airfare Deregulation. Journal of Economic Behavior & Organization, 161, 343-365. doi:10.1016/j.jebo.2019.03.019

Marhfor, A., Bouslah, K., M’Zali, B., & Ghilal, R. (2020). Corporate Social Responsibility and Stock Price Informativeness: The Public Interest Perspective. Canadian Journal of Administrative Sciences / Revue Canadienne des Sciences de l’Administration, 38(1), 29-41. doi:10.1002/cjas.1576